Roy memanggil semua anggota keluarga.
"Chelly!!" Ibu Chelly dan Michell sudah datang dan langsung menjerit histeris.
"Tenang ma tenang! Aku akan turun" Ayah Chelly dan Michell terlihat menuruni lereng untuk meraih putri sulung nya yang sudah tergeletak di sana. Bersama dengan ayah Angga dan ayah Roy.
Sementara Michell dan ibunya masih menangis meraung. Ibunya Angga dan ibunya Roy langsung menenangkan mereka. Angga menatap kosong ke arah lereng, begitu juga Roy yang terlihat sangat menderita.
"Apa.. Ini salahku?" Angga berbisik lirih. Kalau saat itu Angga tak menjawab 'iya' mungkin saja, Michell tak akan mengejar Chelly, dan ini tak akan terjadi
Roy melirik Angga singkat dengan tatapan yang tak bisa diartikan.
Tak lama, ayah Michell sudah keluar dari lereng membopong gadis cilik bersimbah darah di pelukannya. Gadis itu.. Chelly.
Ibu Chelly yang tadinya menangis meraung tiba tiba pinsan melihat keadaan putrinya yang mengenaskan.*****
Angga berdiri menatap kosong ke depan. Beberapa pria dan wanita dewasa, Oppa Dizza, Roy, Michell dan tentunya Angga, semuanya.. Menggunakan payung dan pakaian serba hitam.
Angga manatap Gundukan tanah yang ditaburi bunga warna warni dengan batu nisan bertulisan "Chelly Clouds" dengan Tatapan lirih
Chelly.. Telah pergi dari dunia ini.
Michell dan ibunya menangis, Roy menatap kosong ke kuburan Chelly. Matanya menyiratkan kekecewaan.
Saat semua orang sudah berdiri hendak beranjak pergi, Michell menghampiri Angga yang masih tertunduk
"Kamu tau ini salah siapa?!" Michell membentak dengan mata basah yang sembab
"Maaf Chell" ini bukan salah Angga sepenuhnya. Namun Angga sadar, hanya ia yang pantas disalahkan. Tak mungkin ia menyalahkan Michell yang jelas jelas mengejar Chelly saat itu, karena Michell pun sedang berduka dan hatinya sedang sakit. Michell baru saja kehilangan kakak nya.
"Maaf?! Dengan maaf mu itu Chelly tak akan kembali!" Michell berteriak geram. Sebenarnya dengan berteriak pada Angga pun, Chelly tak akan pernah kembali kan?
"Maaf Michell" hanya itu yang bisa diucapkan Angga.
"Seharusnya saat itu kamu tidak mengatakan 'iya' dengan begitu semua ini tak akan terjadi! Ini semua... Ini semua salahmu!" Michel berteriak sambil menangis
"....." Angga terdiam dan tertunduk.
"Aku tak mau! Aku tak ingin lagi menjadi sahabat seorang pembunuh!" kalimat terakhir dari Michell serasa menampar Angga. Menusuk hingga jantungnya terbelah.
"Pembunuh..?" Angga berujar lirih, mengulang kata terakhir yang diucap Michell
"Iya! Pembunuh! Dengar baik baik Angga.." mata Michell jadi penuh kebencian "aku tak akan sudi untuk menjadi sahabatmu lagi! Aku tak akan sudi melihat paras mu itu!
Aku juga menarik kata kata ku selama ini! Aku tak akan sudi menikahimu!!" Michell berteriak semakin kencang. Sementara orang tua mereka semua hanya tertunduk.Angga mengedar kan pandangan, berharap ada yang mau menolongnya. Membela atau sekedar memeluk membawanya pergi. Kaki Angga keram, Angga tak bisa melangkah pergi. Badannya kaku, lumpuh seketika. Mematung karena kata kata Michell. Ia ingin menghilang saat itu juga.
Michell pun berlalu pergi. Sementara Roy mengambil langkah mendekati Angga yang masih tertunduk. Angga menengadahkan kepala berharap Roy akan menengangkannya. Namun mata Roy malah menyiratkan dendam, kebencian, dan kemurkaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories
FantasiaJika hidupku hanya membuatmu terluka.. Masih adakah alasan? Masih pantaskah? Jika aku berharap untuk bertahan hidup.. Hidupku ini melukaimu.. Namun, Bahkan matiku pun demikian. Mati dan hidupku melukaimu.. Apakah aku harus berharap agar aku tak pern...