Pesta Malam

162 10 1
                                    

"Maaf, aku terpaksa membawanya ke sini..." Yusi menatap Deni yang melongo, melihat kehadiran Rama di belakang Yusi.

Rama nampak tersenyum ramah, berbeda dengan Bayu, karena sikapnya itulah. Deni akhirnya merasa tenang.

"Tidak apa, kurasa..dia berbeda dengan Mas Bayu!" Deni berkata pelan di telinga Yusi. Yusi sendiri hanya tersenyum tipis, ia mengakui Rama lebih bisa menyatu dengan dirinya di banding Bayu. Tapi, tetap saja ia merasa di awasi.

"Kita ke sana?" Deni mengandeng tangan Yusi, menariknya menjauh. Rama bisa melihat sikap Deni, namun, ia tak bergeming, ia bisa mengerti apa yang di rasakan adiknya.

Acara party berjalan meriah, hiruk pikuk dentuman musik terdengar kencang. Yusi berdiri di samping Deni, mereka sengaja memisahkan diri dari kerumunan.

"Kamu cantik sekali Yus.."Deni menatap Yusi kagum. Gadis manis di sampingnya itu hanya tersipu malu.

"Ah, aku mau kasih kamu sesuatu!" Deni merogoh kantung celananya, mengeluarkan satu boks kecil berwarna biru laut, warna kesukaan Yusi.

"Apa ini?"Yusi menatap bingung.

"Buka aja.."Yusi perlahan menarik tutup boks.

"Kalung??"

"Suka?"

"Ini..buat aku?" Yusi menatap takjub, kilatan liotin berbentuk bintang itu nampak mengkilap tertimpa sinar lampu.

"Aku pikir, itu cocok untukmu.."Deni meraih kalung di tangan Yusi, memakaikanya dan menatap sendu ke wajah gadis itu. Yusi mengelus kalung di lehernya, hatinya berdebar tak karuan.

"Terima kasih..Aku.."

Ucapan Yusi terhenti, ketika Deni mencium keningnya. Wajahnya merona merah, jantungnya seakan berdetak lebih cepat. Yusi melongo kaget.

"Aku sayang kamu Yus.."Deni tersenyum, tangannya meraih pinggang Yusi, merekatkan tubuhnya lebih dekat.

"Aku ingin selalu di dekatmu."ucapan halus Deni membuat bulu kuduk Yusi meremang, ia tak tahu harus bicara apa. Tubuhnya seakan tak menolak saat Deni memeluknya erat. Suara musik yang mengalun lembut semakin membuat keduanya hanyut.

" Si.."Yusi mendorong tubuh Deni secara refleks, ketika Rama berdiri di depannya. Raut wajah kakaknya itu terlihat tegang.

"Kita harus pulang sekarang!" Rama meraih tangan Yusi, menjauh dari Deni.

"Tapi, acaranya belum selesai.."Yusi menatap Deni, merasa tak nyaman, rasanya ia enggan berpisah dengan Deni.

"Nggak papa.. lagian ini juga udah malam.." Deni mengangguk, tersenyum memberi isyarat pada Yusi untuk tidak membantah. Rama tersenyum tipis, tanpa bicara lagi Ia membawa adiknya pergi.

"Lepas kalung itu!" Di dalam mobil Rama melirik Yusi yang masih asyik mengelus kalung di lehernya.

"Eh?"Yusi menatap kakaknya, kaget.

"Dari Deni kan??"Rama tak membalas tatapan Yusi, ia fokus dengan jalan di depannya.

"Ini kan cuma kalung, lagi pula.."

"Apa yang bisa kamu jelaskan sama Mas Bayu?" Rama menghentikan mobilnya ketika mereka sudah di depan gang perumahan. Ia tahu butuh waktu untuknya berdebat dengan Yusi.

Yusi terdiam, ia menunduk sedih.

"Apa yang Mas lihat malam ini, itu sudah cukup Si, kamu tahu kan akibatnya seperti apa?"

"Tapi Mas.."

"Lepaskan kalung itu. Bersikaplah tak terjadi apa-apa.. Mas tidak bisa membantu kamu terlalu banyak!" Rama menghela napas, ia mengerti perasaan adiknya. Perasaan yang dulu pernah ia rasakan saat masih remaja.

"Iya.."dengan cepat Yusi melepas kalung di lehernya, memasukkannya ke dalam boks biru laut dan menyimpannya di dalam tas kecil yang ia bawa.

Rama kembali melajukan mobil, hingga masuk ke dalam halaman rumah.

"Kalian terlambat lima menit!" Bayu berdiri dengan muka masam, menatap kedua adiknya.

"Macet Mas..biasalah.."Rama mengaruk kepalanya, berpura-pura menguap. Yusi sendiri hanya diam.

"Ya sudah, ganti baju dan istirahat!" Bayu berbalik, berjalan masuk. Rama melirik Yusi, menyenggol lengan adiknya itu, memberi isyarat untuk tak berkomentar apa pun. Yusi mengangguk, ia cepat-cepat naik ke atas dan masuk ke dalam kamarnya.

"Apa terjadi sesuatu?" Bayu berbalik begitu saja, ketika Rama membuka pintu kamar. Rama menatap kakaknya dengan tatapan kosong.

"Halnya anak muda, dia cukup bisa di atur!"

Bayu diam, memandang adiknya dengan tatapan menyelidik. Tak lama ia mengangguk dan masuk ke dalam kamarnya.

Yusi merebahkan tubuhnya di atas kasur, menatap langit kamar, kemudian kembali berdiri. Tangannya meraih kotak kecil, mengeluarkan isinya dan tersenyum.

"Triingg!!" Sebuah pesan masuk di ponselnya.

" Apa kamu baik-baik saja?"

Pesan dari Deni.

"Yah..maaf, aku terpaksa pulang duluan.."

" Aku bisa mengerti, kita bisa bertemu besok."

Yusi tersenyum, wajahnya memerah.

" Terima kasih untuk kalungnya.."

"Selamat malam Baby.." balasan manis dari Deni, kian membuat hati Yusi berdebar, masih di rasakannya pelukan hangat pemuda itu. Yusi meraih selimut dan mulai menyusun mimpinya.

......

Dream NoteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang