SUKA???
Kata itulah yang belakangan ini yang sering mengganggu pikiran Fela. Apa iya dirinya suka sama Rian seperti yang dikatakan Arsya?
Emang sih belakangan ini Fela merasakan hal aneh kalo ia dekat sama Rian. Pengennya dekat terus, tapi kalo udah dekat ia jadi deg–degan. Ia juga suka marah dan kesal kalo Rian dekat sama cewek lain. Apa benar itu perasaan suka?
Kalo itu bener perasaan suka, kenapa Fela baru merasakan sekarang? Bukannya dirinya dan Rian udah lama bareng?
Fela menekuk kepala di bangku, bingung sendiri dengan perasaannya saat ini. Ia melemparkan pandangan ke luar lewat jendela kelas. Tanpa sengaja ia menangkap sosok Arsya di tengah-tengah gerombolan teman-teman cowoknya.
Lho, bukannya Arsya bilang perginya lima hari? Itu beneran Arsya atau cuma dirinya yang sedang berfatamorgana?
Fela buru–buru keluar kelas untuk memastikan. Namun, langkahnya terhenti karena ada yang memanggil namanya.
"Ada apa?" tanyanya pada Ikhsan, orang yang memanggilnya tadi.
"Buru–buru amat. Mau ke mana?"
"Udah cepetan, ada apa?" mata Fela bergelirya mencari sosok Arsya yang sudah nggak tampak.
"Cuma mau tanya, gimana kamu sama Rian?"
Dahi Fela terlipat, "Gimana apanya?"
"Udah naik kelas, belum?"
"Naik kelas? Kita kan emang udah naik kelas sejak empat bulan yang lalu."
Ikhsan garuk–garuk kepala, "Bukan itu maksudku."
"Terus?" Fela ikut bingung.
"Ya udah nggak usah dijawab. Aku udah tau jawabannya," Ikhsan jadi keki dengan Fela yang nggak nyambung dengan omongannya. Ia berbalik mau kembali ke kelas, tapi Fela mencegahnya.
"Tunggu! Maksud omongan kamu tadi tuh apa?" Fela masih penasaran.
"Maksudku gimana perkembangan hubungan kamu sama Rian? Masih stuck sahabatan atau udah naik ke kelas pacaran?" Ikhsan menjelaskan dengan sedikit males.
"Naik ke kelas pacaran? Gimana bisa?" entah kenapa jantung Fela kembali berpacu.
"Jadi belum ya? Payah banget sih Rian. Masa nembak cewek aja nggak punya nyali?" Ikhsan berkata pelan pada dirinya sendiri.
"Hah! Nembak?" meskipun pelan, ternyata Fela masih bisa mendengar ucapan Ikhsan.
"Iya, Rian pernah bilang kalo dia mau nembak cewek. Aku pikir dia udah nembak kamu."
"Aku??" Fela memastikan.
* * *
Fela memainkan pensil di tangannya sambil berusaha memahami materi yang baru aja disampaikan oleh pak Danar, tapi ia sama sekali nggak berhasil. Semua ruang di otaknya dipenuhi oleh perkataan Ikhsan tadi. Pikirannya benar–benar dibuat kacau.
Apa benar yang dikatakan Ikhsan tadi? Apa benar semua perhatian yang Sledri berikan padanya selama ini atas dasar suka? Apa benar Sledri suka padanya? Pertanyaan–pertanyaan seperti itu terus menari–nari di otak Fela, membuatnya tertantang untuk segera menemukan jawabannya.
"Kenapa, kamu sakit?" tanya Rian yang sepertinya sadar kalo Fela lagi nggak tenang.
Fela tersentak dan buru–buru menggeleng tanpa berani menatap cowok di sebelahnya.
Ini gara–gara kamu, tau!! batin Fela. Ia masih bisa merasakan jantungnya yang berdetak dua kali lebih cepat daripada biasanya.
Fela menuliskan sesuatu di bukunya. Kemudian ia menggeser buku itu ke depan Rian.