Chapter 4 - Secret Admirer

3.4K 370 33
                                    

Tak akan pernah ada kata menyerah dalam memperjuangkan cinta, karena bagaimanapun cinta itu butuh perjuangan. Jodoh kan tidak datang begitu saja dari langit, mereka harus dicari dan diperjuangkan.

"Ngapain sih loe ngelamun terus? Mikirin tante-tante sekse itu ya loe?!" Elang baru saja memesan makanan untuk dirinya dan Algha di kantin. Melihat sahabatnya yang akhir-akhir ini terlihat aneh membuat Elang sedikit muak, karena menurutnya laki-laki yang jatuh cinta itu tak harus semenyedihkan ini kan?

"Ngagetin aja loe, akh... gue lagi mikirin gimana caranya bisa deket sama tu bidadari." Tangan kanan Algha terangkat, menyentuh dagunya dan mengusapnya pelan, berharap dengan melakukan itu sesuatu yang brilliant muncul di otaknya. Akh... rupanya otak pemuda tampan itu ada di dagu, halah... abaikan.

"Bidadari, bidadari, buosen tau gue denger elo tiap hari ngomong bidadari terus, sekali-kali bisusuri gitu napa sih." Binar kebahagian muncul di mata indah milik Elang, sebuah penemuan baru membuatnya merasa seperti orang cerdas. "Wah... iya... ya, kenapa baru kepikiran ya gue, harusnya katanya itu bisusuri bukan bidadari, eh tapi sama aja dink... dada... susu..."

Pletak...

"SAKIT gila loe! Kepala itu difitrahin bukannya dijitakin." Elang mengelus tempurung kepalanya yang terasa berdenyut.

"Punya mulut tu dikasih saringan makanya, ngomong biasa kan bisa, gak usah pake toa segala, mau nunjukin ke penjuru kantin kalo elo penikmat susu?"

"Anjirrr... kenapa harus malu? Kan tiap hari gue selalu minum susu... susuuu basiiii nasional..." Elang semakin menjadi, mendapat siksaan di kepalanya justru membuat otaknya tidak bisa berfikir normal.

Algha yang merasa jengah, memilih untuk pergi meninggalkan Elang.

"Kampret, gue ditinggal." Elang hanya menatap kepergian Algha tanpa berniat untuk mengejar, aroma bakso yang menggoda membuatnya lebih memilih untuk tinggal dan menikmati dua mangkok bakso yang baru saja tiba di mejanya.

"Gendeng! Tu bocah kan belum bayar, jiah... gue lagi yang tekor."

Diwaktu yang bersamaan Yuki hanya bisa mengembuskan nafas lega, saat ternyata pekerjaannya sama sekali tidak mengecewakan, hanya saja, sekarang tugasnya bertambah, SPG akan menjadi tanggung jawabnya.

"Gila! Gue ini sekretaris, kenapa tugasnya rangkap-rangkap gini!" Yuki menyatukan alisnya saat dilihatnya laporan-laporan SPG mobile tergeletak mengenaskan di mejanya.

"Wushh, dapet tugas baru ye?! Gila tu boss loe?!" Veby menatap kasihan ke arah teman sekantornya itu.

"Nasib gue kayaknya, eh... udah makan belum loe?" Veby menggeleng. "Gue nungguin elo keles." Senyum sumringah tersemat di wajah Yuki, batinnya berkata tak salah jika ia memilih Veby untuk menjadi seorang teman dekat.

"Yaudah yuk makan, gue juga laper banget." Mereka berdua tersenyum, kemudian segera beranjak ke langai dasar, tempat dimana para penjual makanan yang tersusun rapi seperti foodcourt.

"Ki, Stefan... aduh tu laki kok ganteng beud ya, kenapa dia kok bisa charming gitu ya? Orang tuanya ngidam apa dulu." Veby tak berhenti berceloteh saat matanya menangkap sosok Stefan yang tengah asyik melahap makan siangnya.

"Gue juga heran, dari tampangnya sih kayak blesteran gitu dia. Udah punya pacar belum ya dia?" Yuki menimpali.

Perempuan, selalu memiliki bahan yang bisa diobrolkan, dan itulah yang terjadi pada Yuki dan Veby, dua orang wanita normal itu tak berhenti menganggumi ke indahan Stefan yang selalu bisa menarik orang untuk membicarakannya.

"Balik yuk... gue ada meeting bentar lagi." Yuki melihat pergelangan tangannya, saat detik ke 600 akan mengantarnya pada kegiatan yang membosankan.

Perempuanku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang