Bel istirahat pertama yang dari tadi ditunggu oleh para siswa akhirnya mengeluarkan bunyi khasnya. Kesempatan seperti itu langsung dimanfaatkan dengan baik oleh para siswa.
Ada yang langsung ke WC karena udah kebelet, ke kantin lantaran cacing–cacing di perut udah pada demo, ke perpustakaan, mojok dengan pacar, tepe–tepe dengan adik kelas, ada juga yang hanya duduk bergerombol sambil membicarakan sesuatu.
Bagi Fela yang udah kebelet dari tadi, WC adalah satu–satunya tujuan utama saat ini.
Di saat lagi tegang–tegangnya, saku Fela bergetar, efek vibration HP. Fela jadi keki sendiri. Siapa, sih yang iseng telpon di saat yang asli nggak tepat banget?
Namun, begitu mengetahui nama yang muncul di layar HP, rasa kesal itu lenyap. Fela malah buru–buru mengangkat.
"Halo..." sapanya begitu si HP nempel di telinga.
"Ya, halo... Apa kabar, Manis?" tanya orang di seberang. Wajah Fela merona mendengar sapaan itu. Beberapa saat kemudian mereka terlibat percakapan seru. Sampai akhirnya...
"Kamu lagi di kamar mandi ya? Kok ada suara air?"
Fela tersadar. Ia baru ingat kalo dirinya masih bertengger di atas toilet.
"Eh, em... iya ini lagi nganter teman cuci tangan," Fela bohong. Nggak mungkin, kan ia mengatakan kalo ia lagi memenuhi panggilan alamnya.
"Kapan pulang?" tanya Fela, sengaja mengalihkan pembicaraan. HPnya yang masih beradu dengan telinga ia apit dengan pundak, sementara tangannya sibuk berbenah.
"Nanti malam mungkin sampai rumah. Urusan di sini udah selesai."
"Serius?" Fela berteriak memastikan. Orang di seberang mengiyakan.
Fela nggak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Nanti malam Novan balik dari rumah tantenya di luar kota. Belum lagi Novan bilang besok mau menjemputnya. Huwaaa.... Asyik!!!
Fela nggak sadar kalo dari tadi ada yang memperhatikan tingkahnya yang 'nggak biasa'.
"Habis dari toilet kok haha–hihi sendiri. Kesambet penunggu toilet, ya?"
Fela menoleh ke sumber suara. Ekspresi malesnya keluar begitu mengetahui si empunya suara yang senderan di tembok pembatas koridor nggak jauh darinya. Tapi sedetik kemudian, ia kembali haha–hihi sambil terus berjalan. Ia nggak mau moodnya rusak gara–gara si Tengil itu.
"Tunggu!" Arsya mendekati Fela. "Jangan pergi dulu, bahaya. Yang nyambet kamu harus dikeluarkan dulu biar nggak ngaruh sama teman–teman lain. Sebentar ya..!" Arsya komat kamit, tangannya digerakkan berseliweran di depan wajah Fela.
Fela hanya mengernyitkan dahi melihat gerakan–gerakan aneh yang diciptakan cowok tengil di depannya. Gayanya udah mirip mbah dukun yang lagi ngusir saiton.
"Ah... udah, nggak usah yang aneh–aneh. Minggir, aku mau ke kelas!" Fela udah mulai emosi.
"Wah ... tambah bahaya nih. Setan yang nyambet kamu udah ganti. Kalo tadi setan gendeng, kayaknya yang sekarang setan garang. Liat, tuh! tanduknya udah keluar."
Fela menarik napas panjang, berusaha sabar menghadapi spesies satu ini.
"Dengar ya! Kamu nggak perlu susah–susah ngusir setan. Tau kenapa? Karena setannya itu kamu sendiri. Kenampakan kamu itu udah ganggu ketentraman hidupku. Ngerti? Jadi, jauh–jauh, deh dariku. Sekarang minggir, aku mau lewat."
Arsya tersenyum geli dan membenarkan letak kaca matanya, "Marah ni ye?"
"MINGGIR!!" Fela mendorong Arsya dan berjalan menjauh. Namun, baru beberapa langkah, cowok itu memanggilnya.
"Apa lagi?" tanya Fela sengak.
"Cuma mau ngasih saran. Biar setannya nggak bisa masuk dan nyambet, pintunya ditutup, dong. Jangan dibiarkan terbuka terus. Apalagi pintu belakang. Bahaya tuh."
Fela mengibaskan tangan dan berjalan lagi. Masa bodoh dengan saran si Tengil. Tapi...
Tangan Fela meraba bagian belakang roknya, tepatnya di bagian resleting. Matanya sontak melebar menemukan se-su-a-tu.
Ya ampuuuunnn...!! Ternyata benar, resletingnya masih terbuka.
"HUUWWWAAA...!!!" Fela langsung ngibrit ke toilet. Sementara Arsya masih cekikikan di tempat.