Elang, melihat pemandangan tak biasa di depan matanya, Algha yang biasanya bersikap tenang dalam menghadapi apapun kini berubah muram. Sejak tadi, pemuda bertopi itu hanya berjalan mondar-mandir, sebelas dua belas dengan Luna--mama Elang yang tengah sibuk menyetrika baju di ruang tengah. Stop! Jangan berfikir jika mama Luna setrika baju dengan mondar-mandir. Bukan begitu. Gerakan mondar-mandir Algha sama dengan gerakan tangan Luna saat menggosok baju seragam milik Elang.
"Aduh... pusing lama-lama ni mata gue. STOP!" Reflek, Algha dan Mama Luna menghentikan gerakan mereka dan menatap Elang. Algha dengan tatapan sendunya, sementara Luna dengan alis tertekuknya.
Elang, menggaruk tengkuknya yang terasa gatal, pandangan matanya beralih pada Luna, melihat mamanya yang kedua tanganya terangkat itu timbul rasa bersalah. "Bukan mama! Mama lanjutin nyetrika aja." Cengiran khas Elang membuat Luna menurunkan tangannya, kembali melanjutkan aktivitasnya yang tertunda.
Algha yang merasa terinterupsi dengan teriakan Elang pun memilih duduk, kepalanya menjuntai di sandaran sofa, Elang yang melihat hanya bisa geleng kepala. Seumur-umur dia tak pernah melihat sahabatnya semenyedihkan ini.
"Kekamar gue aja yuk." Elang bangkit dari duduknya, mematikan televisi yang tadi hanya jadi backsound kegalauan Algha, kemudian berjalan ke arah kamarnya.
Algha hanya menurut pasrah, tubuhnya saat ini terasa begitu lemas, tak berdaya. Energinya terserap rasa cemburu yang menggelayut di hatinya sekarang, benar kata Vidi Aldiano, cemburu menguras hati.
"Jadi bisusuri loe udah punya gebetan gitu?" Elang menatap serius ke arah Algha yang terlentang di kasur.
"Gue sih gak tahu pasti itu gebetannya apa bukan. Gue cowok, meskipun gue gak sepeka cewek tapi gue bisa lihat wajah Yuki yang bahagia pas liat tu laki." Algha memiringkan tubuhnya, menhadap Elang yang duduk di lantai keramik tak beralas.
"Elo cari tahu aja deh Jal, minta tolong noh sama Pak Andre buat cari tau tu orang." Elang menepuk tangannya, dan Algha merubah posisinya. Pendapat Elang itu tidak salah, hanya saja resikonya terlalu besar. Kalau sampai ketahuan papanya makin tersiksa nanti tubuhnya.
Algha menggeleng pelan, dia sudah tak mau ambil resiko. Dia akan cari tahu sendiri siapa orang itu, langsung dari sumbernya.
"Kenapa Jal?" Elang nampak lesu, melihat sahabatnya yang tak bersemangat hatinya ikut luruh. Bagaimanapun, Algha adalah sosok yang selalu membantu kehidupannya.
Elang... bukan berasal dari keluarga berada seperti Algha, dia hanya anak buruh cuci dan tukang bangunan. Dia bisa hidup seperti sekarang itu semua berkat Algha yang selalu membantunya.
"Gue mau cari tahu sendiri siapa tu laki. Suer Lang, tu cowok ganteng banget. Meskipun masih ganteng gue kemana-mana sih. Tapi jelas tetep aja gue kalah."
"Kenapa bisa gitu?" Elang mengeryit, heran. Selama ini Algha tak pernah kalah oleh siapapun. Lantas apa yang membuat sahabatnya itu kalah? Jika memang masalah wajah masih gantengan Algha, terus apanya yang kalah? Secara materi pun Algha calon pewaris tunggal Podojoyo Group, sebuah perusahaan besar yang bergerak dalam bidang furniture dan jual beli tanah, termasuk membuat perumahan.
"Loe itu udah punya segalanya Jal. Kenapa harus kalah?"
Algha mengembuskan nafasnya, ternyata memiliki wajah tampan seperti Elang tapi otak hanya sebesar biji bunga matahari itu percuma. Mungkin inilah alasan kenapa sampai sekarang Elang masih jomblo.
"Loe tu bego' kok dipelihara si Lang, pantes aja banyak cewek langsung ilfeel deket sama elo." Mata Elang memicing, kalimat Algha barusan seakan menyentil telinganya dan terasa hingga ke bagian terdalam perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuanku (END)
FanfictionApa yang terjadi jika cowok SMA yang baru menginjak kelas XII dan masih berumur 18 tahun, jatuh cinta pada wanita dewasa yang berumur 25 tahun?! Apakah mereka bisa memiliki pemikiran yang sama? Akh... jangan terlalu jauh dulu, apakah cowok SMA itu b...