8; Arti Sebuah Senyum

2K 270 5
                                    

8| Arti Sebuah Senyum



Seulgi membalikkan badannya untuk melihat wajah lelaki itu.

"Kamu, siapa sebenarnya dirimu?"

"Pangeranmu."

Seulgi menjitak dahi Jimin.

"Aw," Jimin merintih kesakitan.

"Akhirnya aku bisa melakukannya."

"Ya, Kang Seulgi!"

"Kau masih tidak mau melepaskan aku, huh? Aku bisa menjitakmu lebih dari seratus kali."

Seulgi memberi Jimin peringatan supaya lelaki itu melepaskan tangannya yang melingkar di pinggangnya.

Jimin hanya menggelengkan kepalanya dengan senyum manisnya. Seulgi bingung harus berbuat seperti apa lagi supaya bisa lari dari lelaki yang mengaku dirinya adalah pangeran.

Seulgi mematung dalam pelukan Jimin, gadis itu terus menatap Jimin dari mata sipitnya yang menawan lalu ke hidungnya dan senyumnya yang menggoda.

Tunggu, sejak kapan aku memuji lelaki ini? Seulgi segera menyadarkan dirinya sebelum dia bertingkah aneh dan memuji lelaki yang sedang memeluknya. Namun, Jimin hanya diam dan melihat Seulgi, membuat Seulgi juga hanya melihat Jimin tanpa menggerutu.

Seulgi teringat bahwa sedari tadi waktu pentas dia hanya merutuki para wanita yang menyoraki keberadaan lelaki ini namun sekarang dialah sendiri yang memuji lelaki itu. Seulgi masih mematung dengan pendapat-pendapat yang berseteru dalam benaknya dan Jimin malah tersenyum melihatnya begitu, melihat Seulgi berwajah sok serius dan misterius. Padahal Jimin sudah tahu segala hal tentangnya meski Seulgi melupakannya, menurut Jimin.

"Kau tidak apa-apa? Atau haruskah aku membantumu mengingatku?" Jimin jahil dan dia sudah memiliki kebisaan itu -si tukang jahil.

Seulgi menggeleng dia tampak mencoba mengingat siapa lelaki ini namun usahanya gagal dia selalu bertanya pada batinnya, Apa aku benar amnesia sehingga aku melupakan siapa lelaki menawan ini? Seulgi menggeleng lalu batinnya berkata,"Kenapa aku memujinya lagi?" Jimin mendengar Seulgi berkata demikian, dia tersenyum dan mengeratkan pelukannya. Jimin tahu sekarang benak seorang Seulgi sedang dikerumuni dengan banyak pertanyaan. Yaitu tentang dirinya, Park Jimin, seseorang yang membuat Kang Seulgi mengerutkan alis.

"Ah, Molla."

"Molla."

"Molla."

Seulgi sudah tidak kuat, dia tidak bisa mengingat. "Jika kau berharap aku mengingatmu," Seulgi menunduk. "Seperti kau harus kecewa. Aku tidak bisa mengingatmu. Aku benar-benar menyerah untuk mengingatmu."

"Kau baik-baik saja, Seulgi-ya?" Seulgi melihat Jimin yang sedang menatapnya khawatir. Seulgi merasa jahat karena Seulgi senang melihat wajah Jimin yang begitu.

Kini Seulgi mulai berteriak dia tidak lagi berdebat dengan pikirannya lagi-lagi penyebabnya karena Jimin sang penjahil ulung. Jimin malah melebarkan senyumnya giginya tampak ikut menertawakan Seulgi membuat pipi Seulgi membara malu.

Park Jimin malah balik bertanya. Seulgi diam. Jimin rasa Seulgi sudah dalam tahap ketujuhnya-itu teori yang Jimin kumpulkan tentang Seulgi seorang saja-bahwa saat Seulgi sedang malu dia tak mampu berkata-kata lagi.

"Ya, kau tahu tidak, begitu jahatnya kau yang melupakanku? Sedang aku disini," Jimin melepaskan tangan kanannya untuk menunjukkan otak dalam kepalanya lalu tangannya kembali memeluk. "Disini aku masih saja menyimpanmu bahkan lihatlah ke mataku," Seulgi menuruti peritah Jimin tanpa suara "lihatlah ke mataku aku masih, aku tetap menyimpanmu dalam ke mataku."

Seulgi menaruh ke dua tangannnya di depan dadanya. Dia berharap lelaki ini tak mendengar jantungnya yang semakin melaju kencang saat mendengar kata-katanya baru saja.

Jadi lelaki pemilik mata menawan ini sebab dalam bola matanya terdapat bayanganku? Seulgi tersenyum dengan kesimpulannya tersendiri.

"Kenapa kau malah tersenyum, Seulgi-ya?" Jimin mengeratkan lagi pelukannya sehingga tak tercipta jarak diantara keduanya, sedang mata Seulgi sekarang terbelalak menatap Jimin.

"Seulgi-ya, jelaskan padaku arti senyummu itu!"

(*)
Kang Seulgi POV

Aku mengingatnya lelaki yang sedari tadi erat memelukku. Aku mengingatnya. Betapa berdosanya aku berani-beraninya melupakannya padahal hanya beberapa tahun saja aku tak bertemu dengannya. Batinku terus saja bergumam, Park Jimin maafkan aku. Namun aku malah menatapnya dengan senyum. Senyum karena aku merindukannya, senyum karena aku berhasil membuatnya merasa bodoh, entahlah ku pikir aku memiliki banyak arti di senyum yang aku hadapkan pada Jimin. Tak peduli bagaimana dia akan mengartikan senyumku itu. Terserah dia saja.

Jimin masih saja memelukku, matanya mulai buas seolah mau menerkamku hidup-hidup karena aku yakin dia tak akan memakanku saat aku tak hidup.

Tunggu, apa yang sedang aku bicarakan?

Aku memegangi kedua pipinya, halus dan mulus. Sepertinya dia melakukan perawatan. Ketika aku memegangi kedua pipinya, mata Jimin langsung terbelalak. Dia terlihat lucu.

Jimin-i, kau masih belum berubah ya? Atau pesonaku terus membara dimatamu?

"Aku mengingatmu, Park Jimin-ssi," ucapku dengan senyum. Aku tak tahu bagaimana lelaki ini tumbuh begitu mempesona tanpaku. "bagaimana kabarmu, Park Jimin-ssi?" dia mulai mengembangkan senyum. "Apa kau makan dengan baik? Apa kau berteman dengan baik? Apa kau selalu memimpikan aku?" jujur pertanyaan terakhirku adalah pertanyaan paling bodoh yang pernah aku tanyakan selama aku bernafas. Oh tidak, mengapa aku bisa menanyakan hal bodoh itu? Akan tetapi, Jimin menjawab semua pertanyaanku dengan mengangguk dan tangannya memegangi tanganku yang sedang memegangi kedua pipinya.

Mungkin, bukan hanya aku yang merasa bodoh kali ini. Tapi, lelaki ini juga. Namanya Park Jimin si Tampan. Ak, kenapa aku terus memujinya?

Bodoh, bodoh, bodoh.

Lalu hal terbodoh yang aku lakukan setelah pertanyaan itu adalah menawarkan tanganku pada Jimin untuk digenggamnya.

Author, kenapa kau buat aku tampak bodoh di hadapan lelaki ini?

(*)
Park Jimin POV

Gadis yang sedang ku peluk ini, menjadi tak terkendali yang membuatku semakin lepas kendali. Dia memang istimewa. Dia tersenyum lalu menyentuh kedua pipiku hangat. Dia tersenyum. Dia tersenyum. Aku menyukai fakta itu.

"Aku mengingatmu, Park Jimin-ssi," ucapnya tersenyum yang membuat jantungku bergerak liar tak terarah. "bagaimana kabarmu, Park Jimin-ssi?" dia menanyakan kabarku? Aku tersenyum mendengar pertanyaannya. "Apa kau makan dengan baik?" aku mengangguk melepaskan pelukanku. "Apa kau berteman dengan baik?" aku mengangguk memegangi tangannya yang memegangi kedua pipiku. "Apa kau selalu memimpikan aku?" aku menggenggam tangannya yang memegangi pipiku dan terus mengangguk. Meski aku masih tak percaya dia kini berani menanyakan hal yang seperti itu. Aku senang mendengarnya.

Seulgi melepaskan tangannya dari pipi dan genggamanku lalu menengadahkan tangannya dihadapanku. Aku melihat matanya dan menggenggam tangannya. Kau yang menawarkan lebih dulu, Kang Seulgi. Aku tak akan melepaskannya.

"Aku lapar. Ayo kita pergi makan, Park Jimin." Ucap Seulgi menarik tanganku pergi.

Dengan tingkahmu yang begini, kau berhasil membekukan aku di tempat. Aku merindukanmu, Kang Seulgi.





(bersambung)

Would you see me, Kim Taehyung?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang