Rhae? Apa kau tak mendengarku?

609 32 4
                                    


SATU

Tak mungkin gadis sepertinya sampai tertidur dalam kereta. Kereta bawah tanah yang melaju pukul setengah sepuluh malam. Tak banyak penumpang mengisi kursi panjang yang berada di sisi gerbong. Hanya satu wanita agak kurus kering berambut pirang yang pasti bukan orang Korea dan dua orang pria di pojok gerbong yang terlihat kelelahan. Dan dia sendiri -Han Yoo Rhae.
Matanya tak kuasa melawan rasa kantuk yang menyerangnya. Ia hanya tidur beberapa jam kemarin dan hari ini mungkin hal yang sama akan terjadi.

Ia menahan kantuknya, menahan sekuat yang ia bisa. Sampai ia melihat seorang wanita berjubah putih melewatinya. Yoo-Rhae memaksakan matanya membulat kembali berusaha mengamati wanita yang melewatinya pelan-pelan itu.
Dia terlihat lusuh. Darimana ia berasal? Gerbong sebelah?

Rhae menoleh ke kanan, ia masih menemukan wanita yang sejak tadi disana, ia memakai setelan kantor.

Lalu siapa ini?

Bersiaplah, wanita itu terlihat akan menoleh.
Separuh wajahnya terlihat. Separuh wajahnya rusak. Menyeramkan, Yoo-Rhae tercekat.

Ia sama sekali tak mengedipkan matanya, apakah ia melihat hantu? Apakah ini halusinasi? Apa benar itu yang disebut -sebut orang sebagai hantu?

Yoo-Rhae melihat penuh wajahnya. Hancur, wajahnya berlumur darah. Yoo-Rhae terkejut tapi tak sampai berteriak. Matanya terpejam rapat sembari menenggelamkan wajahnya ke dalam tas tangan yang ia pangku.

Tak menyadari jika tubuhnya saat ini gemetar. Ia takut dan ia tak tahu kapan ia harus membuka matanya kembali. Sampai suara pintu gerbong kereta terbuka. Ya, sampai situ Yoo-Rhae mampu membuka matanya perlahan. Memastikan jika wanita yang ia lihat tadi telah lenyap. Tak ada lagi di depannya.
Ia memberanikan dirinya. Sesegera mungkin berlari keluar. Ia masih harus berjalan ke apartementnya.

Dalam perjalanannya yang mencekam, sungguh ia takut dalam kegelapan saat ini. Ini semua akibat kejadian tadi. Ia belum sempat berpikir bagaimana ia bisa melihat hal semacam itu. Ia berharap dalam jalannya pulang tak ada lagi orang seperti itu. Pikirannya telah melambaikan beberapa kali bayangan buruk. Mungkin saja tiba-tiba muncul di hadapannya atau mengagetkannya dari belakang. Ia butuh pulang sekarang dan tidur tentu saja. Jika ia bisa.

Yoo-Rhae melewati beberapa tempat yang remang-remang, sebentar lagi ia sampai. Hatinya sedikit lega, akhirnya apartement sudah di depan matanya namun tetap saja tempat itu juga sepi. Semua orang telah bersemayam dalam kamar masing-masing begitupun Lucy Kim, tetangganya. Gadis bertubuh kurus, bahkan lebih kurus darinya. Matanya yang biru karena turunan ibunya yang berkebangsaan benua biru. Rambut coklat dan hidungnya yang mancung, kulit sedikit kecoklatan. Gadis itu tak mungkin masih kuat menahan matanya saat jam ini.

Ia tetangga sekaligus teman yang menemani Yoo-Rhae setiap hari dikala ia tak sibuk tentunya.

Bulu kuduk nya kembali meremang. Ia merasakan sesuatu yang sedikit aneh. Semoga saja bukan.

"Jangan berjalan dalam kegelapan." Suara itu membuyarkan bulunya, ia merasa ingin pingsan disana. Ia tak ingin melihat wajah yang menyeramkan lagi. Sungguh, ia tak ingin matanya bengkak lagi karena tak bisa tidur. Jadwalnya masih padat.
Yoo-Rhae menghirup nafas dalam-dalam. Suara yang didengarnya tadi mungkin halusinasi.

Ia kembali berjalan.

"Apa kau tak mendengarku?" Kali ini ia meyakinkan dirinya bahwa ia harus berlari namun ia masih penasaran siapa yang mengatakan hal itu padanya. Ia memang tak siap untuk ketakutan lagi namun ia juga bisa mati karena penasaran.

"Hei!" Kali ini sebuah tangan mendarat di atas pundaknya. Yoo-Rhae meringkuk, ia siap menerima apapun bentuknya, ia siap melihat wajah hancur lagi saat ia tak kuat lagi meringkuk.

RAIN IN SEOUL✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang