"I know you're saying you don't wanna hurt me. Well, maybe you should show a little mercy"
Melihat sosok Sara di hadapannya seolah memberikan Alfa tusukan besi panas persis di hatinya, dimana luka itu masih basah, dan dengan itu lukanya kembali terkelupas. Perih. Rasa sakit masih merundungi hati Alfa.
Sara, perempuan yang dulu sangat Alfa sayang, yang pertama kali Alfa lihat saat mereka berada di kelas yang sama saat ujian.
Alfa menyandarkan punggungnya di tembok, di pangkuannya hanya ada papan ujian dan tempat pensil plastik polos yang biasa dimiliki oleh murid cowok pada umumnya. Matanya menatap lurus, terlihat kosong namun sebenarnya dia sedang menghapal rumus fisika yang hampir membuatnya muntah. Meski pada akhirnya kemungkinan besar Alfa mendapat nilai bagus, tetapi tetap saja rasa gugup itu ada.
Alfa langsung melipat kakinya kala melihat seorang pengawas hendak berjalan melewatinya. Menarik senjata untuk tempur—tempat pensil dan papan berjalan, Alfa langsung berdiri dan ikut mengantri untuk masuk ke ruang ujian.
Beberapa orang di sekelilingnya tampak asing di mata Alfa, meski sebenarnya mereka adalah adik kelas Alfa, tapi berhubung cowok itu tidak pernah peduli, maka Alfa merasa asing melihat mereka berada di sekelilingnya. Apalagi saat ada siswi yang sempat beradu pandang dengannya kemudian siswi itu terlihat salah tingkah. Alfa tidak mengerti lagi.
Sambil menaruh pensil di antara bibirnya Alfa melongok ke arah jendela, memperhatikan satu per satu murid yang masuk kesana dan mencari tempat duduk masing-masing yang sudah diatur. Beberapa temannya membisikkan sesuatu pada Alfa, seperti orang-orang putus asa yang hendak menggantungkan nasib nilai ulangannya pada satu teman yang dipercaya.
"Al jangan pura-pura budek ya nanti!"
"Al ganteng deh, jangan pelit-pelit ya!"
"APEEE, KAU HIDUP DAN MATIKU."
Oke yang terakhir terdengar berlebihan. Alfa hanya manggut-manggut saja karena nyatanya Alfa memang tidak pernah pelit kalau urusan memberitahu jawaban.
Tidak perlu memakan waktu banyak, Alfa langsung menemukan kertas kecil yang ditempel di meja bertuliskan nama dan identitas lainnya. Menempati meja di baris kedua, tidak terlalu buruk.
Seperti yang sudah-sudah, pengawas menyebarkan lembar jawaban dan lembar soal secara berbarengan, setiap siswa mengestafetkan ke meja di belakangnya. Satu hal yang Alfa heran, bangku di sebelahnya kosong sementara meja lain bertempatkan dua peserta ujian. Melirik sekilas sambil membantu mengoper kertas ulangan juniornya, Alfa membaca nama yang tertera disana, Alma Raysara Diaz.
Alfa melirik sekali lagi, namanya hampir sama. Alfa manggut-manggut, entah apa yang dia pikirkan.
Baru saja Alfa mau menjawab sebutir soal di urutan kedua, pintu kelas terbuka. Memperlihatkan seorang cewek yang bernafas dengan terengah-engah. Hal itu juga membuat pengawas yang sudah berumur itu sedikit terkesiap karena suara yang mungkin terdengar seperti dobrakan untuk beliau.
Berbicara sedikit, cewek itu akhirnya dipersilahkan duduk. Alfa yang sedang menunduk bisa melihat gerak-gerik cewek itu dari manik matanya, sudah pasti dia duduk di sebelahnya mengingat hanya bangku itu yang kosong.
Suara gerasak-gerusuk terdengar jelas oleh Alfa, dan berakhir dengan suara dengusan nafas pasrah dari Sara. Katakanlah Alfa peka untuk saat ini, ia menengok ke arah Sara dan menaikkan kedua alis. Sara yang merasa diperhatikan oleh orang di sebelahnya balas melirik.
Mereka saling tatap, mata mereka terkunci beberapa detik. Dan tanpa masing-masing sadari, jantung mereka berpacu lebih cepat dari biasanya.
"Kenapa?" tanya Alfa sepelan mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
VLACACIA
Ficção AdolescenteAlfariel Juro Pradipta, anak baru yang mendadak jadi idola seantero sekolah. Sayang, tak satupun dari siswi-siswi disana yang berhasil menarik perhatiannya yang terbilang sukar untuk diraih. Alfa hanya mau ketenangan. Ya tenang, hingga tragedi memal...