Matanya jatuh di pandangan Kanya, tak lama dari itu dia memutuskan untuk menggenggam tangan gadis itu. Membawanya keluar dari drama yang dibuat oleh keluarga Reno. Genggamannya sangat erat, menelusuri setiap ubin demi ubin dan menghirup udara segar ketika keluar dari sana.Kanya hanya mengikuti kemana Rizki akan menggenggamnya, menghela nafas perlahan, tak mengerti apa tujuan Rizki membawanya dengan diam. Kedua bola matanya hanya fokus memandang pangkasan helai demi helai rambut milik laki-laki yang menggenggamnya.
"Gua mau ngambil mobil, lu tunggu sini."
Kanya hanya mengangguk setelah mendapat perintah, perlahan Rizki melepas genggamannya dan berjalan menuju ke dalam parkiran dan beberapa menit kemudian sudah berada cukup dekat dengan Kanya dengan mengemudi mobilnya.
Kanya membuka pintu mobil,
"Eh, jangan masuk dulu!"
Kanya tampak tak mengerti lagi, benar-benar laki-laki yang susah ditebak.
"Tuh," ucapnya seraya mengarahkan jari telunjuknya ke seseorang, "ini karcisnya," sambungnya.
"Hah? Bayar parkir? Lu ga bisa apa ga bik ... "
"Sttt ... Jangan bawel, itu bapaknya udh nungguin," potong Rizki diikuti suara klakson dari mobil di belakangnya.
Dengan raut wajah yang masih kesal Kanya terpaksa mengeluarkan selembar uang dari slingbagnya. Dan dengan cepat masuk ke dalam mobil Rizki.
Mobilnya melaju dengan kecepatan standar, menghantam seluruh udara yang tak terlihat.
"Jadi, sebenernya lu mau ngomong apa?" Kanya memandang Rizki masih dengan raut wajah kesal.
Rizki diam, bola matanya tak mampu melihat Kanya, pikirannya kosong, otaknya tak mampu berputar, inikah saatnya?
"Awass ki!!"
Kanya membanting stir mobil Rizki hingga menabrak pohon besar, keduanya terbentur, Rizki terluka dibagian keningnya, dan seketika pingsan.
"Aww ... Sakit tau ga sih lu itu kalo nyetir ya hati-hati!"
"Eh bangun udah!"
"Lah ini dia pingsan beneran? Rizki ... Ki, wehh bangun! Jangan bercanda ki, gua ga bisa nyetir. Eh ki!" Kanya mencoba menyadarkan Rizki dari pingsannya namun Rizki tidak sadarkan diri juga.
"Astaga darah," pekiknya saat mendangakkan kepala Rizki. "Kanya tenang ... Kay tenang jangan panik, dia cuma pingsan. Aduh bunda Kanya harus apa? Minyak kayu putih iya minyak mana minyak." Kanya semakin meracau seyakin paniknya.
Tangannya meraih kotak P3K dengan gemetaran, semuanya berantakan, terjatuh ke bawah. Berulang kali Kanya mencoba menghela nafas, merilekskan dirinya.
"Kanya," ucap Rizki pelan seraya memijit perlahan kepalanya.
"Ih! Lu itu ya, gua panik tau ga! Gua gatau harus ngapain, gua ga bisa nyetir, gua takut lu kenapa-kenapa, gua takut ditempat sepi kaya gini, gua ... "
Rizki langsung memeluk kanya yang telah menangis ketakutan, diusapnya lembut helai demi helai rambut kanya.
"Kalo bercanda jangan keterlaluan, jahat, lu jahattt," pekik Kanya kembali dalam dekapan Rizki.
"Gua ga bercanda Kanya, gua juga gatau tadi gua pingsan. Udah ya, gua ada disini, jangan takut."
Perlahan Rizki melepas dekapannya, Kanya mulai tenang, air matanya yang mengalir sudah diusapnya, hanya tersisa mata yang sedikit memerah karna dia sempat menangis.
"Yaudah kita jalan pulang ya."
"Tapi itu kening lu harus di obatin dulu."
Rizki meraba luka pada keningnya, dan melirik acuh ke Kanya yang mengangguk perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARTNER
General Fiction"Karena aku tahu, bahwa kita akan tetap menjadi kita." -Riki