Hari ini mendung, dan Algha nampak murung. Pikirannya mengaum, perihal setiap pesaing yang tetiba muncul dan cukup sulit diatasi. Dewa, ternyata suka dengan Yuki, ya... siapa yang tidak, wanita itu memang mempunyai daya tarik bagi setiap kaum lelaki.
Algha tahu, karena setelah mereka bertemu beberapa waktu lalu, Elang bercerita panjang lebar tentang bagaimana pandangan Dewa soal Yuki. Menurut Dewa, Yuki itu cantik, pasti! menarik, sangat! dan yang pasti Yuki itu sudah cocok jika akan dijadikan pendamping hidup alias diajak nikah.
"Hoe! Ngelamun trus, sampe mampos!" Algha menghela nafas panjang, kegalauannya tak akan bisa tenang jika ada Elang di sampingnya. Pemuda itu, selalu memiliki banyak cara untuk mengganggu Algha agar tak menggalau.
"Loe akh! Gue lagi galau banget ini, jangan diganggu." Elang hanya bisa menggelengkan kepalanya tak habis pikir, kenapa cinta itu selalu membuat orang jadi galau, kan, katanya... cinta itu indah, berbunga-bunga, lha... ini kenapa malah menderita.
Elang memang tak pernah merasakan jatuh cinta seumur hidupnya. Jadi, wajar jika pengetahuannya tentang cinta cuma sebesar kuku jari, atau mungkin sekotoran kuku jari.
"Loe tu ya, gue kasih tau ni. Kalau mau galau itu, galau yang berkualitas."
Al mengeryitkan dahinya bingung, ucapan Elang serasa seperti alogaritma yang susah untuk dipahami.
"Katanya cerdas, IQ di atas rata-rata, lhakok bego'?"
Pletak!
"Watauuww... sakit gila! Geplaknya pake jari gitu gak bisa ya? Tangan kok ringan banget, awas nanti kasian istrimu, tiap ari makan tangan."
Algha semakin tak mengerti dengan arah pembicaraan Elang yang semakin ngelantur. Rasa-rasanya Elang lagi kurang banyak minum air putih, jadinya kurang fokus kalau diajak bicara. Daripada makin galau dan gak jelas, Algha memilih untuk meninggalkan Elang yang tengah melahap gorengan sendirian.
"Ya Awoh, gue ditinggalin lagi. Tu bocah demen banget ninggalin gue. Kalau pas lagi butuh aja sok buaek, anjrit!" Elang menggerutu, mulutnya memanjang dan hidungnya bergerak-gerak lucu.
"Lang... loe waras?" Seorang perempuan menepuk pundak Elang, membuat pemuda itu berjingkat dan mengangkat tangannya hendak memukul si penepuk, tapi... saat dilihatnya yang menepuknya adalah seorang perempuan cantik nan jelita, Elang mengurungkan niatnya, wajah sangarnya berubah sumringah, senyum ala pepsodent.
"Eh... Neng Pevi... udah makan siang neng? Kalau belum yuk abang traktir."
Pletak!
"Wadiaahh..."
"Gak punya duit sok-sok an nraktir, muke lu jauh!" Algha yang muncul entah dari mana kembali menggeplak kepala Elang. Pevi yang melihat tingkah dua kunyuk itu hanya bisa tertawa geli, dan pergi meninggalkan mereka menuju ke meja dimana teman-temannya sedang bercengkrama.
"Ah elo Jal! Bikin reputasi gue jatuh aja, gak asik loe akh!" Elang memberengut sebal. Tangannya sibuk mengambil gorengan di depannya dan melahapnya sekali hap.
"Hehe... gue kepikiran sama yang elo bilang tadi." Algha meringis, menampakan raut wajah yang menjijikan menurut Elang.
"Emang gue bilang apa tadi?" Rupanya Elang masih sebel, dia menjawab pernyataan Algha seperti tanpa minat.
"Galau berkualitas."
"Trus?" Elang menaikan sebelah alisnya.
"Biasa... temenin ya?" Algha tersenyum, kedua alisnya naik turun.
"Hayuk... Berangkaat..." Elang berdiri, bersiap untuk segera pergi.
"Pulang sekolah bego'," ucap Algha emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuanku (END)
FanfictionApa yang terjadi jika cowok SMA yang baru menginjak kelas XII dan masih berumur 18 tahun, jatuh cinta pada wanita dewasa yang berumur 25 tahun?! Apakah mereka bisa memiliki pemikiran yang sama? Akh... jangan terlalu jauh dulu, apakah cowok SMA itu b...