23; Dalam tahap

1.9K 212 34
                                    

23| Dalam tahap

Jimin sampai di pekarangan rumah Seulgi. Jimin mengecek ponselnya dan mengetik pesan kepada Seulgi. 

Jimin: Aku sudah di depan rumahmu, Seulgi.

Seulgi: Baiklah, aku akan keluar. 

"Sudah siap, Nona Cantik?" Goda Jimin dengan senyum manisnya dan menawarkan tangannya bak pangeran pada putri dalam serial cerita fantasi televisi.

Senang melihatmu tersenyum, Jimin-ah, Seulgi tersenyum melihat Jimin. 

"Tentu saja, Tuan." Ak, Seulgi malah ikut menggilai peran yang dimainkan Jimin. Seulgi memberikan tangannya dan membiarkan Jimin menggenggamnya.

Begitu hangat, ujar hati Seulgi saat lelaki bernama Jimin itu menggenggamnya dan menaruh tangannya dalam saku mantelnya.

"Ayo, pergi makan!" teriak Jimin gembira.

Apa kita sedang berkencan? tanya hati mereka berdua. Tapi pertanyaan itu terendam karena kebahagiaan mereka lebih memuncak dibandingkan tanya-tanya itu.

"Ayo, kita makan, Jimin-ah." Seulgi tersenyum pada Jimin.

Ak, aku bisa jatuh pingsan karena senyummu itu Seulgi-ya, Jimin tersenyum dan menggerutu dalam hati saat melihat senyum Seulgi yang amat mempesona baginya.

"Aku ingin makan ramen, tapi aku juga ingin makan tteokbokki. Bagaimana ini?" tanya Jimin yang sedang kebingungan sambil linglung memegangi perutnya kelaparan.

"Kau mengajakku makan malam atau hanya mengemil, huh?"

Jimin tersenyum canggung, sejujurnya aku hanya ingin bertemu denganmu, Kang Seulgi. "Baiklah kalau begitu kita makan dua-duanya saja." Jimin mengabaikan pertanyaan Seulgi.

"Ya, apa perut kecilmu itu muat makan segitu banyaknya, huh, Park Jimin?" ledek Seulgi melihat perut kecil Jimin.

"Ya, kau tak pernah melihat otot perutku, ya? Mau aku tunjukkan, huh?" pamer Jimin. Jimin ingin terlihat sangat pria dihadapan gadis ini.

"Mana, mana?" tantang Seulgi namun Seulgi tak sepenuhnya serius mengatakannya. Dia hanya menguji Jimin saja.

"Sini biar aku tunjukkan." Jimin menggunakan tangan kirinya untuk membuka sebagian bajunya agar Seulgi dapat melihatnya.

Belum sempat membukanya, Seulgi berteriak. "Ya, Park Jimin! Aku hanya bercanda, kau tahu! Apa kau bodoh ini jalan raya, jalan besar. Apa kau melakukan hal bodoh itu di sini, huh?" Seulgi benar-benar gelagapan melihat Jimin yang benar akan melakukannya.

"Anehnya, setiap yang kau katakan dan setiap yang kau minta padaku. Dengan mudahnya aku menurutinya, dengan mudahnya aku melakukannya. Jika kau yang mengatakannya, aku selalu saja menurutinya, Seulgi-ya. Aku seperti telah kau mantrai untuk mematuhimu. Haha." Jimin berkata bodoh. Dia benar-benar mengatakan yang dia rasakan. Dia benar-benar terkutuk oleh Kang Seulgi. Jimin terkekeh.

"Ya, apa aku terlihat menyeramkan bagimu, huh? Aku kau andaikan bak penyihir, huh? Apa rambutku berantakan?" sebelah tangan Seulgi memegangi rambut lurus halusnya, "katakan padaku, Park Jimin. Apa aku begitu mirip dengan penyihir dalam bayanganmu?" Jimin menggeleng dengan menahan tawa, "apa kau bersungguh-sungguh?" Jimin mengangguk menjawab pertanyaan Seulgi, "kau tak membohongiku 'kan, Park Jimin-ssi!" tatapan Seulgi benar-benar menakutkan tapi Jimin tetap menyukainya.

"Aku tidak membohongimu, Kang Seulgi. Kau bukanlah penyihir," Jimin tersenyum dan terlihat sedang menyiapkan diri, "tapi kau lebih menakutkan dari penyihir-penyihir yang ada di dalam film." Jimin menyiapkan diri untuk kabur dari terkaman Seulgi.

Would you see me, Kim Taehyung?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang