my quena

94 19 0
                                    

Setelah kejadian itu , jasad klaus dibawa oleh pihak kerjaan dan diadakan pemakaman khusus untuknya . Saat pemakamannya , aku berusaha untuk tak menangis . Tapi air mata ini tak terbendung lagi dan aku sama sekali tak berniat menghentikannya . Hanya 1 ini saja . Aku janji.

"Om ricardo , tante alisa , emma minta maaf. Seharusnya emma saja yang pergi" kataku

"Hush , emma . Jangan bicara begitu . Apapun itu alasannya , aku tahu pilihan klaus yang terbaik. Oleh karena itu jangan ada yang disesali . Kami sedih kehilangan klaus , begitu juga kamu. Tapi kalau kita terus bersedih bukannya klaus tidak akan bisa pergi ke surga ?" Kata raja ricardo menyemangatiku . Aku tahu . Ia pura-pura kuat. Kesedihan tampak pada matanya. Sedangkan ratu alisa ? Ia memilih untuk bungkam dan menepuk-nepuk pundakku pelan.

"Kenapa klaus meninggalkanku. Kenapa ? Kenapa kau harus pergi lebih cepat dariku , nak" suara itu muncul di benakku.

"Deg" apa itu ? Suara apa itu ? Aku yakin itu suara lelaki dengan suara yang khas. Itu suara milik raja ricardo.

"Om , bicara apa tadi?" Kataku

"Tidak. Aku tidak bicara barusan" katanya

"Oh , mungkin aku salah dengar" kataku.

"Emma , sebaiknya kau pulang . Ayah dan ibumu sudah datang. Tanganmu kemarin terluka parah" kata ratu alisa.

"Baiklah. Aku mohon pamit om, tante" kataku sambil memberi hormat lalu berjalan ke arah ayah ibuku.

Ibuku langsung memelukku , menanyaiku apakah aku baik-baik saja. Sedangkan ayahku , ia berkata

"You did great , emma . I'm sorry for klaus , still . Miss you so much"

Lalu ia menyampaikan bela sungkawa pada kedua temannya itu dan kami bertiga pulang ke kerajaan kami.

Aku teebaring termenung di kamarku. Dengan tatapan kosong , melihat langit-langit kamar yang berwarna putih.

Suara itu. Suara yang orang lain sama sekali tidak dikeluarkan orang , semuanya terdengar di telingaku. Awalnya kukira hanya aku yang salah dengar , tapi saat aku melewati penjaga gerbang , kusir , bahkan zenzo , suara itu mulai terdengar. Suara hati mereka.

Aku takut . Rasa takut mulai menyelimuti hati dan pikiranku. Ada apa dengan-ku ? Apakah kepalaku terbentur kemarin ? Akhirnya aku memutuskan untuk berbicara pada ibuku.

"Tok tok tok" aku mengetuk pintu kamar ibu dan ayahku.

"Masuk" terdengar suara ayahku beserta suara alunan piano.

"Emma , ada apa ?"kata ibuku bangkit dari kursi pianonya.

"Bolehkah aku duduk dulu ?" Kataku

"Tentu duduklah" kata ayahku sambil duduk , disusul dengan ibuku.

"Ada masalah apa , emma ?" Kata ayahku.

"Sepertinya ada yang aneh denganku" kataku

"Kau sakit , emma ?" Kata ibuku

"Tidak , tidak sakit . Hanya saja aneh"

"Lalu ada apa ?" Kata ayahku

"Begini , aku mulai bisa mendengar suara hati orang lain. Setiap kali aku menatap mata mereka , aku mendengarnya. Aku pusing."

Hening. Sepertinya ayah dan ibuku , keduanya sedang mencerna apa yang aku bicarakan.

"Quena. Sepertinya itu quena" kata ayahku

"Quena ? Memangnya ada quena seperti ini ?"

"Ada , emma. Ibu-mu punya quena yang bisa mengetahui kebohongan"

"Kudengar , kalau quena itu muncul , warna mata kita akan berubah . Tapi mataku tidak berubah warna"kataku

"Butuh waktu kira-kira 1 hari sampai warna matamu berubah" kata ibuku.

"Baiklah. Terima kasih ayah , ibu. Aku senang bisa berbicara dengan kalian berdua. Nikmatilah waktu istirahat kalian. Aku akan pergi beristirahat"





TIMELESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang