Perpisahan

121 14 1
                                    

DUA PULUH TIGA

Hanya dengan suara,  banyak orang tiba-tiba merindu.

  Hari ini, kursi roda masih menjadi teman setia Rhae.  Ia belum bisa meninggalkan kursi yang dapat berjalan itu.  Ibunya berada dibalik kemudi,  ia mendorong Rhae hingga masuk sebuah pemakaman.


Ia melihat sebuah nama yang pernah mengisi relung hati. Ia pernah tertambat,  pernah tersemat. Buket bunga diletakkannya di depan batu yang menjadi tanda disanalah dia beristirahat.
"Mianhae."

"Saranghae," akhirnya lirih. Ia sempat merekam, bagaimana wajah seorang yang mengisi hari-harinya dulu. Jung Chan Woo,  ia terlalu lama terlupakan olehnya. 

"Eomma?" Rhae belum bergeming, masih memandangi nama yang tertulis di hadapannya.
"Ne?"

"Apa aku boleh egois untuk sekarang? bolehkah sekali saja aku berharap menemaninya?"

Wanita paruh baya yang berada disampingnya itu tercenung.  Ia merasakan sayatan hati putrinya.

"Sayang?" lirihnya.  Kini ia berjongkok di sebelah Rhae yang masih menatap apa-apa yang berada di hadapannya.

"Apa yang kau katakan?  Sudah pasti Chan Woo menemukan sesuatu yang lain disana. Dan,  dia ingin kau menemukan sesuatu yang lain pula."

Tangan ibunya bergerak menangkup jemari Rhae,  membuat gadis itu menoleh pada ibunya dengan luruhan cairan asin dari pelupuknya.

"Eomma?" kali ini suaranya lirih sekali.  Wanita yang menggenggam jarinya ikut kalut,  kemudian menarik Rhae dalam pelukannya.

***

                   Koper besar mengekor di belakangnya.  Kaca mata hitam bertengger pada hidungnya.  Pengeras suara menyeru penerbangan ke Italia 5 menit lagi.  Ia terlihat merogoh sakunya,  mengeluarkan ponsel lebar dan menekan-nekan beberapa kali sebelum akhirnya beralih tertempel pada telinganya,

Beberapa detik kemudian,
"Yeobseyo?" seulas senyum luruh ketika suara di seberang sana menjawab.
"Neo eodiseo?"

Yunhyeong,  ia telah siap untuk pergi ke Italia, dan memulai serangkaian jadwal yang telah ditentukan.

"Aku akan berangkat hari ini," ia berpamit.  Berpamit,  tentu saja pada gadis itu.

Gadis itu, iya,  Rhae.

"Jaga dirimu baik-baik.  Suatu saat nanti aku yang akan menemuimu. Aku yang akan mencari,  jadi,  beritahu aku dimana kau, agar aku pun tak susah payah mencarimu." Yunhyeong tercekat ketika mengatakan ini,  hanya di seberang sana kekehan kecil terdengar.

"Baiklah.  Kau juga harus menjaga dirimu baik-baik,  dan,  saat kita bertemu kembali kau harus menyerahkan sebuah lagu untukku.  Kurasa,  kau pernah berhutang itu padaku?" suara di seberang sana membuatnya mengingat suatu hari ketika mereka menyelesaikan acara menghabiskan kupon makan gratis,  dan,  duduk di sebuah ujung jalan.

"Oh.  Aku ingat dan akan kuingat baik-baik."

"Baiklah.  Sampai jumpa."

Yunhyeong menjawabnya namun lirih,  sedetik kemudian mereka saling memutuskan sambungan.

"Yunhyeong-ah?! Kau jadi naik ke pesawat atau tidak?" Shim Chang Woo sudah terlihat di bagian antrian panjang masuk ke dalam area penyerahan tiket.

RAIN IN SEOUL✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang