"Kares, ini maksudnya apa? Kok gue ga ngerti?" aku menatap Kak Resti yang sedang duduk di sebelahku sembari membuat soal latihan.
Wanita berumur dua puluh tahun yang biasa aku panggil 'Kares' itu hanya mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi tanpa menatapku. "Lo pasti tau caranya kok, Neta. Kemaren 'kan udah gue jelasin."
Aku mengetuk-ngetukan pulpen yang sedang kupegang ke kepala. "Kok tumben lo bikin soal serumit ini? Gue sampe ga ngerti!"
"Gue mau ngukur kemampuan otak lo sampai di mana," jawab Kak Resti dengan santai.
Aku mendengus mendengar jawabannya. Akhirnya, setelah tau kalau Kak Resti tidak akan menjawab pertanyaanku, akupun berusaha mengingat rumus apa saja yang sudah Kak Resti beri kepadaku kemarin. Namun, hasilnya nihil. Tetap saja otakku tidak bisa bekerja dengan baik.
Tiba-tiba saja, aku mendengar teriakan dari lantai bawah yang sangat kencang. "NETA, GUE PULANG! Kares masih ada di rumah, ya?"
Aku berdecak kesal. Kenapa orang itu tidak bisa memelankan suaranya atau bahkan bersikap lembut sebentar saja? Eh, tapi, tunggu dulu. Kalau Rinna sudah pulang, berarti jadwal belajarku seharusnya berakhir, dong?
"Oke, karna kembaran lo itu udah pulang, berarti gue juga harus pulang. Nih, gue bikin soal buat PR lo. Ada dua puluh soal, besok gue koreksi. Oke?" ucap Kares menjawab pikiranku. Wanita itu menyodorkanku dua lembar soal Kimia yang membuatku tanpa sadar menelan ludah.
"O ... oke, Kak."
Setelah Kak Resti membereskan barangnya, kami berdua turun ke bawah untuk menemui si toa yang tadi baru saja meneriakan namaku. Saat sampai di bawah, aku dapat melihat Rinna sedang memakan coklat batang di dapur dengan baju seragam yang masih melekat di badannya.
"Gue kayaknya langsung pulang aja deh, Ta. Murid gue yang lain udah nungguin gue nih. Oke? Sampein salam gue ke Rinna, ya. Bye!" Kak Resti langsung pergi dari hadapanku setelah aku menjawab permintaannya dengan anggukan.
Begitu Kak Resti menutup pintu rumah, aku langsung menghampiri Rinna di dapur. "Rinna! Elo tuh ya, bukannya mandi atau bersih-bersih badan dulu, malah langsung makan coklat kayak gitu! Liat tuh, kotor semua 'kan baju lo kena coklat? Pasti lo meper ya ke baju lo sendiri? Ih, jorok!"
Rinna berdecak kesal. "Elo tuh kalau marah jadi makin mirip sama gue, tau!"
"Kita emang mirip, bodoh! Namanya juga kembar!" aku memutar kedua bolamataku sembari membuka kulkas untuk mencari minuman segar.
"Gimana sama Kares? Lancar semua? Dia bikin soal yang susah lagi, nggak?" tanya Rinna sembari mencoba mengalihkan topik pembicaraan.
"Jangan coba-coba alihin pembicaraan. Cepet mandi! Itu baju cheerleader lo juga taruh di bak cucian sana! Bau keringet tau!" perintahku sembari berkacak pinggang di hadapan saudara kembarku yang sangat keras kepala ini.
"Cih, lebih tua lima menit aja belagu banget lo, Ta!" dengus Rinna, dia terus memakan coklatnya tanpa mempedulikan omelanku.
"RINNA!"
Rinna hanya bisa mendengus sembari membuang bungkus coklat yang sudah habis itu ke tempat sampah. "Oke, oke Kanjeng Ratu! Gue mandi, oke? Puas?"
"Obat udah diminum?" tanyaku sembari mencari kotak obat Rinna.
"Jadi sebenarnya, gue disuruh mandi atau minum obat sih?" ucap Rinna sedikit jengkel.
Akupun terkekeh. "Yaudah sana mandi dulu. Abis itu minum obat, oke?"
Rinna mengangguk dan langsung menaiki tangga menuju kamar kami yang terletak di lantai dua. Aku menghela nafas melihat kelakuan kembaranku itu, dan aku langsung beranjak ke ruang TV untuk menghibur diriku sejenak.
Gadis yang baru saja aku marahi itu bernama Erinna Calla Janeeta. Dia kembaranku, kembar identik yang sangat identik. Bahkan, aku berasa bercermin setiap bertatapan dengannya. Dia feminin, suka bersosialisasi, ketua cheerleader, dan memiliki tubuh yang ideal. Hanya saja, suaranya yang seperti tarzan itu bisa menghapus semua predikat yang aku sebutkan tadi.
Selain wajah, sikap kami juga mirip. Hanya saja, aku tidak pandai bersosialisasi, aku tidak pandai menari-nari pakai pom-pom untuk menyemangati tim basket yang sedang bertanding, dan aku tidak feminin. Lalu miripnya di mana?
Oke, aku sangat kesal mengakui ini, hanya saja aku dan dia sama-sama memiliki suara seperti tarzan. Perbedaannya adalah, Rinna selalu memakai suara tarzannya tanpa peduli situasi yang sedang terjadi, sedangkan aku tau kapan saja aku harus memakai suara tarzanku. Hanya itu perbedaannya.
HOLA! i'm back! sesuai janji, gue akan mengetik lagi setelah UN. Dan, ya, inilah cerita baru gue. semoga kalian suka!:)
KAMU SEDANG MEMBACA
180°
Teen FictionErinna Calla Janeeta dan Erlinda Kineta Tasanee adalah anak kembar yang sangat identik. Orang-orang bahkan tidak bisa membedakan mana Rinna atau mana Neta saat mereka bersama. Walaupun wajahnya mirip, mereka memiliki banyak perbedaan. Neta suka men...