Tluk.
Bayu menatap ke bawah, tampak olehnya sebuah buku kecil terjatuh. Di urungkannya untuk mengambil dua gelas kopi di atas meja kasir. Bayu berjongkok memungut buku tersebut.
"Ah, afwan...buku saya.."sebuah suara halus terdengar tak asing di telinganya. Bayu menegadah, sontak kedua matanya membeliak kaget, bersamaan dengan kedua bola mata pemilik suara di depannya. Mereka saling pandang diam sejenak.
"Kang..kopinya.."tegur kasir di depan mereka. Bayu tersentak kaget, mengangguk seraya menerima kopi miliknya.
"Mas Bayu.."
Bayu berhenti sejenak. Tak menoleh apalagi menjawab, ia memejamkan matanya sejenak.
"Mas..sedang apa di sini?" Suara itu kembali mengusiknya.
"Kenapa kamu ingin tahu?"tanyanya gusar. Hening.
"Aku.."
"Tidak penting bagimu kan?" Bayu berpaling, menatap sepasang mata yang bersinar lembut di depannya. Wajah cantik itu tak terlihat olehnya, tertutup tabir cadar berwarna coklat susu.
"Mas..tolong, aku hanya.."
"Aku permisi!" Bayu berpaling, ia tak ingin berlama-lama berada di tempat yang membuatnya gugup, tak nyaman, dan menorehkan sakit di hatinya. Bayu bergegas pergi tanpa menghiraukan apapun.
"Kenapa? Apa sesuatu sedang terjadi?" Rama menatap kakaknya yang masuk ke dalam kamar dengan wajah pucat. Bayu menggeleng, menyodorkan segelas kopi untuk Rama, berjalan mendekat ke arah jendela dan berdiri diam. Pikirannya berkecamuk tak karuan, dadanya masih berdesir gugup.
"Ya Allah..kenapa Kau pertemukan kami kembali.."gumamnya pelan.
"Bertemu siapa?"
Bayu menoleh kaget, di lihatnya Rama yang telah berdiri di sebelahnya, memandang heran sekaligus curiga.
"Bukan siapa-siapa!" Bayu menunduk, meneguk kopinya. Rama memandang Bayu, merasa sesuatu yang lain.
"Ketemu mbak Ria ya?"tanyanya pelan.
"Uhuukk!!" Bayu tersedak, kaget. Rama terkikik geli sembari menepuk punggung kakaknya.
"Kamu..dari mana kamu tahu??"
Rama mengangkat bahunya. "Kemarin aku juga bertemu dengannya saat mau masuk koridor.."
"Kenapa kamu tak bilang?!" Bayu tampak kesal.
"Aku lupa Mas..."
"Ah, sudahlah..tidak penting!"
"Kalau tidak penting, kenapa Mas gugup?"
Bayu dan Rama menoleh secara bersamaan. Tampak Yusi menatap tajam ke arah Bayu, sepasang matanya yang sayu terlihat sedikit menutup.
"Kamu sudah bangun?" Rama berjalan mendekat ke arah tempat tidur, memperhatikan selang infus di tangan Yusi.
"Aku akan keluar mencari suster untuk mengganti selangnya. Tanganmu bengkak!" Rama bergegas keluar kamar, terdengar langkah kakinya menjauh.
"Mas.."
"Sudahlah dik, jangan bahas soal itu.."Bayu meletakan gelas kopi yang kosong di atas meja nakas. Mengelus rambut adiknya.
"Baiklah..kapan aku bisa pulang?" Yusi menghela napas tak lama mengaruk tangannya yang gatal.
"Setelah lukamu benar-benar sembuh..Kenapa?"
Yusi beringsut, mencoba duduk meski kepalanya terasa sakit. Sudah empat hari ia berbaring di atas tempat tidur, ada rasa nyeri saat Yusi mengangkat tubuhnya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Note
RomanceTak selamanya, impian menjadi semangat untuk menjalani hidup, Bahkan, ketika kamu dan aku, tidak bisa saling melepaskan. Aku dan kamu yang di takdirkan hidup dengan keegoisan.