~Dua~

145 10 4
                                    

Lagi lagi Senja tiba. Semua hewan masih berlalu lalang di langit jingga. Hari ini langit berwarna jingga bersemu kuning. Seperti biasa aku melangkah pelan menuju taman dekat sekolah sambil menunggu Pak Tejo.

Tentunya, aku tak lupa hari ini aku akan datang ke taman bukan semata mata menunggu Pak Tejo, tetapi sekalian menemani Anggi belajar. Setelah dia bergelayut di leherku kemarin seperi koala pada pohonnya, dengan senyum dan tawa nya yang riang membuatku iba. Ya, akhirnya aku setuju membantunya belajar.

Bangku diujung taman yang biasanya kosong kali ini sudah ditunggui seorang penunggu. Dia lah gadis bersurai coklat madu yang kemarin menggelayut di leherku. Anggi. Aku berjalan dibelakang nya, membuatku melihatnya memunggungiku sambil melakukan sesuatu. Tangannya bermain main memainkan sesuatu.
Dia memainkan Sebuah kertas berwarna warni yang langsung kuyakini adalah Origami.
Dia sedang bermain main membuat Bangau Origami berbagai warna dan menyusunnya pada kotak merah maroon berhias pita putih.

"Woy!" ujarku sambil menciumkan paket biologiku di kepalanya

"Aww.. Sakit tau!" dengusnya sebal

"Kapan dateng? Gak kedengeran aja.. Keturunan kucing ya mas kalo dateng suka ga ketahuan?" ngerocosnya panjang kali lebar.

"Barusan. Bukan. Lo aja yang terlalu sibuk ma burung burung mu" ujarku sambil duduk disampingnya

"Widiih.. Sensi! Belajar apa nih hari ini?" tanyanya sambil menyelipkan anak rambutnya yang jatuh, ke belakang telinganya.

"Matematika"

"Ga ada pelajaran lain?" gerutunya

"Sejarah" ujarku

"Gak. Matematika aja" ujarnya sebal.

"Kita bahas Al-Jabar ya." ujarku

"Hoy! Pak.. Saya udah SMA dan mau pelajaran SMA, lah Al-Jabar mah udah hapal dari nenek saya masih kemayu pak. Pelajaran anak orok dibawa bawa" celotehnya panjang

"Hei! Jangan meremehkan aljabar ya!! Al-Jabar itu bakalan terpakai terus. Mentang mentang di SMP dah bisa, jangan ngeremehin kamu! Siapa yang bisa jamin kamu gak lupa sama pelajaran SMP? Kalau nyatanya kamu lupa sama Al-Jabar yang paling dasar, kita ga akan bisa belajar materi SMA." ujark menghayati peran sebagai 'pak guru'.

Matanya membulat.. Berkaca kaca 'sumpah.. Jangan nangis.. Ga tega gue bikin cewe nangis..'
.
.
.
.
.
.
.
"Buahaahahahhahahaha" Anggi tertawa ngakak
"Siapa kamu hah?" ujarnya sambil mengelap air matanya dan memegangi perutnya

"Angga, dodol!" nih anak minta di kampleng. Nama kita beda satu huruf aja dia udah lupa

"Gak.. Gak.. Angga yang aku kenal ga akan nyerocos panjang lebar kaya mak mak arisan" ujarnya ngakak lagi

Mak mak arisan?! Dari sekian banyak hinaan baru ini yang bikin gue geli. Pertama kali yang terlintas di benakku tiap mendengar kata itu selalu seorang nenek gendut dengan lipstik tebal, rok mini, perhiasan yang menjrang menjreng di seluruh tubuhnya. Bagai nenek nenek pakai bikini.

"Berisik lo! Dah ga usah banyak omong. Keburu Pak Tejo dateng" ujarku

"Siap  pak guru.." ujarnya tersenyum setelah berhenti tertawa

Kami membahas matematika selama satu jam dan dia sudah menguasai satu bab awal dari matematika SMA. Yap! Kita sudah melewati Al-Jabar. Tuh anak bener bener ga lupa ma Al-Jabar malah kelihatan jago. Yah, seenggaknya nih anak gak sebodo tampangnya. Gue kira dia bloon. Dia bahkan kadang suka menjulurkan lidahnya kalau dia pusing mengerjakan matematika. Bikin  gue mikir nih anak keturunan anjing kaya sangkuriang kali ya (?). Tau kan? Itulooh si Tumang.

 MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang