Bayu menatap jauh ke depan, tatapan matanya kosong seakan ia sedang berada di ruang lain, hampa dan gelap, tak menyadari siapa pun yang menegurnya bahkan melewatinya. Dalam benaknya kata-kata Ria masih berpendar seperti kumpulan lebah berdengung. Ia berulang-ulang menarik napas, mengembuskannya secara kasar
"Bay.."Ria menepuk pundaknya, setelah sekian menit membiarkan lelaki itu hanyut dalam pikirannya, entah sudah berapa kali ia memanggil Bayu, tetap saja lelaki itu tak memalingkan wajahnya, hanya berdiri diam mematung.
"Mau sampai kapan kamu terus diam? bicaralah.."bujuk Ria khawatir. Perempuan itu melayangkan pandangannya ke sekeliling koridor rumah sakit, dari lantai 2 pemandangan lalu lintas dengan kendaraan lalu lalang memang menarik, apalagi butiran-butiran rintik kecil mengembun dibalik jendela kaca, meninggalkan kesan sendu yang menenangkan. Namun, tidak berlaku untuk Bayu saat ini. Hatinya masih tak bisa berkompromi dengan pikirannya, kemarahan yang terpendam meminta untuk dilampiaskan dalam bentuk apa pun.
"Siapa yang membuatnya seperti ini, aku harus mencari tahu siapa orangnya.. Kamu tahukan Ria, terlambat sedikit saja Rama sekarang..-"Bayu mengusap wajahnya yang berkeringat dingin, tak ingin membayangkan sesuatu yang buruk menimpa kedua adiknya.
"Mencari solusi tidak akan menemukan titik temu bila kita sedang marah Bayu.." Ria menarik lengan Bayu, mereka duduk di depan pintu kamar.
"Seseorang sedang berusaha merusak jalan pikiran Rama, memberinya minum yang sudah tercampur narkoba, bagaimana aku bisa sabar.."geram Bayu seraya mengepalkan kedua tangannya. Ia dibuat tak habis pikir.
"Kita masih beruntung Rama belum terlalu lama memakainya, sekarang kita hanya bisa melakukan pengobatan dan membuatnya keluar dari itu semua kan?"
"Aku akan cari tahu siapa teman-temannya selama ini.." Bayu berdiri, baru beberapa langkah ia berhenti, menoleh pada Ria dan tersenyum samar.
"Masuklah, dan tunggu aku kembali.. Jangan katakan pada kedua adikku kemana aku pergi.."
Ria menatap sedih kepergian Bayu, tak mampu untuk mencegah lelaki itu melakukan apa yang ingin dia lakukan. Ria mengerti kerasnya sikap Bayu, kebenaran apa yang dipegang teguh olehnya, kekhawatiran Ria hanyalah emosi Bayu yang terkadang tak bisa dikendalikan.
"Semoga Allah selalu melindungi.."
Lewat tengah malam Bayu baru masuk kamar, tepat ketika Rama baru saja tertidur selepas meminum obatnya. Ria yang menyelimuti Rama menoleh, cepat-cepat mendekat ke arah Bayu yang duduk lemas di sofa. Wajahnya yang kusut, rambut acak-acakan dan baju bekas noda tanah, membuat Ria mengerti apa yang sudah terjadi. Ia tak bertanya banyak, menyodorkan segelas air putih pada Bayu, duduk diam di sampingnya, menunggu setia apa yang akan di ucapkan lelaki itu.
"Aku baru saja menemukan salah satunya.."pelan nada suara Bayu terdengar, tercekat lirih, sepasang mata lelahnya menatap Rama sedih. Mencoba untuk tegar tidaklah mudah, awalnya ia ingin memukul adiknya bahkan, bila bisa memukul sepuasnya untuk mengajarkan apa arti kecewa yang ia rasakan. Namun, mengingat itu bukanlah kesalahan Rama seutuhnya melainkan kelalaiannya juga akhirnya menyurutkan keinginan Bayu.
"Bagaimana keadaannya?" Bayu melirik Ria sejenak, meneguk air yang tersisa hingga tandas, meletakkan gelas kosong di atas meja.
"Sudah lebih baik, hanya sempat kesakitan karena efek obat.."
"Emh, oke.." Bayu menyadarkan tubuhnya, rasa sakit di punggungnya sedikit menghabiskan tenaganya.
"Kamu belum makan kan?"Ria berdiri, mengambil sesuatu dari lemari kecil dan kembali duduk. Meminta Bayu untuk segera makan. Bayu menolak dengan alasan ingin tidur. Ria tak menyerah, gemas sekali ia dibuatnya, setengah memaksa dibukanya mulut Bayu dan menyuapkan sesendok nasi. Bayu menahan napas menguyah pelan-pelan, tak mampu menolak. Ia memang merasa lapar karena tenaganya sudah terkuras habis.
Hanya butuh lima belas menit Bayu sudah merasa energinya pulih, terlebih setelah ia makan dan mandi, duduk kembali di samping Ria yang sedang asyik menonton tivi.
"Mana suaranya?"Bayu menajamkan telinganya, menatap layar tivi yang menampilkan sebuah berita. Ria tersenyum geli menggelengkan kepalanya.
"Memang enggak ada suara..Aku mute.."jawabnya menahan tawa. Bayu mengerutkan alisnya tak mengerti.
"Rama sudah tidur, biarkan dia tenang tanpa suara apa-apa.."
"Emang kamu ngerti beritanya apa?"tanya Bayu bingung. Ria mengangguk pelan meski tak yakin, tangannya menutup mulutnya.
Bayu mendesah pelan, melepaskan penat di tubuhnya, sofa empuk yang lebar menampung tubuhnya, kepalanya miring ke kanan, tak lama ia menarik tangan Ria.
"Bay?"Ria melotot kaget begitu melihat kepala Bayu rebah di pangkuannya. Bayu hanya memejamkan matanya tak mengubris protesan Ria.
"Kan ada bantal.."Ria sedikit terusik, risih dengan sikap Bayu yang sedikit manja. Bayu tak bergeming tetap meletakkan kepalanya dan menolak menerima bantal pemberian Ria.
Tak ingin berdebat. Ria akhirnya menyerah, membiarkan Bayu lelap, suara dengkuran halus lelaki itu bergema di antara bisingnya desingan ac dan dengkuran Rama. Ria merasa amat tenang mendengarnya. Perlahan. tangannya bergerak menyentuh kepala Bayu, mengusap rambutnya yang setengah basah. Tarikan napas Bayu yang berirama dan aroma sabun masih bisa terendus di hidung Ria, membuatnya hanyut dan tak lama tertidur.
...........................
"Kamu masih belum mau jujur sama Mas?!"hardikan Bayu menggetarkan hati Rama, ia tatap kakaknya dengan sorot mata ketakutan, meminta perlindungan pada Ria yang berdiri terpekur tak jauh. Yusi pun sama tak bisa berkutik, kepalanya menunduk dalam, kedua tangannya saling genggam berkeringat dingin.
"Bay, jangan sekarang.."Ria menarik lengan Bayu, menyeretnya menjauh dari Rama dan Yusi, menepi ke jendela saling bicara. Ria menarik napas kesal, tak sabar dipukulnya lengan Bayu.
"Aku bilang sabar sebentar kenapa sih, enggak sekarang nanyanya.."gerutu Ria. Bayu seolah tak mendengar, pandangannya masih tertuju penuh pada Rama, kedua adiknya saling sikut, berbisik lirih. Wajah Rama nampak pucat pasi, sesekali tangannya mengusap dahinya, entah gugup atau ada sesuatu yang sedang ia rasakan.
"Kondisinya sedang tak memungkinkan Bay, dia masih pemulihan, jangan kamu tekan dengan pertanyaan yang seperti ini.."suara Ria memelas merasa iba melihat Rama dan Yusi.
"Maaf..Aku tak sabar ingin menyelesaikan semuanya.."keluh Bayu merasa bersalah. Ia mendekatin Rama menepuk pundaknya dan mengacak kepala adiknya.
"Maafkan Mas, sudahlah kita lupakan saja.."
"Mas.."Yusi menatap punggung Bayu yang menjauh keluar dari kamar, meninggalkan mereka bertiga, saling pandang. Ria mencoba mencairkan suasana yang tegang, menawarkan makanan ringan pada kedua adiknya.
"Maafkan Rama mbak Ria..."gumam Rama penuh penyesalan, ia paham sikapnya mengecewakan Bayu dan Ria, merusak kepercayaan kedua orang tersebut dengan perbuatannya. Rama juga sempat mendengar perdebatan kecil antara Bayu dan Ria tentangnya.
"Sudahlah, jangan kamu pikirkan lagi..Kamu harus sehat dan bangkit kembali.."
"Apa aku bisa mbak?"tanya Rama pesimis. Yusi memukul lengan Rama, mendelik marah.
"Selagi kamu janji enggak mengulang hal yang sama, kalian berdua punya masa depan yang cerah jangan rusak semua untuk kesenangan yang tidak bermanfaat. Mas Bayu sangat sayang sama kalian berdua, jadi jaga kepercayaan itu kembali.." Ria menepuk punggung Yusi, gadis manis itu terisak pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Note
RomanceTak selamanya, impian menjadi semangat untuk menjalani hidup, Bahkan, ketika kamu dan aku, tidak bisa saling melepaskan. Aku dan kamu yang di takdirkan hidup dengan keegoisan.