Ulangan Kenaikan Kelas sudah berakhir. Pengambilan rapor juga sudah lewat beberapa hari lalu. Hari ini Ines bisa berlibur sepuasnya tanpa beban pekerjaan rumah. Hah.
Saat itu, Mama sengaja membuat diri sendiri terlambat datang karena ingin mengobrol banyak dengan Bu Rina. Ines sempat menunggu lama di depan kelas alias pagar balkon, tempat favorit Ines selama ini. Sementara semua temannya sudah pulang ke rumah dengan rapor di tangan mereka. Raut wajah mereka pun berbeda-beda. Ada yang senang, murung, pasrah, dan datar. Kalau tampang songong termasuk, yah, Bagas memasang wajah seperti itu.
Perempuan tinggi kisaran 1,6 meter itu termangu. Merenungkan memori kelas delapan di kepala. Berputar seperti film zaman dahulu. Abu-abu, tetapi ramai dan ceria. Semua adegan lama terputar di sana. Berisiknya kelas, omelan Bu Rina yang hampir sama sekali tidak digubris siswa-siswi VIII-4, perdebatan kecil yang dibuat bersama tiga temannya, pertengkaran yang pernah terjadi di antara mereka, dan sebagainya. Ines akan meninggalkan itu semua, berjalan menuju tahun senior. Hingga seseorang membuyarkan lamunan Ines dengan menepuk bahu cewek itu.
Cewek hijab berpakaian kasual menghampiri Ines dari kelas, bertanya, "Masih lama?" Hanya sebagai basa-basi. Ines pun hanya menggeleng sebagai jawaban. Termakan kebosanan, Sasa menyeletuk, "Eh, kemana kek, kuy. Bosen gue."
Ines menoleh, berpikir sejenak. "Ayo, jajan," jawab Ines sembari beranjak dari duduknya di koridor samping kelas. Ponselnya dia masukan ke dalam saku celana.
"Ih," kedua alis Sasa menyatu, "maksud gue, pas liburan nanti."
Ines yang sudah setengah berdiri, sukses labil antara kembali duduk atau tetap melancarkan niatnya ingin berdiri. "Hah? Kenapa?" dia linglung.
"Ya kemana gitu." Sasa malah memilih ikut duduk di samping Ines yang masih labil. "Joging mau gak?" tawarnya.
Akhirnya, dia memilih kembali duduk sembari mencibir. "Kapan?"
"Mm ..., hari Senin? Di taman deket mall yang kemaren itu, loh. Seru, kayaknya."
Bola matanya dia putar, berpikir. Lalu mengiyakan ajakan Sasa tersebut setelah berkata, "Norak lo."
•∞•
Yah, Ines sudah mengira sebuah ajakan joging tidak benar-benar seperti joging. Mungkin, hanya Ines yang terlihat seperti itu. Bahkan, keringat Ines sudah mengucur lebih dulu. Ya iyalah, Sasa itu cuma berjalan (berjalan sehat, katanya.) Kalau Ines, benar-benar joging. Yang kata KBBI, adalah kegiatan berlari pelan (antara lari dan berjalan) untuk kesehatan.
Selagi Ines menghusap peluh di dahi, Sasa bertanya, "Lo udah tau belom—"
"Wah, udah tau gue, Sa! Tau banget," sahut Ines cepat, masih sembari berjoging ria.
Sasa mencibir. Rupanya Ines masih bete soal Sasa yang ngomong doang, tapi nggak joging. Pura-pura tidak mendengar nada sarkastis dari sana, Sasa tetap bertanya lagi, "Soal Uzi?"
Gelagatnya, Ines penasaran juga. Dia menoleh, memelankan langkah. "Yang mana?" tanya dia balik.
Spontan, Sasa berhenti berjalan sehat. "SERIUS?! BELOM DIKASIH TAU?" pekik Sasa kaget, sekaligus heran. Melihat itu, Ines hanya mengidik ragu. Ragu apakah dia benar-benar tidak tahu apapun itu yang dimaksud Sasa, atau dia hanya lupa. "Ah! Untung gue tanya!" Sasa kembali berseru.
Pada akhirnya, Sasa tetap membawa Ines menuju rumah Uzi untuk suatu urusan. Tanpa membiarkan cewek itu mencangkul ingatan lebih dalam. Agaknya dia tidak percaya kalau Ines belum mengetahui hal tersebut. Begitu sampai, mereka berhenti di balik sebuah pohon yang berdiri kokoh tidak jauh dari rumah Uzi. Ines jengkel sendiri, dia bertanya, "Kita ngapain, sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Putih Biru
Teen FictionKehidupan gadis SMP ini nggak senormal yang kalian pikir. Baru kali ini, Ines merasakan bagaimana rasanya ditinggal seorang ibu. Walaupun dia sudah terbiasa tanpa ayah, rasanya beda jika orang tersebut adalah ibu, wanita yang rela membesarkannya dar...