23. [I'm your Riki]

17 4 2
                                    

Semua masih sibuk dengan kegiatan masing-masing, tanpa sadar bahwa keindahan tempat ini lebih penting dari yang mereka lakukan.

Kota kelahirannya, kota yang sudah sangat lama ingin Kanya kunjungi.

"Curut! Bantuin," pekik pria dari balik mobil.

Kanya mendengus kesal, belum sampai 5 menit dia bergulat dengat udara sekitarnya, "iya sabar," jawabnya malas.

Villa ini dulu adalah rumah milik pakde, yang bukan lain adalah bapak dari Riki. Kebetulan? Lebih tepatnya, memang yang di hadapannya ini Riki a.k.a Rizki Rahman Dicky.

"Apa?" Rizki mendongakkan kepalanya.

Kanya menggeleng dan segera mengambil alih kopernya dari Rizki, dengan nada khasnya saat berterimakasih Kanya kembali membalikkan badannya dan berlari menyamakan langkah dengan Rani yang hampir sampai kamar. Dia berbalik arah menatap Rizki yang sedang sibuk mengobrol dengan penjaga villa, betapa manisnya pria itu.

Gubrakkk

Rani menarik tangan Kanya secara tiba-tiba dan menutup pintu kamar, menatap Kanya lekat dan menghampirinya secara perlahan, Kanya yang menabrak tepi tempat tidurnya langsung terduduk.

"Ran please, gua masih normal!" Kanya menutup matanya seraya mundur tidak sampai setengah meter

Rani tertawa kecil, "lu kira gua nafsu sama cewe! Gua juga normal kankan."

Kanya menepuk bahu Rani kesal dan mengambil posisi di atas ranjangnya, "ga lucu!"

Keduanya segera membuka lemari pakaian dan menyusun semuanya disana.

"Ini akan jadi tempat kita selama seminggu yak?" Rani merebahkan tubuhnya.

Kanya mengangguk, kembali mengingat setiap jengkal wajah Rizki dan laki-laki berjubah hitam. Dia merasa semuanya hanya fantasy-nya. Tidak ada sosok misterius, tidak ada kematian, bahkan tidak ada Riki. Kanya mulai merasa bahwa semua hanya imajinasinya, dia berada di bawah alam sadar saat tertidur dan mungkin ini

"Waktunya buat aku nanya semuanya ke Rizki"

Seperti sudah tidak sabar akan cerita dengan Rizki, Kanya segera mengambil gadgetnya dan keluar dari kamarnya. Meninggalkan Rani yang sudah terlelap entah sejak kapan.

🐤

Hidangan alam yang tidak pernah membuat nya bosan, tempat yang tidak sekalipun ia lupakan, dan kenangan yang akan selalu terngiang. Seketika imajinasinya bekerja, kedua bola matanya melihat jauh entah kemana. Tapi disana ia melihat ketenangan yang menimbulkan senyuman menyesakkan.

Tubuhnya runtuh tak berdaya, tidak tahu mengapa dia sangat lemah.

Ali masih asik dengan gadgetnya, Galuh sibuk membantu Reno berfoto ria. Memang tempat ini tidak ada yang menandingi,

"Kapan-kapan ke Padang lah, disana juga ada tempat bagus."

Kedua temannya hanya tertawa kecil melihat Ali yang tampak geram melihat kekaguman kedua  temannya pada kota ini.

"Eh li, liat tuh bidadari bule lu."

Kanya berlari mendekati Rizki,

"Ka lu ngapain sih? Kalau mau istirahat di kamar jangan disini. Udah ayo bang ... " ocehan Kanya terhenti saat melihat kedua bola mata Rizki, "bangun kak, mata lu sembab banget itu. Any problem?" Kanya berusaha berkata dengan hati-hati, suasana hati Rizki pasti sedang tidak baik dan itu sangat terlihat dari sorot matanya.

PARTNERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang