Chapter 10 - Bahagia di atas Derita

2.7K 324 87
                                    

Yuki tak berhenti menggerutu, gagalnya kencan bersama Marcell kemarin berdampak buruk untuk kehidupan percintaannya, bagaimana tidak. Entah karena apa, Marcell mendadak menghilang dan susah dihubungi. Mungkin, pria tampan itu sedikit ilfeel karena ulah dua bocah ingusan yang selalu mengganggunya itu.

Bayangkan saja, Marcell sama sekali tak diberi kesempatan untuk mengobrol dengannya. Elang selalu menjeda semua kalimat yang dilontarkan Marcell untuk Yuki.

Seperti saat Marcell yang hendak mengantar Yuki pulang ke apartement-nya. Elang mendadak terkena ayan. Yuki dan Marcell takut bercampur kasian, bagaimana tidak, cowok ganteng macam Elang punya penyakit ayan, kan gak keren pake banget.

"Bang Cell, bang Cell kan bawa mobil, anterin Elang pulang ya? Kasian bang, tu mulutnya sampe berbusa." Algha menampakkan wajah memelasnya. Akting Elang patut diacungi jempol. Dan lagi Bang Cell, sok akrab banget si Algha panggil Marcell abang, Cell lagi, dikiran namanya Cellia apa kali ya.

Elang gelosoran di parkiran kafe dengan tubuh yang bergetar. Mulutnya mengeluarkan busa yang ia dapat entah dari mana, Algha saja sampe mengira jika Elang benar-benar ayan. Untung saja matanya sebelah kiri mengedip memberi tanda, sehingga Algha yakin jika Elang sedang bersandiwara.

Yuki dan Marcell ikut panik, takut kalau-kalau anak orang mati mendadak, kan bahaya, iyah... kalau dijadikan saksi masih mending, lha.. kalau dijadikan tersangka gimana? alamat jadi kayak Jesika kasus kopi bersianida. Terkungkung dijeruji besi.

"Dibawa ke Rumah sakit aja, kasian." Ucap Yuki dengan wajah gelisah, apalagi saat ini semua pengunjung dan karyawan cafe tengah mengerubungi mereka.

Algha memucat sesaat, dia menelan air liurnya mencoba untuk menciptakan suatu keluesan saat mengucapkan kalimat kebohongan.

"Gak usah, bawa pulang aja. Nanti kalau dibawa Rumah sakit orang tuanya marah, ayolah bang bawa Elang pulang bang, gue kasih alamatnya rumahnya ni." Algha merogoh. saku celananya, mengambil kertas yang tadi diserahkan oleh Elang. Sekarang Algha tau maksud Elang yang tetiba menyodorkan kertas bertuliskan alamat rumahnya. Rupanya kebanyakan dikemplang membuat otak Elang sedikit membengkak, jadi otak yang semula sebesar kelereng berkembang menjadi sedikit lebih besar, mungkin seukuran bola bekel yang paling besar.

Elang makin menjadi saat dilihatnya Marcell hanya menggaruk kepalanya yang mungkin ketombean. Tubuh Elang bergetar, bahkan lebih heboh dari sebelumnya.

"Tuh bang... makin kejer bang. Ayo bang anterin." Algha kembali memelas.

Marcell mengembuskan napasnya pelan kemudian mengangguk ragu. Binar kebahagiaan muncul di wajah Algha, dalam hati dia berteriak girang, dan berterima kasih pada Elang yang selalu bisa diandalkan.

"Loe gimana Ki? Bareng aja ya? Nganter Elang dulu terus ke apartement gakpapa kan?" Marcell menatap Yuki penuh iba.

Algha yang menangkap sinyal ketidakbenaran sedikit kebingungan. Kalau Yuki ikut dengan Marcell berarti sia-sia pengorbanan Elang.

Elang pun merasa ikut tak terima. Dia semakin menggetarkan tubuhnya dan menaikkan bola matanya sehingga hanya terlihat bagian putihnya saja. Dalam hati pemuda itu berdoa, semoga Algha tetap bisa menghalangi Yuki untuk ikut.

"Eh... Tacan.. ups," Algha menutup mulutnya, setelah melihat Yuki melotot ke arahnya. "Maksud gue tante Yuki biar sama gue aja, bang. Ayan kan nular, kasian nanti kalo tante Yuki ketularan. Bang Marcell aja yang anter biar tante Yuki sama gue, ya bang. Aduh cepetan bang, anak orang ini bang."

Marcell mengangkat sebelah aslinya heran, dalam hati dia berfikir, sejak kapan penyakit ayan itu menular. Yuki pun tak kalah heran, dia masih belum ngeh jika Algha dan Elang tengah bersandiwara.

Perempuanku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang