Chapter 15: Apology

6.7K 743 36
                                    

Terima Kasih karena telah setia walaupun kemarin dijailin hehe... Ku kasih hadiah lah hari ini

HAPPY READING!!

"Aku pulang," Hermione berseru. "Hai Hermione," kata Beth. Setelah ia punya cukup uang untuk membiayai dirinya sendiri, ia memutuskan untuk mengadopsi Beth. Ia sudah yakin bahwa Beth adalah penyihir. Bulan lalu, Beth merayakan ulang tahunnya yang kesebelas, berarti ia akan mendapatkan suratnya beberapa minggu lagi.

"Hai Beth, sudah dapat suratmu?"

"Maksudmu surat dari sekolah sihir yang mengaggumkan itu?" Hermione mengangguk. "Ya, aku mendapatkannya! Seekor burung hantu mengantarnya tadi, tapi aku belum membukanya," katanta antusias.

"Baiklah, apakah kau ingin membukanya sekarang?"

"Ya! Ayo buka, Hermione!" Mereka pun naik ke kamar Hermione yang sekarang merupakan kamar Beth. Mereka membaca surat tersebut sambil bercanda. "Ayo, letakkan surat ini kembali. Aku tidak bertanggung jawab jika kau kehilangan daftar barang yang harus kau bawa," kata Hermione.

"Baaaiiklaaah," kata Beth. Ia meletakkan suratnya di tumpukan surat Hermione. Tiba-tiba ia melihat sesuatu yang menarik, surat dari Draco. "Uhm, Hermione?"

"Ya?"

"Apakah ini surat dari Draco?" Hermione langsung menoleh ke arahnya. "Uh, entahlah, nanti aku akan membacanya," kata Hermione sambil mengambil surat itu. "Sekarang aku akan memasak untukmu, mau membantu?" Mereka turun, memasak, dan makan.

Sekarang Hermione sedang berbaring di tempat tidur orang tuanya, membolak-balik surat dari Draco. Ia ingat saat ia menerima surat itu.

Hari itu ia baru pulang dari Kementerian Sihir. Ia masih ingat dengan jelas kejadian 'itu', wajah Draco saat menyiksanya, dan wajah Astoria. Mereka selalu menghantui benaknya saat ia tidak sibuk. Oh, lupakan, Hermione, lama-lama kau bisa gila, pikirnya.

Tiba-tiba seekor burung hantu menghampiri jendelanya. Ia membiarkannya masuk dan melepaskan surat di kakinya kemudian burung hantu itu terbang kembali ke langit malam. Ia melihat surat itu.

Hermione Granger
dari Draco Malfoy

Melihat nama itu, ia mengurungkan niatnya untuk membuka surat itu. Ia melemparkanya ke tumpukan surat lainnya. Membiarkannya tertutup debu dan terlupakan.

Sekarang ia kembali berhadapan dengan surat itu, rasanya seperti berhadapan langsung dengannya lagi.

Draco Malfoy, walaupun lama tidak bertemu, ia tidak pernah hilang dari ingatan Hermione. Rambut pirangnya yang tersisir rapi, kulit pucatnya, seringai menyebalkannya, semuanya masih terekam dengan jelas.

"Baiklah," Hermione menghembuskan napasnya. Ia membuka surat itu perlahan. Ia membacanya...

Hermione Granger,

Aku menulis surat ini karena aku tidak mengerti apa yang terjadi. Aku bangun di pagi hari dan tiba-tiba semua orang bilang kau sudah pergi. Awalnya aku kira kau mati, ternyata maksud mereka kau pergi bekerja. Bukankah kau bilang kalau kau ingin pergi saat kelulusan?

Aku merasa lebih aneh lagi saat Astoria bilang kalau kau menyuruhnya menjadi pacarku. Katanya kau marah kepadaku, tapi aku benar-benar tidak tahu, maafkan aku kalau memang aku salah, tapi aku tidak tahu, aku tidak ingat. (Aku tidak percaya aku menulis ini). Aku benar-benar bingung sekarang, tapi maafkan aku, kumohon, jelaskan apa yang terjadi. Tolong balas surat ini, sebelum aku kembali ke.. ya kau tau, Azkaban.

Penuh Kebingungan,
Draco Malfoy

Hermione menghembuskan napasnya. Ia tidak yakin harus menangis, tertawa atau menampar Astoria. Jadi ia putuskan untuk melakukan yang kedua saja. Ia tertawa, bukan karena hubungan Draco dengan Astoria, melainkan karena kegagalan Astoria meyakinkan Draco. Lagipula surat itu cukup lucu untuk ukuran Draco.

Kemudian Hermione berpikir. Mungkin Astoria gagal, tapi apakah aku tahu kalau itu tidak akan terjadi lagi? Lagipula sudah terlambat untuk memaafkan, pikirnya. "Dan yang satu itu... andai itu bisa dimaafkan..." gumamnya. Lalu ia meremas surat itu dan melemparkannya ke tempat sampah. "Andai itu bisa dimaafkan."

Keesokan harinya, ia dan Beth berbelanja di Diagon Alley. Hari yang normal bagi seorang gadis penyihir muda dan adik angkatnya. Mereka pergi dan kembali menggunakkan bubuk floo.

Sore harinya, seseorang mengetuk pintu rumah Hermione. Ia membukakan pintu. "Permisi, aku rasa kau meninggalkan ini saat berbelanja tongkat di Diagon Alley," ucap seorang pria seumurannya sambil menyerahkan bungkusan berisi jubah baru Beth. "Terima kasih, tapi bagaimana kau bisa tahu rumahku?"

"Uh, aku mengikutimu, memanggilmu, walaupun aku tidak tahu siapa kau, sampai kau menggunakan perapian dan mengucapkan alamatmu. Dan yah, di sinilah aku," jelasnya.

Hermione tertegun di bagian aku tidak tahu siapa kau, siapa yang tidak tahu siapa dia, di dunia sihir maksudnya. Apakah ia benar-benar penyhir? "Omong-omong, siapa namamu?" tanya pria itu membuyarkan lamunan Hermione.

"Namaku Hermione Granger, kau?"

"Oh, Hermione Granger, kau orangnya. Aku Jeremy Rodriguez, senang bertemu denganmu." (A/N: Namanya aneh ya?)

"Kau bersekolah di mana? Aku tidak pernah melihatmu di Hogwarts? Oy iya, silahkan masuk," kata Hermione. Mereka masuk ke ruang tamu. "Yah, aku memang baru kembali dari Durmstrang. Aku mendapat pekerjaan di St. Mungo, jadi kalau setelah ini kau sakit mungkin aku bisa sembuhkan," katanya sambil tertawa.

"Hai, Hermione, uh, siapa dia?" tanya Beth yang baru keluar dari dapur. "Uh, ini Jeremy dia... teman, dia mengantarkan jubah milikmu,"

"Oh, terima kasih, Jeremy," kata Beth. "Sama-sama," jawab Jeremy. Setelah Beth kembali ke atas, Jeremy bertanya, "Siapa dia?"

"Oh, ia adik angkatku, aku mengadopsinya dari panti asuhan di ujung jalan. Dia sangat bersemangat karena baru saja mendapat suratnya," jelas Hermione. "Kau sangat baik, aku rasa kita bisa menjadi teman, bisakah?"

"Ya, kau orang baik. Tentu saja kau bisa, lagipula kenapa kau harus bertanya?"

"Ya, aku tidak punya banyak teman, selain kau baru datang, aku juga buka orang yang bisa dengan cepat beradaptasi. Untuk mengantarkan ini saja butuh keberanian yang sangat besar," katanya sambil tersenyum.

"Hermione, waktunya makan malam, aku lapar," kata Beth dari ruang makan. "Baiklah, Jeremy, apakah kau mau ikut makan malam dengan kami?"

"Uh, aku rasa tidak ibuku pasti sudah menungguku, kalau begitu sampai jumpa," katanya berdiri dan menuju ke arah pintu. "Sampai jumpa," kata Hermione sambil menutup pintu.

Jeremy, dengan rambut hitam dan mata hijaunya, ia tidak mirip dengan Draco, tapi caranya berkata, seringainya, itu mengingatkan Hermione pada Draco. Draco Malfoy. Nama itu menghantuinya lagi. Hermione seharusnya melupakan dia, seharusnya ia tidak peduli lagi padanya. Tapi setiap jam, nama itu selalu menghantuinya bahkan setelah setahun ini.

"Hermione, apakah kita bisa makan sekarang?" tanya Beth membuyarkan lamunanku untuk kesekian kalinya. "Baiklah, mari kita makan."

Draco Malfoy. Mungkin belum terlambat untuk memaafkan, mungkin belum terlambat untuk memulai dari awal. Aku akan menemuimu besok, pikir Hermione dan menyantap makan malamnya.

____________________________________

"Penerbangan menuju Sydney akan segera lepas landas, para penumpang yang sudah memiliki tiket harap segera memasuki pesawat," suara wanita dari interkom bergema di seluruh bandara. Di sinilah aku, menuju ketidakpastian. Aku harus menemukan mereka demi maafnya. "Aku akan menemukan mereka, Hermione Granger," kataku kepada langit-langit pesawat.
____________________________________

Hai, di sinilah kita, kembali ke problema cinta dua penyihir yang tidak ada habisnya. Oke, bahasanya jelek. Dan sekarang secara langsung saya mau minta maaf soal ending kemarin, semoga ini bisa menebus kesalahanku >.<

Sekarang saya mau izin dulu, sampe bulan April, saya belum tentu bisa update lagi karena UJIAN -.- semoga readers saya gak pada kabur ya haha.

THX for 5.3K love you always...

One Simple SpellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang