Masih- Kupon Makan Gratis

145 15 0
                                    

ENAM

"Kita makan," ujar Rhae. Mereka memasuki rumah makan keempat. Dan Rhae masih memasukan makanan di hadapannya pada mulutnya. Sedangkan raut wajah Yunhyeong telah berubah sedikit menahan sesuatu dan keningnya sudah bercucuran keringat dingin. Rhae memakannya dengan santai. Menikmatinya pelan-pelan sedangkan Yunhyeong hanya menatap kosong tanpa selera mengulurkan tangannya untuk sekedar merasakan nikmatnya santapan itu. Baunya yang menyeruak tak harum lagi, kuahnya yang terlihat bening tak menggiurkan kembali. Sup Iga Sapi itu hanya dinikmati Rhae saja.

Rhae mengalihkan pandangannya menatap ke arah Yunhyeong. Ia merasa geli ketika ekspresi wajah laki-laki di didepannya ini berubah masam. Ia sempat beberapa kali menghirup nafas dalam-dalam.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Rhae sedikit cemas namun ia masih merasakan geli.

"Tidak. Aku hanya-" Ia menahan perkataannya karena ekspresi wajahnya terlihat tidak dapat menahannya.

"Kita ke toilet sekarang." Yunhyeong menggeleng cepat. Rhae sedikit panik. Namun Rhae bersikeras mengajaknya ke toilet karena laki-laki ini melewati batas kemampuannya dalam hal makan. Dia tetap kukuh dengan apa yang menjadi kemantapannya,  ia tetap menggeleng. Bahkan mereka tak sadar jika ada beberapa orang mengamatinya.

"Hyeong-ya?" Ia menatap Rhae.

"Cepat!"

Sedetik kemudian ia menjadi luluh dan mengikuti Rhae yang menariknya ke toilet.

Rhae mengantarnya sampai di depan toilet dan berkata sebelum Yunhyeong masuk ke toilet.
"Keluarkan jika tak bisa kau tahan."

Wajah laki-laki itu terlihat sedikit lebih masam lagi karena yang di dalam perutnya berontak. Memberontak Yunhyeong untuk segera mengeluarkannya. Rhae sedikit cemas, ini semua karena ulahnya tapi dia sendiri bilang jika akan mengikuti Rhae sampai kupon itu terselesaikan dan pulang dengan kenyang  tapi nyatanya Rhae masih bertahan namun perut laki-laki itu tidak seperti perut Rhae.


        Yunhyeong keluar dengan wajah lega namun fisiknya begitu lemas dan bisa saja ambruk. Rhae menghampirinya.

"Kau tidak apa-apa?" Yunhyeong memaksakan senyumnya. Ia sudah tampak tak karuan. Jaketnya ia sampirkan pada lengannya dan satu tangannya memegang perutnya.

"Mungkin aku akan dipecat menjadi model jika setiap hari mengikuti cara makanmu." Rhae mengerti, ia bisa saja membengkak jika setiap hari makan seperti ini tapi Rhae sendiri akan makan seperti tadi hanya kalau ada selera untuk makan namun jika tidak. Dua hari bisa ia lalui tanpa memakan nasi dan hanya minum juga memakan roti. Itu kalau dia ingat.
"Kita pulang saja." Sahut Rhae.

Melihat kondisi Yunhyeong saat ini tak mungkin jika meneruskan kupon itu. Lebih baik pulang dan membiarkan laki-laki ini istirahat.

"Tidak. Kita harus menikmatinya sampai akhir." Elaknya. Rhae tidak habis pikir dengan laki-laki ini. Jelas saja karena saat ini ia seperti bukan manusia lagi. Wajahnya kusut dan sedikit  pucat dan itu yang membuat Rhae benar-benar khawatir.

"Jangan gila. Wajahmu sudah pucat seperti itu."
"Ayolah Rhae!"

"Yunhyeong-ya.  Jangan memaksakan dirimu," ucap Rhae, memperingatkan lagi.

"Jangan khawatir. Aku tidak memintamu untuk menyelesaikan kupon. Kita ke ujung jalan dan menyaksikan beberapa musisi jalanan yang mulai memainkan musiknya disana."
Rhae menimbang-nimbang usulan laki-laki ini. Mungkin ia bisa menerima pendapat itu. Rhae mengangguk. Ia hanya meminta untuk duduk dan mendengarkan alunan musik. Itu saja.

Mereka berjalan keluar rumah makan. Rhae sesekali mendapati wajah biasa dari Yunhyeong. Ia sama sekali tidak menunjukkan jika dirinya sedang lelah. Malah ada sebuah pancaran yang tak bisa dijelaskan.

RAIN IN SEOUL✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang