"Sometimes you gotta fall before you fly and sometimes to really live you've gotta try"
Alfa hanya bisa menatap datar pada Eza yang sibuk merapikan rambutnya setelah mereka menyelesaikan pelajaran olah raga. Alasannya karena takut nanti akan berpapasan dengan cem-ceman-nya dan Eza selalu ingin tampil ganteng.
Dengan baju seragam yang dibiarkan keluar begitu saja, Alfa dan Eza lantas keluar dari kamar mandi. Tanpa sengaja Alfa memergoki beberapa orang yang diyakini adalah adik kelas tengah melemparkan pandangan ke arahnya namun Alfa langsung melirik ke arah lain seolah tidak mengacuhkan tatapan itu. Sementara Eza yang ada di belakang Alfa malah senyum-senyum sendiri saat merasa ada orang yang memperhatikannya.
"Sok ganteng banget lo, anjing!" celetuk Eza saat melihat Alfa yang malah tidak mengacuhkan dedek-dedek gemes itu.
Alfa yang merasa ucapan itu ditujukan padanya lantas menoleh sambil mengerutkan dahi. "Emang gue elo? Yang jadi sok kegantengan kalo dilirik-lirik gitu? Risih, bego," kata Alfa sambil menyampirkan baju olah raga di bahunya.
Memang kenyataannya Alfa tidak pernah suka menjadi pusat perhatian dengan alasan apapun itu, Alfa tidak suka. Tapi jika saja orang yang tertarik itu tahu bahwa Alfa merasa risih dengan perlakuan mereka, mereka mungkin akan menyalahkan Alfa yang nyatanya memiliki wajah yang membuat orang betah lama-lama meliriknya. Suruh siapa jadi cowok ganteng?
"Iya lah gue mah emang takdirnya jadi orang ganteng. Sayang aja belom ada cewek yang mata batinnya belom kebuka," balas Eza dengan percaya diri namun justru membuat Alfa tidak tahan untuk tidak mengerenyitkan hidung karena geli.
"Asli, lo menjijikan banget sih!"
Alfa dan Eza berjalan menyusuri koridor kelas saat hendak menaruh baju olah raganya yang sudah basah karena keringat. Entah apa yang Alfa pikirkan, cowok itu sampai tidak sadar bahwa Eza sudah membawanya berputar-putar menyusuri koridor, padahal mereka berdua bisa saja melewati koridor lain yang lebih dekat.
Hampir saja Alfa mendamprat Eza yang ternyata memang sengaja mengambil jalan yang tidak biasa mereka lewati untuk menemui seseorang yang sedang diincarnya, namun niat itu Alfa urungkan saat ia menyadari langkahnya hampir mendekat ke kelas Vlarena.
Seperti teringat sesuatu, Alfa lantas meninggalkan Eza bersama siswi yang entah siapa namanya itu untuk menyambangi kelas Vlarena. Gadis itu sudah dua hari tidak masuk sekolah tanpa alasan yang Alfa ketahui. Bagaimana bisa tahu kalau Vlarena sama sekali tidak membalas chat yang Alfa kirim, membacanya pun tidak.
Dengan tergesa-gesa Alfa mengintip ke kelas Vlarena lewat pintu yang setengah terbuka. Waktu memang sudah menunjukan pukul dua belas dan itu artinya beberapa siswa dan siswi sudah meninggalkan kelas untuk makan siang dan melakukan ibadah shalat dzuhur.
Mata Alfa menelisik ke tempat duduk Vlarena, ada rasa kecewa saat ia tidak mendapati tas Vlarena tergeletak disana. Dari situ Alfa tahu bahwa Vlarena tidak masuk sekolah lagi. Kemana sih dia? Batin Alfa.
Alfa refleks menekan bibirnya, pikirannya menjalar liar saat menerka kemana Vlarena dan kenapa dia tidak masuk sekolah lagi. Meski ini bukan untuk pertama kalinya Alfa tahu bahwa Vlarena tidak masuk sekolah selama lebih dari satu hari tapi, Alfa tidak pernah tahu alasan pastinya. Setiap Alfa bertanya, Vlarena pasti berhasil mengalihkan topik dan berakhir dengan Alfa yang kembali bermain teka-teki dengan pertanyaannya itu.
Kadang Alfa berpikir bahwa ada sesuatu yang disembunyikan Vlarena darinya, namun Alfa tidak berani mengambil kesimpulan secara sepihak, Alfa juga berpikir bahwa mungkin itu adalah hal pribadi yang tidak bisa Vlarena beri tahu ke sembarang orang dan Alfa? Mungkin hanya sebatas teman bagi Vlarena yang belum bisa masuk ke dalam kehidupan Vlarena lebih jauh lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
VLACACIA
Teen FictionAlfariel Juro Pradipta, anak baru yang mendadak jadi idola seantero sekolah. Sayang, tak satupun dari siswi-siswi disana yang berhasil menarik perhatiannya yang terbilang sukar untuk diraih. Alfa hanya mau ketenangan. Ya tenang, hingga tragedi memal...