Langkah kakinya terlihat lemas, matanya bahkan hanya menatap ke ujung sepatunya. Dia sama sekali tidak menghiraukan makhluk apapun yg berlalu lalang di sekitarnya.Tinnntttt ...
Suara klakson sepeda motor mampu membuat Rani terperanjak jatuh."Ya ampun neng. Kalau galau jangan di jalan. Gimana sih?" tukang ojek hampir saja menabrak Rani.
"Maaf mas," Rani meminta maaf seraya memundurkan tubuhnya dari jalan raya.
Tukang ojek segera pergi, suara knalpot motornya senada dengan getaran gadget Rani. Dengan malas di bukanya resleting tasnya dan mengambil gadgetnya.
"Kak Galuh? Jadi sedari tadi yang nelpon dia." Rani terlihat bingung mendapat pesan dari Galuh, karna dia sangat tahu Galuh adalah type laki-laki yang tidak suka bergaul dengan perempuan apalagi sampai menelponnya.
Praaannnkk
Gadgetnya terjatuh entah berapa kali terhenting dengan aspal jalan raya dimana kini Rani telah duduk dengan lutut kaki yang semakin lemah, mati rasa seperti hatinya."Kanya ... Ya gua harus ketemu Kanya." tangannya segera mengambil gadget yang berada tidak jauh darinya dan berusaha berdiri entah dengan bantuan apa, mungkin tekad.
Bayangan hitam menemaninya. Berlari menelusuri jalan yang tujuannya entah kemana.
"Kanya lu dimana sih?" nafasnya terengah-engah dengan mata yang melirik ke setiap pandangan yang di lihatnya.
"Kannnyyyaaaaa ... Kanyaaa ... Kankan ..."
🐤
"Sebentar. Eh lu denger suara Rani ga sih?"
Rizki hanya mengangkat kedua bahunya. Dan kembali mengumpulkan kekuatannya untuk menjelaskan semuanya kepada Kanya.
"Jadi kay, gua itu ... "
"Kannyaaaa ... Kanyaaaa ... Kanyaaaaaaaaa."
Lagi-lagi Kanya memutar arah kepalanya mencari asal suara yang terus menerus memanggil namanya.
"Kanya lu dengerin gua ga sih?" seketika Rizki menggenggam tangan Kanya.
"Sebentar dulu. Gua yakin itu suara Rani." Kanya bahkan mengacuhkan niat Rizki.
Di lepaskannya tangan Kanya dan segera duduk di bangku taman yang berada disana, sementara Kanya masih berdiri tepat di depannya dengan bola mata yang berkeliaran entah kemana.
"Kannyaaaaaaaaa ... "
"Astaga. Robot gila, itu Rani lari-lari sambil nangis." tangannya menggoyang-goyangkan tubuh Rizki namun dia hanya diam.
"Lu denger gua ga sih?"
"Terserah lu lah. Raniiii gua disini rann ... " Kanya berteriak seraya melambaikan tangannya sebagai tanda keberadaannya.
Rani berlari mendekati Kanya, dengan air mata yang tidak berhenti bergulir dari kedua bola matanya, tidak butuh waktu yang lama untuk meraih tubuh Kanya dan memeluknya dalam kerapuhan. Mulutnya terbungkam dengan banyak pernyataan yang saat sulit untuk di ucapkan. Pernyataan yang membuatnya seperti orang yang di lempari seribu batu oleng orang-orang yang sangat dia sayangi. Kanya yang bingung dengan Rani hanya dapat menenangkannya sebelum mendapat penjelasan dari Rani.
"Kanyaa ayo ... Kita harus ke bandara. Ayoo kankan ... " Rani langsung menarik tangan Kanya.
Namun tiba-tiba Rizki menarik tangan Kanya, matanya memberikan isyarat agar Kanya tetap tinggal disana bersamanya. Sementara air mata yang mengalir di pipi Rani membuat Kanya merasa iba.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARTNER
General Fiction"Karena aku tahu, bahwa kita akan tetap menjadi kita." -Riki