Unicorn

178 19 4
                                    

"Apa maksudmu kalung ini?" aku memperlihatkan kalung pemberian Kak Robbin. "Ini pemberian kakakku."

"Hey, aku juga mendapat kalung biru. Kado dari kakakmu," kata Christ mengeluarkan kalung yang sama dari saku celananya. "Ini indah, maka dari itu aku simpan."

Rudi mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia memegang kalungku dan Christ. Memastikan bahwa dia tidak salah lihat.

"Ya! Inilah dia. Pantas saja aku merasakan aura berbeda saat mendekati kalian berdua. Kalian jaga kalung ini. Jangan berikan kepada sembarang orang. Jika kalian memberikannya ke orang lain, bisa kalian yang celaka," ucap Rudi serius. Aku mengangguk mengerti.

"Lihat itu," seru Christ menunjuk ke arah utara.

Aku mengikuti arah telunjuk Christ. Mataku berbinar melihatnya. Air mancur indah dengar air berwarna pelangi. Terdapat banyak kuda meminum air dibawahnya. Warna bulu mereka beragam–putih, hitam, cokelat, abu-abu, dan cream bersayap. Tunggu dulu, itu unicorn? 

"Aku rasa ini mimpi," ucap Levin. "Jika ini mimpi, aku tidak ingin bangun."

Stuard melirik Christ, begitupun sebaliknya. Mereka mengangguk bersamaan dengan lirikan jahil. Mereka merencanakan sesuatu. Benar, mereka berdua langsung menampar pipi Levin bersamaan. Christ di pipi kanan dan Stuard di pipi kiri. Pipi Levin yang besar langsung bergoyang-goyang. Nampak merah padam di kedua pipinya. Levin ingin berteriak tapi Rudi segera menutup mulutnya.

"Jangan berteriak. Nanti kalian dihukum," ucap Rudi.

Jesse terkekeh. "Dasar usil. Apa yang kalian lakukan? Lihat, pipinya seperti kepiting rebus. Merah sekali. Haha...!"

"Ini bukan mimpi, Levin sayang," goda Stuard menuruti tingkah ibu Levin.

"Sudah terbangun dari mimpi? Oh, ini bukan mimpi. Termasuk dengan makanan siap saji dari ibumu itu," kata Christ. "Lezatnya milshake ekstra cokelat."

Levin meringis, "Tolol."

Kami tertawa. Lalu kereta berhenti. Rudi terkesiap lalu turun dari kereta. Jake menghampiri kita dengan wajah sangar yang dibuat-buat. Ia menatap Rudi yang menundukkan wajahnya. Lalu menatap kita satu-satu. "Kalian cepat pilih salah satu kuda ini!" serunya lalu pergi.

Hanya itu yang dikatakannya. Ia pergi dengan menatap sangar kepada Rudi lagi. Sinar matahari membuat kepalanya terlihat botak mengkilap. Tentu dengan keringat bercucuran. Aku bisa bilang kepalanya itu adalah merek mobil BMW. Botak mengkilap wow.

Kita berlari menuju unicorn. Lalu memilih salah satu. Sesuai dengan kesukaanku, aku suka putih. Jadi kupilih unicorn berwarna putih. Levin kuda cokelat, Stuard kuda abu-abu, Jesse kuda cream, dan Christ kuda yang hitam. Semua berbeda warna.

'Pilih warna yang sama...'

Peri-peri? Astaga, aku lupa dengan mereka. Masih ada rasa marah pada mereka saat kejadian kemarin. Aku melihat keatas, tidak ada apa-apa. Saat itu juga Rudi melihatku dengan mulut komat-kamit. Seakan-akan ingin berbicara sesuatu. Tapi Jake langsung melototi Rudi balik. Rudi tertunduk.

"Cepat naik ke kuda!" seru Jake.

Kami naik ke kuda. Aku agak canggung menaikinya. Levin terlihat kesusahan naik. Kudanya tidak mau dia naik ke punggungnya itu. Kita tertawa kecil. Aku mencoba menaikinya, tapi kuda ini tidak mau diam. Aku menjadi kesusahan. Oh, aku mengerti. Kakek bilang kuda yang baru menjumpai penunggang baru, harus berteman ramah dengan penunggang barunya.

"Hei, namaku Chintya. Aku suka sayapmu. Bolehkah aku naik ke punggungmu, teman?" tanyaku. Kuda itu meringkik lalu membungkuk membantuku naik ke punggungnya. "Terima kasih, teman."

Another World Sahaara LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang