Vlacacia {6} : Dad-less Kid

186 21 1
                                        

"If you smile at me I will understand, cause that is something everybody
everywhere does in the same language."

Senandungan Vlarena terdengar bersahutan dengan suara yang berasal dari televisi yang dibiarkan menyala sejak tiga jam lalu. Selama itu, Vlarena telah menghabiskan waktunya dengan berbaring diatas sofa empuk sambil mencamili satu toples keripik kentang.

Setelah pergi ke tempat biasa, Vlarena hanya ingin bermalas-malasan di rumah. Tanpa memikirkan soal pelajaran sekolah yang nyaris selalu membuatnya muak dan bebas dari kata-kata pedas dari mulut Alfa. Hanya dirinya, keripik kentang dan serial televisi favoritnya.

Beberapa kali terdengar suara dering ponsel namun Vlarena tidak memiliki keinginan untuk meraih benda pipih itu. Sambil menggerak-gerakkan kakinya yang dibungkus kaus kaki, Vlarena tidak bisa berhenti tertawa saat menikmati tayangan di layar kaca di hadapannya.

Sampai terdengar suara bel menginterupsi ketentraman Vlarena.

Erangan dari mulut Vlarena terdengar sungguh berlebihan. Apakah tidak ada yang rela jika Vlarea santai sejenak?

Pintu terbuka. Memperlihatkan sosok seorang cowok dengan hoodie hitam dan celana abu-abu serta sepatu kets bermerk terkenal. Wajahnya datar, seperti biasa. Tapi saat Vlarena menyunggingkan senyumnya, rahang cowok itu malah mengeras. Seolah Vlarena telah melakukan suatu kesalahan dan gadis itu pura-pura tidak tahu.

"Tumben mau masuk ke rumah gue?" goda Vlarena. Hampir saja jarinya mencolek perut cowok di hadapannya kalau saja cowok itu tidak menghindar.

Vlarena melihat Alfa yang sedang merogoh sesuatu di saku celananya, mata gadis itu memperhatikan setiap gerak-gerik yang dilakukan Alfa seakan hal itu adalah hiburan yang menarik.

Secarik kertas.

Melebarkan kertas itu, Alfa lantas memperlihatkan sesuatu yang tertulis di bagian ujung kertas itu. Angka "4" seakan mencolok mata Vlarena. Sontak nafasnya tertahan. Vlarena baru ingat bahwa beberapa hari yang lalu, ia menaruh hasil ulangannya yang bernilai jelek itu di kolong meja.

Jujur, ulangan itu berisi tentang materi yang Vlarena lewatkan karena ia memohon pada Alfa untuk mengajarinya bermain basket. Sehingga saat mengerjakannya pun, Vlarena harus usaha tengok kanan kiri meski gurunya sudah menyumpah serapahi bahwa siapapun yang melakukan hal itu, lehernya tak bisa kembali lurus.

Beruntung karena Vlarena bukan tipe murid yang percaya hal semacam itu, meski ia sebenarnya takut, sampai ia berucap amit-amit setiap kali lehernya bergerak sana-sini untuk mencari jawaban. Namun dirasa karma akibat mencontek bukan terjadi pada lehernya, melainkan pada nilainya. 4.

Dasar dongooo, mati aja lo Vla, batinnya.

Alfa yang masih berdiri dalam diam hanya menatap lurus pada mata Vlarena, seolah menuntut penjelasan perihal nilai 4 yang gadis itu dapatkan, namun Vlarena terlihat menghindari tatapan mematikan itu.

"Masuk dulu, Fa!" Vlarena mencoba berbasa-basi. Untunglah Alfa menurut meski mulutnya masih saja terkunci.

Rasa kesal bergumul di benak Alfa bahkan sampai Vlarena berpamitan sebentar untuk mengambil minum. Ini yang Alfa takutkan jika Vlarena tidak fokus. Apa yang Alfa katakan akhirnya terjadi, meski Vlarena dulu mewanti-wanti bahwa nilai ulangannya pasti bagus. Tapi buktinya saat ini, apa yang dia lihat justru jauh dari itu.

Saat Alfa masuk ke kelas Vlarena dan mendapati gadis itu tidak ada di sudut manapun, ia yakin hari itu Vlarena tidak masuk sekolah. Entah alasannya apa, untuk saat ini Alfa tidak mau tahu.

"Diminum, Fa!" ucap Vlarena takut-takut sambil menaruh segelas minuman berwarna merah lengkap dengan es batu kecil-kecil yang mengambang.

Sekilas Vlarena bisa melihat Alfa menelan ludah tapi Vlarena tahu gengsi Alfa sangat besar, mungkin hampir menyaingi besarnya jagat raya. Jadi, Alfa biarkan segelas minuman segar itu entah sampai kapan.

VLACACIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang