Sekarang Kanya telah menelusuri karpet merah yang tidak lain berarti penyambutan seseorang yang khusus. Dia melangkahkan kakinya mengikuti karpet merah itu tanpa melihat ke arah depan."Ini dimana?" pekik Kanya ketika melihat keadaan sekitarnya.
Dia terus menelusuri bangunan megah nan mewah itu. Langkah demi langkah berlalu, dilihatnya di segala sudut ruangan terdapat hiasan dari berlian. Kursi-kursi yang tertata rapih seperti yang terdapat pada acara resmi, belum lagi gaun pengantin yang dikenakannya. Dan itu semua seperti berada pada sebuah kerajaan.
Semua itu membuatnya bingung, namun mengapa di bangunan semegah itu tidak ada seseorang sama sekali. Jangankan seseorang, pelayan pun sepertinya tidak ada sama sekali disana.
Tapi bangunan itu sangat bersih, sangat wangi. Bukan kah seharusnya ada yang merawatnya. Namun siapa? Mengapa tidak ada sama sekali seseorang disini?
Kanya berlari kecil ke setiap ruangan, berharap dia menemukan seseorang. Dia berusaha berteriak sekeras mungkin namun tidak ada jawaban.
"Ini dimana sih? Bunda sama ayah mana? Maksud semua ini apa?" pekiknya masih terus menelusuri segala ruangan.
Sudah lebih dari tiga puluh lebih ruangan yang dia masuki. Kakinya mulai terasa lemas. Dadanya semakin sesak karna berlari-lari sejak tadi.
Ketika pertahanannya sudah rapuh, tidak sengaja dia melihat ke arah sebuah ruangan besar, sangat besar.
Perlahan dia memandangi ruangan itu lebih serius, dan dapat. Dia melihat Rani disana tidak lama kemudian Reno, dan semua teman-temannya.
Pikirannya mulai tenang, perlahan dia mengumpulkan kembali tenaganya. Mengatur nafasnya yang tidak tentu itu.
Dia melangkah menuju ruang besar itu dengan perlahan, dibukanya pintu besar yang transparan dan dihiasi berlian itu.
Ramai, itu yang dia temukan. Dimana Rani dan semua teman yang dilihatnya tadi. Disana terlalu banyak orang dan tidak mungkin dia menemukan Rani dari sekian banyak orang disana. Bukan hanya itu, bahkan ruangan yang dia masuki beberapa menit yang lalu itu sangat megah.
Bola mata kanya semakin menyayu. Lelah pikirnya, biar saja dia pingsan diantara banyak orang disana.
Perlahan di pejamkan sepasang matanya itu.3 detik, rasa kantuk sudah mulai terasa.
7 detik, terasa sudah sangat aman.
15 detik, rasa kantuknya telah menjalar ke bagian otaknya.
23 detik, kakinya mulai lemas. Tidak butuh waktu lama lagi pikirnya.
1 menit 2 detik, tubuhnya terasa akan tarjatuh.
1 menit 14 detik, Pingsan.
1 menit 17 detik, ada yang menangkap nya.
"Kanya ... Kanya ... Bangun. Kita harus tunangan. Kay, Kanya," ucapnya panik seraya menampar-nampar kecil kedua pipi Kanya.
Kanya yang merasa pertahannya sudah kembali normal segera bangun dari pingsannya. Dilihatnya tangan yang telah merangkulnya, ditelusurinya terus sampai berhenti diwajahnya.
"Mr.robot?" pekik batinnya. Di lihatnya lebih jelas lagi laki-laki yang berpakaian seperti seorang pangeran itu.
Tepat, matanya tidak salah kali ini. Dia benar Mr.robot. "modus lu Mr.robot," tukas Kanya berusaha melepaskan rangkulan laki-laki itu.
"Mr.robot? Aku Riki kay. Sahabat kamu dari kecil, dan sekarang kita harus tunangan. Ayah, bunda, sama tante aku udah nunggu kamu dari tadi."
Kanya membelangakan kedua bola matanya yang hampir keluar itu. Tidak beres ini pikirnya, dilihatnya ke arah kursi-kursi besar yang tertata rapih disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARTNER
General Fiction"Karena aku tahu, bahwa kita akan tetap menjadi kita." -Riki