Chapter - 20 - Patah Hati Itu Sakit

2K 262 49
                                    

Yuki berjalan menuju gedung peninggalan Belanda yang sudah beralih fungsi menjadi Sekolah Menengah Atas dengan pandangan mata awas.

Tempat yang seharusnya dipenuhi siswa atau siswi itu nampak sepi. Yuki melirik jam di pergelangan tangannya.

"Lima belas menit lagi. Apa gue tunggu di warung situ aja kali ya?" mata Yuki menangkap sebuah warung makan sederhana di seberang jalan. Karena tak kuasa menahan teriknya matahari, Yuki memilih untuk duduk-duduk di depan warung.

Yuki memang sengaja tak masuk kerja. Ia menyadari kinerjanya pasti akan menurun dratis, karena semua konsentrasi yang dia punya tersedot pada bocah mesum yang telah merampas perhatiannya.

Jujur ia merasa deg-degan. Ini adalah pertama kalinya Yuki menghancurkan egonya untuk bertemu dengan kekasih yang dulu begitu meragukan.

"Nunggu adiknya ya, neng?" Yuki mengarahkan kepalanya pada bapak penjual di kios tempat ia duduk.

"I-iya Pak." Sedikit senyum cukup membuat perasaannya sedikit menghangat.

"Sini aja tunggu di dalam. Panas kalo di luar. Sekalian nge-es pasti seger."

"Makasih pak. Saya tunggu di sini aja." Yuki menampakan kembali senyumnya. Mang Dede--pemilik warung-- hampir saja meneteskan air liur karena terpana.

Cuaca panas yang menyengat membuat Yuki berkali-kali harus menyeka keringat. Bahkan ia sudah tak peduli dengan buku yang biasa ia pakai untuk mencatat kerjaan dijadikan kipas. Yang penting hawa panas ini sedikit ternetrasilir.

Berkali-kali netra Yuki memandang ke pergelangan tangan. Sekedar mengecek jika ia tak akan menunggu terlalu lama. Tapi bagaimanapun juga menunggu dengan kondisi hati yang tak tenang, kurang lima menit saja rasanya sudah seperti menunggu satu hari.

Wajah Yuki berbinar cerah. Sigap ia langsung berdiri saat melihat Elang keluar dari gerbang Sekolah dengan mengendarai motor matic. Alisnya mendadak menyatu saat dilihatnya Elang sendirian.

Algha kemana?

Buru-buru Yuki berjalan menuju mobilnya dan mengejar Elang yang sudah melaju pergi.

***

Algha duduk di area tunggu stasiun dengan mata yang terus memandang sekitar. Sudah sekitar tiga puluh menit dirinya menunggu tapi yang ditunggu belum menampakkan wajahnya.

"Mana, sih?"

Tak tahan, Algha menggerak-gerakkan kakinya. Kalau bukan karena yang ditunggu adalah orang penting tak akan mau dia menunggu selama ini.

"ENDRA!" suara menggema dan cempreng menggelitik indra pendengaran Algha.

"Endraaa?!" Tubuh Algha hampir saja oleng. Baru saja ia berdiri seseorang sudah menubruk tubuhnya.

"Akhh!! Gue kangen."

"Lama banget, sih?!" Algha menarik tubuh gadis itu dan menatap wajah imutnya lekat.

"Macet." Gadis itu tersenyum seraya bergelayut manja di lengan Algha.

"Ngawur. Kereta api mana ada yang macet."

"Hehe." Gadis itu menampakan senyum khasnya, membuat gigi ginsul itu terlihat dan membuatnya terlihat begitu menggemaskan.

"Pulang?" Algha menaikkan sebelah alisnya. Menggoda.

"Gak naik mobil, kan?" tanya gadis itu takut-takut.

"Naik bus."

"Cuss...."

Mereka berjalan beriringan menyisakan rasa iri dari beberapa pasang mata yang menatap mereka.

***

Perempuanku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang