Belajar Terbiasa

104 8 2
                                        

Sudah hampir dua minggu Bayu pergi. Selama itu pula ponselnya tak pernah aktif. Rama dan Yusi mulai merasa tak nyaman, mereka berusaha terbiasa menjalani hidup berdua dengan saldo rekening yang mulai menipis.
Rama sendiri mulai sedikit kerepotan, dalam mengurus kuliahnya, menjemput Yusi sekolah dan membereskan rumah. Yusi sendiri merasa jenuh, ia harus mulai membereskan keperluannya, dari cucian pakaian yang menumpuk, menyiapkan seragam sekolahnya, dan membantu Rama dalam urusan pekerjaan rumah. Mereka kerap bertengkar, saling adu argumen dan berebut sesuatu yang tak jelas.

Kesibukan Rama bertambah ketika ia harus menerima beberapa perbaikan nilai, ia sering terlambat menjemput Yusi, bahkan tak jarang Yusi harus pulang dengan taksi dan itu semakin menguras keuangan mereka.

"Maaf, aku terlambat!" Rama meletakkan tasnya di kursi kampus. Beberapa temannya memandang Rama dengan tatapan kesal. Namun berubah cerah saat melihat kehadiran Yusi yang berdiri di belakang Rama.

"Adikmu ikut lagi nih??"sindir Niko, teman Rama yang berambut cepak. Rama melirik Yusi yang nampak kaku, duduk di sampingnya. Ia tahu adiknya itu tak nyaman. Tapi Rama tak punya pilihan, ia tak mungkin meninggalkan Yusi sendirian di rumah.

Hampir dua jam Rama berkutat dengan pekerjaan kampusnya, hawa dingin udara kampus di malam hari mulai membuat Yusi tak betah, berulang kali ia merengek pada abangnya untuk pulang, konsentrasi Rama buyar, ia merasa kesal dengan sikap Yusi yang tak sabar.

"Tapi aku ngantuk Mas!" Yusi menunjukkan wajah lelahnya, seharian ia memang tak ada istirahat, les tambahan di sekolah menguras energinya, terlebih ia cepat merasa lapar.

"Mas kan sudah bilang kalau mau tinggal saja di rumah!" Rama berkata ketus pada adiknya, beberapa temannya yang melihat wajah Yusi merasa iba, berusaha menenangkan Rama.

"Udah Ram, antar pulang saja.. kerjaan bisa kita sambung besok, atau kita-kita kerjain di rumah kamu saja!" Niko menutup buku Rama, merasa tak tega dengan keadaan Yusi. Rama hanya bisa pasrah dengan setengah mengomel ia akhirnya menyerah dan mengantar Yusi pulang.

"Mas..aku lapar..!" Yusi mulai merengek ketika mereka tengah melaju di jalan raya. Rama hanya menoleh sekilas, kemudian menepikan motornya di warung pinggir jalan.

Sembari menunggu Yusi makan. Otak Rama berputar, ia mulai habis sabar dengan keuangan mereka. Rama juga mulai meyalahkan keadaan, tak terima dengan sikap Bayu yang sampai sekarang tak ada kabar.

"Si. Sepertinya..Mas harus kerja.." Rama menatap adiknya yang masih asyik makan. Yusi menghentikan suapannya.

"Kerja apa?"tanyanya pelan. Rama menggeleng.

"Kita tidak bisa begini terus Si, keuangan kita semakin menipis.. Mas Bayu belum ada kabar." Yusi meletakkan sendok, hasrat laparnya seketika memudar.

"Yusi juga ya Mas?"

"Apa??tidak..!!" Rama menggeleng kuat, ia tak mungkin tega membiarkan adiknya bekerja paruh waktu atau apa pun itu untuk mencari uang.

"Kamu tetap sekolah, biar Mas yang kerja!" Rama meminum es tehnya hingga habis, kemudian membayar makanan.

Detak jam menunjukkan pukul dua belas malam. Rama masih terjaga di ruang keluarga, nyala tivi di depannya tak mampu mengusik kegalauan hatinya. Ia berpikir keras untuk mencari pekerjaan yang cocok untuknya.

Kriing!! Rama meraih ponsel di atas meja, dahinya berkerut.

"Nuri?"

"Apa??" Rama berdiri, kemudian setengah berlari menuju pintu depan, dengan tak sabar membuka pintu, matanya melotot kaget begitu melihat Nuri sudah berdiri di depan pintu rumah. wajahnya sembab.

Dream NoteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang