Part 20 - Best Day Ever

315 18 0
                                    

     Membawa kegembiraan hati, Ines pulang sendiri ke rumah membawa piagam penghargaan yang telah diraihnya. Medalinya baru saja diserahkan ke sekolah untuk disimpan di dalam kaca berisikan penghargaan siswa-siswi dari awal sekolah dibangun.

     Ines masih ngambek dengan Adit karena tidak bisa menjemputnya di rumah Sasa, beralasan sedang berjalan-jalan bersama Keysha—pacarnya. Membuat Ines harus bersusah-payah naik busway dua kali dengan bawaannya yang lumayan berat. "Ini mah namanya bersenang-senang dahulu, bersusah-susah kemudian," gerutu cewek itu.

     Begitu menginjak teras rumah, Ines langsung menaruh tasnya dengan kasar ke atas kursi rotan. Kemudian menarik nafas dalam-dalam, rindu suasana rumah.

     Lima hari bermalam di rumah Sasa. Lima hari memendam rasa tidak enak hati karena merepotkan orangtua Sasa. Lima hari tanpa rumah kesayangannya. Lima hari tanpa Ali. Lima hari tanpa nasi goreng khas Tante Sara. Lima hari tanpa jaket skyblue tebal milik Mama.

     Dan jangan lupa, lima hari tanpa sekolah. Padahal, ujian akan dimulai minggu depan.

     Setelah membuka kunci pintu dan menaruh barang-barangnya ke atas sofa ruang tamu, Ines mencium bau masakan yang masih sangat familier di hidungnya. Kwetiaw goreng. Masih hangat, seperti baru dimasak—atau, memang iya(?). Mengikuti arah bau itu berasal (bayangkan kartun Tom and Jerry,) Ines mendapati sepiring besar kwetiaw goreng kesukaannya di meja ruang tengah. Cewek itu mencicip dan seketika terkesiap. Dia masih ingat rasa masakan tersebut. Dia masih ingat bagaimana rasa kwetiaw buatan ibunya.

     Punya Ines jangan pedes terus kecapnya banyakin ya, Ma.

     Seketika memori berputar terus-menerus di kepala seperti kaset rusak.

     Pada sekeliling piring itu, terdapat ukiran, 'Dimakan ya, Nes'. Meski berbentuk ukiran, tetapi Ines masih ingat bagaimana gaya tulisan Mama. Itu tulisan tangan Mama. Ines berasumsi kalau piring ini, piring buatan Mama yang dibuat di rumah tahanan sana. Dan, masakan ini dibuat Mama lalu dikirimkan ke rumah melalui Om Torim. Seperti beberapa waktu lalu, Om Torim memberikan gantungan kunci yang terbuat dari bola-bola kecil atau beads. "Dari Mamamu," katanya.

     Ines mengurungkan niat untuk makan kwetiaw tersebut sekarang juga. Mengingat dia sudah makan di rumah Sasa setelah kembali dari sekolah, dan sebelum berangkat kembali ke rumah. Kenyang.

     Keinginannya memeluk jaket skyblue Mama membesar semenjak memori itu masuk ke kepalanya. Sudah seminggu dia tak melakukan hal itu, menahan rindu secara manual. Ines masih terus mencari jaket tersebut di tempat dia terakhir kali menaruh, tidak ada. Di tempat cewek itu pertama kali melihatnya, tidak ada. Di dalam lemari kecil milik Ali, tidak ada. Di lemari miliknya, tidak ada. Di balik bantal-bantal, tidak ada. Bahkan di dapur dan kamar mandi pun, tidak ada.

    Setelah itu, Ines mencoba menelpon Bi Helen untuk menanyakan keberadaan jaket andalan Mama. Bi Helen—yang telah digaji oleh keluarga Tante Sara untuk mengurus beberapa keperluan Ines dan Ali, seperti mencuci, menggosok, dsb—menjawab dengan logatnya seperti biasa, "Ndak tau bibi, ndok. Bibi ndak pernah buka-buka lemari," dibalas dengan helaan nafas pasrah dari Ines.

     Akhirnya, Ines menyerah. Berniat membuka lemari es, mencari sesuatu yang segar. Dan di sanalah Ines menemukan kejanggalan lagi.

     Jus alpukat dan puding lengkap dengan vla. Keduanya adalah minuman dan camilan favorit Ines (dan Ali) buatan Mama. Jusnya tidak hanya segelas, terdapat satu botol besar penuh jus alpukat dan satu kaleng susu kental manis rasa coklat sebagai tambahan. Puding besar berwarna merah muda dan juga semangkuk vla rasa vanila.

     "Bangke, kok jadi serem gini, sih, rumah gue," Ines melirih sembari menutup pintu lemari es tersebut perlahan.

     Adit datang tak diundang, bersandar pada dinding pembatas ruang tamu dan ruang tengah. Menyeletuk enteng, "Serem apanya?" Terlihat sekali baru pulang karena cowok itu terlihat sedang memutar-mutarkan kunci motornya ke udara.

Putih BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang