Mobil ayah berhenti hanya di depan gerbang sekolahku. Wajarlah so aku udah SMA, secara putih abu-abu masa masih saja diantar? 'GOD please kabulkan permintaanku itu, berikanlah aku sebuah sepeda motor ataupun apalah yang bisa kupakai untuk sekolah.' aku pun segera keluar dari mobil."Kanya?"
"Apa lagi ayah?" jawabku malas.
"Ga pamit?"
"Oh iya, maafin Kanya yah. Ayah hati-hati ya dah." aku berpamitan kepada ayah tidak lupa mencium kedua pipi laki-laki terhebatku itu.
mobil ayah perlahan meninggalkan gerbang sekolah dimana tadi ayah memberhentikanku. arrggh situasi yang tidak aku inginkan ini. kenapa mereka semua melihatku sebegitunya? Malah aku hampir telat,
'Yaelah mas mba seperti tidak pernah diantar Ayah kalian sendiri saja.'Aku geram sekali dengan mereka yang melihatku seperti melihat pocong beranak tuyul. OH MY GOD cobaan apa lagi ini.
Kanya bukan malu karna fisik ayahnya atau pekerjaan ayahnya atau apapun tentang ayahnya, lagipula ayahnya seorang atasan yang bekerja di ke-Dinasan. Malah dia bangga sekali dengan ayahnya itu, Kanya hanya takut di bilang anak papih seperti yang telah diutarakannya tadi. Kanya memang seorang gadis manis tapi gaya bicaranya itu selalu nyeletuk, blak-blakan bahkan kadang suka lupa keadaan dan tempat. Jika diperingati oleh bundanya pasti Kanya mempunyai 1001 alasan agar bundanya tak mempermasalahkannya lagi. cukup cerdas bukan? tapi tetap saja Kanya gadis remaja yang masih memiliki sifat yang kekanak-kanakan.
🐤
Aku berlari kecil meninggalkan gerbang sekolah menuju koridor. ah mengapa mereka tidak berhenti memperhatikanku?
'Ciee merhatiin gue. tau aja kalo gue single, ahaaai.' Kanya sadarlah ini sedang genting, masih sempet-sempetnya kamu ngelawak.Tiba-tiba ...
"Awwww ... " apalagi ini? belum puaskah hari ini masalah menghadangku. sekarang aku jatuh disini, dan sepertinya kakiku terluka. Bunda ... Kanya membutuhkanmu.
'Drama banget hidup lu Kanya.' Duh emang siapa sih nih yang nabrak. Pengen di semprot rasanya nih orang."Kaki gue sakit nih," gerutu ku kesal
"Sorry." membereskan bukunya yang bertumpuk-tumpuk.
'Wah jangan-jangan nih orang kakak kelas?' Mampus gue. Bunda tolong Kanya, tapi kalo dipikir-pikir ya bodo amat lah, dia yang salah ini.
Aku mencoba berdiri tapi sulit, luka di lutut ku sangat perih. Maklum kalau ada yang terluka pasti bunda langsung siap sedia, seperti dokter pribadiku saja kan?
"Eh lu itu jalan pake mata ga sih?" Aku mencoba berdiri lagi. kali ini bisa tapi masih saja terasa sakit.
"Ya jalan pake kaki lah," jawabnya dingin tanpa menatapku.
"Ih lo itu yah," gerutu ku, tiba-tiba kakiku kembali sakit. dan "awww." aku terjatuh kembali dan dia, cowo itu, laki-laki itu? Dia pergi begitu aja.
"Eh ga tanggung jawab lu, dasar cowo judes, ish awas lu sampai ketemu gue." teriakku tapi dia tetap mengabaikan ancamanku itu."Dasar cowo sialan, nyebelin, judes! Ish," gerutu ku sendiri.
"Hei," panggil seorang gadis remaja sepertiku pastinya. tingginya sama sepertiku tapi dia terlihat lebih culun.
Gadis itu menghampiriku,
"iya ada apaa, shh," jawabku sambil meringis menahan luka pada kakiku,
KAMU SEDANG MEMBACA
PARTNER
General Fiction"Karena aku tahu, bahwa kita akan tetap menjadi kita." -Riki