4 (bagian pertama)

1.5K 85 0
                                    


Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif ...

Aku membanting keras ponselku ke sembarang arah. Aku sudah mendapat suara operator yang menyatakan ponsel Rinna sedang tidak aktif sebanyak empat kali! Sekarang sudah jam delapan malam, dan Rinna telat pulang ke rumah selama empat jam lamanya.

Jakarta sedang tidak dilanda banjir ataupun bencana alam yang lainnya, tapi mengapa Rinna tidak juga menunjukan batang hidungnya sampai sekarang?

"Gue minta maaf sama lo, dan gue gak akan ganggu lo lagi setelah ini. Gue janji."

"Rinna gak akan pernah meninggalkan Hazel, dan kalau Ayah masih melarang Rinna untuk melakukan itu, Rinna lebih baik gak usah pulang ke rumah ini lagi!"

"Ck! Lo di mana sih, Rin?!" aku menggeram frustasi seiring dengan ucapan Rinna tadi pagi yang terus menggema di kepalaku.

Ini adalah kali pertama Rinna pulang malam semenjak satu tahun yang lalu. Sejak penyakit itu menyerangnya, Rinna tidak pernah pulang selarut ini. Tentu saja kejadian hari ini membuatku seperti orang gila yang ingin mengakhiri hidupnya. Terlebih lagi, ucapan Rinna tadi pagi terus berputar di kepalaku, seperti berusaha memberiku tanda tentang apa yang sedang terjadi. Namun, semuanya sia-sia. Aku bahkan tidak dapat berpikir dengan jernih.

Satu yang aku untungkan saat ini, Ayah dan Bunda sedang dinas ke luar kota –lagi- dan tidak pulang selama kurang lebih satu minggu. Jadi, aku tidak akan mendengar amukan mereka hari ini. Namun, tetap saja, aku tetap khawatir dengan Rinna yang sama sekali tidak memberiku kabar. Terlebih lagi ponselnya selalu tidak aktif setiap kali aku mencoba menelfonnya.

Tiba-tiba saja ponselku berdering menunjukan adanya panggilan, buru-buru aku melihat nama siapa yang tertera di layar ponselku. Setelah mengetahui kalau itu hanyalah Regan, kedua pundakku menurun seiring dengan rasa kecewa yang menyelimuti hatiku yang sedang resah ini. Bukan nama itu yang aku harapkan, tapi nama Rinna!

"Hm?" sapaku dengan malas, aku benar-benar tidak membutuhkan panggilan dari siapapun kecuali dari Rinna!

"Neta! Rinna sama Hazel kecelakaan mobil, sekarang Rinna sama Hazel lagi di bawa ke rumah sakit kakek gue pake ambulan. Lo di mana? Cepetan susul gue ke rumah sakit!" suara Regan yang sangat panik itu kontan membuatku membeku di tempat. Lidah ku kelu, pikiranku berputar-putar dan hatiku seperti dipukul oleh palu dengan sangat keras.

"Neta? Halo? Lo denger gue, nggak?" suara Regan kembali terdengar, namun aku terlalu lemah untuk menjawabnya. Bahkan, untuk berjalan saja rasanya susah. Tubuhku membeku di tempat tanpa bisa berbuat apa-apa. Seperti ada sesuatu yang menahanku untuk tetap berdiri di sini.

"Rinna ... kecelakaan?" balasku yang akhirnya membuka suara setelah mengumpulkan semua tenaga. Mataku bergerak panik, memutari kamarku dan Rinna yang saat ini diterangi cahaya remang-remang.

"Ck! Tunggu di rumah lo, gue jemput lo di rumah!" sambungan langsung terputus setelah Regan memutuskannya secara sepihak. Sepertinya dia mengerti keadaanku yang terlalu shock untuk mencerna kejadian yang sekarang sedang terjadi, jadilah dia memilih untuk menjemputku di rumah.

Setelah sambungan itu terputus, aku langsung gelagapan dan berganti baju dengan super cepat. Aku hanya memakai sweater biruku tanpa mengganti celana piyamaku yang bergambar teddy bear. Buru-buru aku mengambil dompet dan ponselku, lalu bergegas ke bawah untuk mengabari Mbak Rika tentang apa yang terjadi dengan Rinna.

"Jangan bilang Ayah sama Bunda dulu ya, Mbak? Biar nanti aku aja yang hubungi mereka," ucapku kepada Mbak Rika diiringi dengan selaput bening yang melapisi kedua mataku, sehingga wajah Mbak Rika terlihat kabur.

180°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang