Epilog

159 11 0
                                    

Dunia Sahaara adalah Dunia terhebat yang pernah aku kunjungi. Dengan kata lain, itu adalah rumah keduaku. Selalu aku berdoa agar dibawa kembali kesana. Walaupun aku harus menghadapi bahaya lagi.

Menghitung jam disini sama dengan menghitung hari disana. Aku takut jika Peter nanti sudah tua seperti Kakek. Apalagi sihir pertumbuhan disana sudah ditetapkan. Mereka akan tumbuh dengan cepat.

Dan aku akan selalu mengingat mereka. Kusembunyikan semua dalam buku tebal kuno yang kudapat di meja rias tepat sebelah kalung pemberian Kak Robbin kuletakkan. Kak Robbin tidak tau, mungkin dari mereka katanya. Aku percaya karena buku itu bersampul gambar kalung Kak Robin dan tulisan indah 'SAHAARA' dan 'LONG LIVE QUEEN CHINTYA'.

"Sudah satu tahun..." Christ mendesah, "aku masih merasakan hawa mereka disini."

Aku mengangguk. Duduk di atap rumah memang menyenangkan. "Ya. Berapa abad disana?"

"Satu jam saja 1 hari. Berarti 1 hari disini sama dengan 24 hari disana. 365 hari disini sama dengan...em..." Christ berusaha menghitung. Jarinya bermain-main dengan cahaya sihir yang ia buat.

"8760 hari disana... Astaga!" Aku mendelik. "Lama sekali."

Christ mendesah lalu berdiri. Berusaha menahan badannya agar seimbang. Ia menatap awan putih. "Aku pikir mereka tidak ingin kita kembali...lagi."

"Tidak mungkin."

"Kalau mungkin?" tanya Christ menatapku. "Kakek mungkin sengaja mengatakan kita pasti akan kembali. Itu agar kita mau pulang kemari."

Aku menunduk. Mencerna kata-kata Christ dengan teliti. Ada benarnya juga jika aku berada di sifat negative. Tapi ada salahnya jika aku berada di sifat positive.

"Lalu mereka akan melupakan kita. Dan tidak pernah mengingat kita kembali. Maupun mengenali kita ke generasi baru mereka," tambah Christ.

Zep!

Tanpa sengaja aku mengeluarkan sihirku. Pohon tua itu jatuh roboh. Christ melototiku terkejut. Aku diam saja.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Christ.

Aku ikut berdiri dan menatapnya tajam. "Dengarkan aku Christian. Jika menurutmu mereka tidak mau kita kembali, baiklah tidak usah dipikirkan."

"Bukan aku yang memikirkannya. Kau Chintya!" serunya.

Dia benar. Argh, terlalu parah. Aku turun dari atap lalu menuju kamarku.

•••

Kini setahun itu berlalu. Menjadi tahun selanjutnya. Aku sudah SMA sekarang. Dan aku bukan anak kecil lagi. Aku tumbuh menjadi remaja aktif di sekolah. Ya, sengaja aku lakukan. Untuk melupakan kenangan 3 tahun silam. Jeleknya Christ masih bersamaku. Walaupun SMA.

"Mau berfikir sudah berapa hari disana?" tawar Christ.

Sudah menjadi kebiasaan kita. Menghitung hari disana. Menyakitkan memang, aku semakin merindukan tempat itu.

Aku kembali menghitung. "Jika 365 hari disini, dikali 3 tahun sama dengan 1095. Lalu dikali 24 hari disana sama dengan...26.280 hari disana ?! Oh Demi Kakek—"

"Chintya!"

Christ mendelik lalu menunjuk kalungku. Kalungku bercahaya. Dengan cepat Christ mengambil kalungnya di saku celana. Kalungnya ikut bercahaya.

"Akhirnya."

Saharaa Land I

Another World Sahaara LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang