Kepalaku rasanya berdenyut hebat, begitu juga dengan sepanjang tulang belakangku yang seperti setiap ruasnya tercabut secara paksa. Ngilu dan sakit, nyeri hebat. Pandanganku mulai kabur, aku harus segera mencari pegangan. Aku bahkan bisa mendengar degupan jantungku tak karuan. Ada apa dengan tubuhku? Sialnya kegelapan dan hilangnya keseimbanganku mendahuluiku sebelum mendapatkan pegangan yang mantap.
PRANG!!!
Itu suara terakhir yang aku dengar.
---
"Hyung?"
"Jin Hyung?"
"Hyung?"
"Jinnie Hyung!"
"Hyung, bangun!"
"Jin, cepat bangun!"
Enam suara itu seperti bergema dalam kepalaku, tapi aku masih merasa begitu lemah. Tubuhku masih merasa sedikit sakit, dan kepalaku seperti menolak untuk bangun. Merasa sudah sangat lama waktu berlalu, aku mulai mengerjapkan mataku beberapa kali sebelum akhirnya berusaha sangat keras untuk membukanya.
"Hyung, kau sudah sadar?"
"Oh, Yoongi ...," lirihku.
Kepalaku masih agak sedikit nyeri dengan pandangan sedikit berkunang-kunang.
"Uungh," lirihku lagi.
"Kau baik-baik saja, Hyung?"
"Ya, aku baik-baik saja," jawabku lirih sambil tersenyum, "aku hanya lapar."
"Aish, kau ini makan terus." Seakan tidak peduli dengan apa yang terjadi, Suga melanjutkan tidurnya.
Aku melangkah keluar dari kamar untuk mengambil makanan yang tersimpan dalam lemari es. Aku mencoba memasukkan makanan itu ke dalam mulutku dan mulai mengunyah.
Pahit.
Aku bertahan sekuatku, menelan semua yang sudah kumasukkan ke dalam mulutku. Jujur, perutku kosong tapi aku tidak merasa lapar. Ini agak aneh, baru kali ini aku merasakan seperti ini. Aku menahan segala rasa itu, menelan semuanya dan menenggak air.
Makan kali ini benar-benar menyusahkan. Tangan dibalut perban, lidah merasa pahit dan perutku seperti menolak makanan.
"Hyung ...."
Sebuah suara mengganggu lamunanku. Sebenarnya tidak bisa disebut lamunan juga karena aku hanya menahan mual, perih, dan nyeri.
"Oh, Jimin-ah, kau belum tidur?"
"Belum, dan bagaimana bisa?" jawab Jimin.
"Maksudnya?"
"Kau ... kau tidak baik-baik saja, Hyung, bagaimana aku bisa tidur dengan baik?"
Tumben sekali, biasanya dia tidak peduli dan langsung tidur apa pun yang terjadi seperti babi.
"Hoseok sudah tidur?" Aku mencoba mengalihkan jalan pembicaraan ini.
"Apa kau sakit, Hyung?"
"Aku bertanya duluan, Jimin," jawabku.
"Tapi aku butuh penjelasan, Hyung!"
Mataku terbelalak maksimal ketika nada bicara Jimin meningkat. Ini adalah kali pertama Jimin membentak kakak-kakaknya di BTS. Sebagai catatan, aku masih yang paling tua di sini. Iya aku tahu, Manajer Hyung dan Bang PD-nim lebih tua lagi, tapi ini konteksnya internal BTS, keluarga BTS.
"Memangnya kau butuh penjelasan apa?" tanyaku, mencoba meredakan suasana.
"Belakangan ini kau berubah, Hyung."
KAMU SEDANG MEMBACA
Off The Limits 2: A New Verge
FanfictionAku mulai tersenyum. Aku mulai tertawa. Aku mengerti dunia ini gila. Sabar? Aku sudah sangat sabar. Tabah? Aku lebih dari sekedar tabah. Lantas, mengapa aku masih merasa dunia memutarbalikkan keadaanku? Mereka bilang itu hanya gosip, hanya rumor, ha...