Aku menguap beberapa kali. Sama juga dengan Christ. Mengantuk. Kemarin malam cepat berlalu. Dan siang sangat lama. Aku bisa merasakan air mataku keluar.
"Aku tau kalian tidak tidur kemarin," ucap Ben terbang disampingku. "Sudah baikan ya?"
"Ya." Aku tersenyum.
"Baguslah. Aku tak perlu susah payah mencegah Yang Teragung Saha lagi."
"Mencegah?"
Ben memutar bola matanya lalu berdecak. "Ck. Kalian ini. Aku tau apa yang akan terjadi kalau kalian bertengkar. Maka dari itu aku membiarkan kalian berdua saja."
Aku tertawa kecil melihat wajah Ben yang kesal. Ben yang merasa ditertawakan kembali terbang disamping Elvino. Aku melanjutkan perjalan dengan mata tertutup.
•••
"Kita sampai."
Ucapan Yang Teragung Saha membuatku membuka mata. Senyumku mengembang ketika melihat tulip-tulip berjajar rapi.
Kakiku menghentak tanah. Jesse langsung memelukku dan Stuard memeluk Christ.
"Mahkota yang bagus," Stuard menunjuk mahkotaku dan Christ.
"Kalian lama sekali," ucap Jesse melepas pelukan. "Ayo cepat. Levin dengan Stev sedang sekarat!"
Aku mengangguk lalu berlari menuju ruang pengobatan. Laura masih berada disana dengan keringat bercucuran. Ia menumbuk sesuatu di mangkuk dengan cepat. Seketika ia berhenti lalu senyumnya mengembang. "Kalian kembali."
"Bagaimana keadaan mereka?" tanya Christ cepat. "Dimana ruangannya?"
"Mereka mencapai puncaknya. Kemarilah. Cepat!" Laura berjalan setengah berlari ke ruangan dengan 2 pengawal.
Aku terhentak. Levin dan Stev kejang-kejang. Kulit mereka berwarna ungu. Mata mereka terbuka lebar memerah. Seperti melotot.
"Astaga Tuhan," ucap Christ kaget. "Kami bawa obatnya.."
"Ya... Tunggu," aku berfikir sejenak.
Aku dan Christ berpandangan. "OBATNYA?!"
"Oh tidak..tidak...tidak..." Christ menggeleng-gelengkan kepalanya. "Jangan bilang kita..."
"Tidak mungkin.. Levin!"
Aku duduk lemas di lantai. Bersandar di tembok sambil memeluk kedua lutut. Tersadar tidak membawa benda terpenting.
"Kita meninggalkan obatnya..." Christ terdiam mematung. "Berapa lama lagi mereka bertahan?"
"Beberapa menit.." jawab Laura makin berkeringat.
"Bagaimana kalian bisa lupa?!" tanya Stuard. "Kalian hanya enak-enakan saja, begitu?! Dapat mahkota lalu kembali?!"
"Kalian pergi lama dan kembali dengan tangan kosong?" Jesse mendesis. "Teganya kalian.."
Aku menangis kencang. Christ juga ikut tersungkur di lantai. Jesse dan Stuard berdiri menatap kami marah.
"Seseorang mencari obat?"
Kami serentak menoleh. Lyla datang dengan Kakek, Yang Teragung Saha, Yang Tercantik Ara, Elvino, dan Ben. Dan... Peri-peri.
Aku mengusap air mataku. Senyumanku mengembang. "Ya Tuhan. Kepada siapa aku harus berterima kasih?"
"Kepada mereka, Nak," ucap Kakek menunjuk peri-peri.
Aku melihat mereka dengan senyuman. Lalu menunduk. "Terima kasih banyak peri-peri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Another World Sahaara Land
FantasyKhayalan. Chintya el'Queen. Namanya saja Queen. Apakah dia ratu? Apakah dia anak yang spesial? Spesial. Satu-satunya yang spesial dari dalam dirinya adalah sifatnya yang gigih dan cocok dinobatkan sebagai seorang Ratu. Harmonika bergeming. Orang-or...