Kami berjalan hingga menemukan pondok dengan dinding batu. 'Ketua' tulisan yang indah tapi mencengkam. Berjalan sebentar dan kami mendapati pria gagah duduk di kursi kayu.
Steve terhenti sebentar. Jarak antara pria itu lumayan jauh. "Apa aku harus menemuinya?"
Lyla melotot serta anggukan memaksa. Steve menghela nafas dan memutar bola matanya. Sebal? Mungkin. Kami berjalan lagi mendekati pria itu Steve dan Lyla maju berdua dan menunduk.
"Ini budak barumu, Ketua," ucap Steve ketus.
Pria itu hanya memakai celana atas lutut dan jubah merah kusam yang menutupi punggungnya. Serta topi koboi dan tanpa alas kaki. Wajahnya lumayan...tampan. Ia seperti Steve, perasaanku pun mengatakan hal yang sama. Apa mungkin mereka saudara? Tetapi mana mungkin. Steve memanggilnya 'Ketua' tadi.
Pria itu mengerutkan kening. "Banyak sekali. Apa aku bisa membayar semua ini?"
"Bayar saja. Kau kaya tidak seperti aku," lirih Steve. Aku bisa mendengarnya. Kenapa dia seperti itu?
"Katakan nama kalian!" pinta Ketua.
Kami melirik satu sama lain. Tapi, semua teman-teman melirikku. Akulah yang harus menjawab. "Nama saya Chintya. Disamping saya ada Christ, Jesse, Stuard, dan Levin."
"Aku menyuruh kalian. Bukan satu orang! Memangnya kalian ini siapa menyuruhnya untuk menjawab? Kau juga, mau saja disuruh-suruh!" seru Ketua menggebrak lengan kursi sambil menatapku. Aku memalingkan wajah.
"Mereka budak baru! Bisakah membuat mereka tidak ketakutan mendengar amarahmu itu?" bentak Steve tak kalah. "Sombong sekali kau baru menjadi Ketua saja, tingkahmu seperti macan."
"Aku tidak takut," lirih Christ memandang keatas. Memalingkan wajahnya.
Ketua berdiri lalu mendekati Christ. Sebelumnya ia menatap Steve geram. Tapi tak menjawab apa pun. Wajah Christ dan Ketua sangat dekat. Tapi Christ masih melihat arah berbeda. Bukannya menatap Ketua
"Tatap mataku, anak muda." Christ mengikuti perintah Ketua. "Aku Ketua disini. Apakah kau tidak diajarkan sopan santun? Wow, hebat sekali. Orang-orang bumi pasti hanya diajari tentang kebodohan dan etika yang salah. Dasar.."
Christ terbelalak. "Justru kaulah yang 'Dasar'. Kau tidak diajari kebaikan, huh? Memangnya kau ini makhluk apa? Walaupun kau ini atasan, tapi ada baiknya jika kau mengatakan selamat datang kepada kami. Kami dipaksa masuk kemari."
"Darimana kau dapat budak ini ?!!" teriak Ketua di depan wajah Christ.
Christ menutup wajahnya. "Jorok. Kau tidak pernah menggosok gigi? Atau berkumur semacam membersihkan mulutmu?" Steve malah tertawa.
Plaakk!
Ketua menampar Christ keras. Hingga tubuh Christ jatuh. Aku terbelalak begitu juga dengan teman-temanku. Steve dan Lyla pun sama. Saat bangkit, Christ mengelus pipi kirinya. Merah padam. Mulutnya pun mengeluarkan darah Levin ikut mengelus pipinya. Ia takut selanjutnya adalah pipi bakpaonya.
"Kau harus ajari dia!" seru Ketua kepada Lyla.
Lyla menatapku menyuruh membantu Christ berdiri. Sebenarnya tanpa disuruh pun aku memang akan membantu Christ. Dasar keras kepala, Christ tidak pernah berhenti mengoceh. Aku membantu Christ berdiri. Tapi dengan kasar dia langsung berdiri. Tatapannya kesal penuh amarah dengan Ketua. Christ pergi duluan. Disusul teman-teman. Namun hatiku masih tidak enak.
Aku membungkuk di depan Ketua. "Maafkan atas se—"
"Tidak perlu membungkuk! Berdiri dan urusi temanmu itu, gadis pembantu!" jawab Ketua dengan suara lantang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another World Sahaara Land
FantasyKhayalan. Chintya el'Queen. Namanya saja Queen. Apakah dia ratu? Apakah dia anak yang spesial? Spesial. Satu-satunya yang spesial dari dalam dirinya adalah sifatnya yang gigih dan cocok dinobatkan sebagai seorang Ratu. Harmonika bergeming. Orang-or...