Subuh merekah ketika sayup suara adzan berkumandang. Jeritan kokok ayam jantan menyadarkan Yusi dari tidurnya. Ia mengerjapkan matanya, siluet bayangan di dekat jendela kamar, membuatnya mengeliat."Bangun, dek!" Suara parau Bayu, kakak lelakinya terdengar pelan di telinga Yusi. Yusi duduk, rambut hitam sebahunya nampak berantakan.
"Sepuluh menit, sudah ada di bawah ya!" Bayu keluar dari kamar Yusi, tanpa menunggu jawaban dari adiknya. Yusi tertunduk lemas.
Di depan meja makan, seperti biasa hanya ada Bayu, Yusi dan Rama. Mereka tiga bersaudara yatim piatu di rumah besar peninggalan kedua orang tuanya.
Bayu adalah kakak tertua, seorang direktur pengganti di perusahaan mendiang ayahnya, badannya tinggi tegap, wajahnya tegas dengan jenggot di sekeliling dagu hingga pipinya, matanya yang tajam selalu menatap di balik kacamata bening. Ia memiliki sikap dingin, keras dan introvert.
Rama, anak lelaki kedua, seorang mahasiswa psikologi di perguruan tinggi, postur tubuh sedang, sepasang matanya ramah dan memiliki lesung pipi.
Dan. Yusi.. anak perempuan satu-satunya, berusia tujuh belas tahun. Anak SMA yang memiliki mimpi menjadi seorang model. Perawakannya yang tak terlalu tinggi hampir selalu membuatnya minder saat berjalan bersama kedua kakaknya. Yusi memiliki sepasang mata yang sendu, dengan wajah oval yang sempurna.
"Ayo, kita harus berangkat sekarang!" Rama berdiri, membawa piring kosong ke dapur dan mencucinya. Yusi mengikuti.
" Mas jemput seperti biasa." Bayu berdiri di depan pintu, menatap Yusi yang sedang sibuk memasang sepatu. Yusi hanya mengangguk pelan, tak ada raut semangat di wajahnya.
Di depan pagar sekolah. Yusi menatap Rama yang melaju bersama motornya. Hati Yusi bimbang, ia melirik pagar sekolah yang masih terbuka lebar.
"Hari ini aku malas sekolah.." Yusi bergerak perlahan, kepalanya menunduk dalam.
"Hai..baby..!!"sebuah tepukan ringan di bahunya, membuat Yusi mengangkat kepala, matanya melotot tak percaya.
"Deni??"
"Kenapa?? Ko kaget gitu?" Deni, menatap geli ke arah Yusi.
"Eh..en..enggak papa.."wajah Yusi memerah, ia sudah lama menaruh hati pada pemuda di sampingnya. Meski Deni selalu memanggilnya dengan Baby, tapi mereka belum memiliki hubungan apa pun.
"Oh ya, ini..aku mau ajak kamu ke party Oldi!" Deni menyodorkan selembar undangan pada Yusi.
"Malam ini??"Yusi menatap ragu undangan di tangannya.
Deni mengangguk pelan."Iya..bisa kan??"tanyanya penuh harap.
Yusi mengigit bibirnya. Ia sebenarnya berharap bisa datang, tapi meminta ijin pada Bayu bukanlah hal yang mudah.
"Aku nggak bisa janji, kamu tahukan..kakakku.."ucapan Yusi terhenti.
Deni terdiam, terbayang olehnya wajah dingin Bayu, saat dulu mereka bertemu. Tak ada keramahan di mata Bayu, alih-alih membalas sapaannya waktu itu, tersenyum pun tidak.
"Yah, aku mengerti..Tapi aku berharap kamu bisa datang denganku!"
"Aku mau..Tapi bagaimana caranya?"
....
"Party?"tatapan Bayu nampak dingin, ketika Yusi menyampaikan keinginannya. Yusi menunduk, hawa sejuk di ruangan kantor tak mampu membuatnya tenang, keringat deras mengucur di kening dan lehernya.
"Jam berapa?" Bayu nampak acuh, sembari tangannya menyelesaikan berkas laporan di atas meja. Yusi melirik kakaknya dengan takut.
"Jam delapan malam.."sahutnya pelan.
"Emm.."hanya itu jawaban Bayu. Ia tak lagi bicara.
Yusi menarik napas, ia merasa sangat tertekan berada di dalam ruangan bersama Bayu. Meski ini adalah ruangan ayahnya dulu. Namun, dengan hadirnya Bayu membuat Yusi gelisah. Selalu, setiap pulang sekolah. Yusi akan menunggu Bayu di kantor hingga sore, kakaknya itu tak pernah mengijinkannya tinggal sendiri di rumah. Bahkan Yusi harus menganti baju seragamnya dengan baju yang sudah di bawa Bayu.
Yusi memainkan handphonenya, ia semakin gelisah. Tak biasanya ia merasa tak nyaman.
" Mas Rama..dimana??"
Yusi menatap keluar jendela, awan gelap mulai berjalan perlahan.
"Masih di kampus, ada apa Si?"
Balasan pesan dari Rama, sedikit membuat Yusi tenang, ia meminta Rama secepatnya ke kantor karena ia tak tahan berada di sana berlama-lama.
"Rama pulang malam!" Yusi tercekat begitu mendengar suara Bayu, ia baru tersadar dengan kehadiran kakaknya yang sudah kembali dari ruang rapat.
"Ah?"Yusi merasa bingung, dari mana Bayu bisa mengetahui bila ia meminta Rama untuk menjemputnya.
"Tadi, Rama telpon katanya kamu minta di jemput, tapi dia bilang tidak bisa." Bayu menatap Yusi sekilas, kemudian kembali sibuk menatap berkas di tangannya.
Yusi mengutuk di dalam hati, rasanya ia ingin memaki Rama saat itu juga.
"Kita pulang sekarang!" Bayu meraih tas kerjanya, sekaligus tas sekolah Yusi dan menyandangnya di bahu. Yusi mengikuti langkah Bayu keluar dari kantor.
Sepanjang perjalanan pulang, tak ada yang bicara. Bayu hanya sesekali mengecek ponselnya, kemudian kembali fokus pada setir.
"Mas..jadi, aku boleh pergi?"tanya Yusi ragu, ia melirik Bayu sesaat. Bayu tak menjawab, ia memutar mobil menuju supermarket.
Setelah berbelanja kebutuhan makanan, mereka kembali ke dalam mobil, gerimis mulai turun. Yusi merasa tak puas, ia kembali bertanya, sekali hingga dua kali.
"Boleh!"sahutan tak terduga yang di ucapkan Bayu, kontan membuat hati Yusi bergetar dan bersorak.
Namun. Itu hanya sesaat..setelah dirinya berdandan secantik mungkin, ia mendapat kenyataan pahit. Di depan pintu rumah. Rama sudah berdiri dengan pakaian rapi dan senyum khas yang mengoda adiknya.
"Mas Rama..mau kemana?" Yusi menunjuk kakaknya itu dengan heran. Rama tersenyum lebar, mengerjapkan matanya.
"Party lah.."sahutnya.
"Party? Mas Rama ada party juga??"Yusi terlihat girang, merasa ia tak sendiri menghadapi Bayu nantinya.
"Iya..party Oldi kan?" Rama mengedipkan sebelah matanya pada Yusi.
"Hah?" Yusi melongo tak mengerti.
"Dari mana Mas.."
"Rama akan ikut ke party Oldi!" Yusi membalikkan tubuhnya, terkejut mendengar ucapan tajam dari Bayu. Kakaknya itu sudah berdiri di belakangnya, memegang secangkir kopi panas dengan asap mengepul.
"HAH??apa??!"
"Kenapa??"Bayu menatap adiknya dengan mata menyipit, pertanda tak suka. Yusi menunjuk Rama, wajah girangnya berubah menjadi kesal sekaligus bingung.
"Tapi, mas ini kan pesta anak umur tujuh belasan..Masa iya Mas Rama.."
"Kalau begitu, kamu tidak Mas ijinkan!" Bayu menyeruput kopinya dengan santai. Dengusan napas Yusi membuatnya melirik.
"Ayo..nanti kita terlambat!" Rama mengembangkan tangannya, seakan meminta Yusi memeluknya. Yusi mendorong kakaknya itu dengan kesal.
"Jangan malam-malam!" Bayu melambaikan tangannya ke arah mobil yang melaju, sebelum menutup pintu.
.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Note
RomanceTak selamanya, impian menjadi semangat untuk menjalani hidup, Bahkan, ketika kamu dan aku, tidak bisa saling melepaskan. Aku dan kamu yang di takdirkan hidup dengan keegoisan.