"I'd rather be a hammer than a nail."
Semilir angin dan langit oranye yang khas ketika waktu sudah mendekati petang menjadi pemandangan saat Alfa duduk santai sembari menyesap kopi hitam di taman belakang. Suara pantulan bola basket seolah menjadi latar dari lengkapnya sore ini.
"Woi anak kecil! Masuk gih udah maghrib, nanti diculik wewe gombel, loh," teriak Alfa pada Agata yang sedari tadi asyik bermain basket.
Beberapa kali Agata mengajak Alfa bertanding one on one, tapi Alfa menolaknya. Dengan alasan bosan karena Alfa selalu menang melawan kakaknya itu. Memang di lingkungan keluarga, Alfa dikenal sebagai pribadi yang menyebalkan sekaligus manja terutama pada Agata yang usianya dua tahun lebih tua dari Alfa.
Agata memang sangat sayang pada adik satu-satunya ini, karena sedari dulu, Agata menginginkan untuk punya adik laki-laki dan akhirnya Ibunya melahirkan seorang anak laki-laki yang tidak lain dan tidak bukan adalah Alfa.
Meski tak jarang Agata sering menjadi sasaran kejahilan Alfa, meski Agata sering menangis saat Alfa menggodanya, entah karena ditakuti-takuti oleh Alfa mengingat Agata paling takut dengan makhluk astral.
Tapi yang paling parah adalah saat Agata menangis karena Alfa dilaporkan meninggal saat mengalami kecelakaan motor setelah bertengkar dengan Agata.
Malam itu, Agata sampai kalang kabut saat dihubungi oleh salah satu teman Alfa yang memberitahunya bahwa Alfa baru saja mengalami kecelakaan parah dan nyawanya tidak dapat tertolong. Ditambah orangtua mereka yang sedang tidak ada di rumah membuat Agata ketakutan sendiri sampai-sampai tidak mampu menahan tangisannya.
"Beneran Kak, ini gue ada di sebelah Alfa, dia gak sadar-sadar," ucap salah satu teman Alfa saat itu.
Sontak Agata langsung menangis kencang, tidak bisa diam, ia gusar dan terus mondar-mandir sebelum akhirnya ia berlari ke garasi untuk menyusul Alfa ke rumah sakit.
Baru saja Agata menyalakan mesin mobilnya, satu panggilan dengan nomor yang sama yang tadi memanggilnya timbul di layar ponselnya. Dengan segera Agata langsung menjawab panggilan itu dengan suara yang bergetar.
"Iya, iya, ini gue on the way kesana," Gerutu Agata karena terus menerus dihubungi oleh teman Alfa itu.
Namun yang terdengar di seberang sana hanya suara hening. Membuat Agata semakin khawatir saja.
"Halo? Halo?" Panggil Agata berkali-kali saat ia tak juga mendapat tanggapan.
"Halo?" Akhirnya terdengar suara di seberang sana. Terdengar familiar.
Agata tidak juga mau membuka suara, terus menerka siapa si pemilik suara itu. Suara yang terdengar lemas dan serak.
"Kak Age kenapa? Gue tadi ketiduran di rumah Bayu," Dan saat itu juga Agata langsung melempar ponselnya dengan kencang. Sial, lagi lagi ia masuk perangkap adiknya. Jantungnya masih berdetak dengan sangat cepat.
Adrenalinnya masih terpacu melebihi perasaan saat naik rollercoaster meski kenyataannya Agata belum pernah menaiki wahana menyeramkan semacam itu. Tanpa harus mendengar siapa yang baru saja berucap seperti itu di telepon, Agata tau siapa yang melakukannya karena hanya Alfa yang memanggilnya dengan sebutan "Age".
"Fa, dua bulan di sekolah baru, apa gak ada yang nyantol?" tanya Agata sambil melemparkan bola berwarna oranye itu ke hadapan Alfa, beruntung Alfa refleks langsung menangkap bola itu sebelum menghantam wajah gantengnya.
Pertanyaan yang paling menyebalkan bagi Alfa, sebab setiap pertanyaan itu dilontarkan, pikiran Alfa langsung melayang pada seseorang di masa lalunya yang telah menorehkan kenangan sekaligus luka di hati Alfa. Seseorang yang dulu paling mengerti dirinya, seseorang yang semula hanya berstatus junior di mata Alfa.
![](https://img.wattpad.com/cover/64294153-288-k441125.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
VLACACIA
Fiksi RemajaAlfariel Juro Pradipta, anak baru yang mendadak jadi idola seantero sekolah. Sayang, tak satupun dari siswi-siswi disana yang berhasil menarik perhatiannya yang terbilang sukar untuk diraih. Alfa hanya mau ketenangan. Ya tenang, hingga tragedi memal...