Aku tersenyum geli melihat wajah Rinna yang kesal karna telfonnya tidak diangkat oleh Ayah. Dia memang seperti itu kalau sedang kangen dengan Ayah, pasti akan gencar menelfon padahal sudah tau kalau Ayah tak akan mengangkatnya. Tentu saja Ayah tidak akan mengangkat, Ayah 'kan sedang bertugas di markas kepolisian pulau Bali. Jadi, mana mungkin dia meluangkan waktunya yang sangat padat itu untuk mengangkat telfon tidak penting dari Rinna?
"Udah deh, Rin, Ayah gak akan jawab telfon lo itu. Lo tau 'kan Ayah lagi sibuk banget di sana? Apalagi sekarang banyak kasus narkoba di Bali, jadi mana mungkin Ayah jawab telfon lo?" ucapku sembari menggonta-ganti saluran TV yang sedang kutonton.
"Tetep aja, Ta! Gue tuh kangen sama Ayah, udah empat bulan tau kita gak ketemu sama Ayah! Lo gak kangen apa?" balas Rinna dengan kesal, membuatku memutarkan kedua bola mata karna terlalu jenuh mendengar pertanyaan semacam 'lo gak kangen apa sama Ayah?'
"Pertanyaan lo itu gak butuh jawaban, tau?"
"Ini anak Bunda kenapa ribut banget, sih? Di depan ada tamu, tau!" ucap Bunda kala dirinya melewati ruang tengah untuk menuju dapur, membuatku dan Rinna terkejut.
"Tamu? Siapa, Nda?" tanyaku sembari menatap wajah Bunda dengan aneh.
Bunda tersenyum jail. "Tante Diera. Itu lho, Mamanya Hazel."
"Mamanya Hazel?" ucap Rinna dengan kilat kebahagiaan di kedua matanya, membuatku dan Bunda tersenyum geli.
Ya, sudah menjadi rahasia umum kalau saudara kembarku itu sangat menyukai Hazel. Bahkan bisa dibilang fanatik.
"Giliran ada gebetan aja, langsung melek mata lo!" balasku dengan kesal.
Bunda menatap Rinna dengan pandangan tidak suka. "Hush, masih kelas sembilan udah ada gebetan aja kamu! Belajar yang bener, mau dapet nilai yang bagus, 'kan?"
"Ih, Bunda bawel! Hazelnya aja gak pernah notice aku," balas Rinna dengan nada sedih, seolah ingin memberitau aku dan Bunda kalau dia sedang dirundung perasaan galau.
"Oh, jadi cowok itu udah nolak anak cantik Bunda? Rugi banget!" celetuk Bunda sembari mencoba menghibur Rinna, "Eh, kok Bunda jadi ngerumpi sama kalian? Udah ah, Bunda ke dapur dulu mau siapin minuman buat tamu. Oh iya, Ta, kamu dicariin Hazel tuh."
"Ada Hazel, Nda?!" ucap Rinna dengan histeris, membuatku menatapnya dengan kesal.
Bunda hanya tersenyum menggoda sembari berjalan menuju dapur, tanpa menjawab pertanyaan yang barusan Rinna lontarkan.
"Tuh 'kan, dia ke sini pasti nyariin elo! Lama-lama, gue main basket juga nih biar bisa temenan sama Hazel!" runtuk Rinna sembari menatapku dengan iri.
Aku tersenyum geli. "Mana mungkin anak rumahan kayak lo berani panas-panasan di siang bolong kayak gini? Udah ah, gue ke depan dulu mau nyamperin Hazel."
Aku berjalan menuju ruang tamu, dan terlihatlah Tante Diera dengan Hazel yang duduk di sebelahnya. Setelah salam dan berbasa-basi sedikit dengan Tante Diera, aku bergegas menarik Hazel keluar.
"Lo mau ngajakin gue main basket lagi, atau modus ke Rinna tapi malu?" tanyaku sembari melipat kedua lenganku di depan dada saat aku dan Hazel berada di halaman rumahku.
Hazel tersenyum kikuk sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Gue gak berani nyapa dia, Ta. Gue malu setengah mati, tau!"
Ah, betapa gemasnya aku dengan Rinna dan Hazel. Yang satu menunggu disamper tanpa mau maju duluan, yang satunya lagi hanya diam ditempat karna dibelenggu perasaan malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
180°
Teen FictionErinna Calla Janeeta dan Erlinda Kineta Tasanee adalah anak kembar yang sangat identik. Orang-orang bahkan tidak bisa membedakan mana Rinna atau mana Neta saat mereka bersama. Walaupun wajahnya mirip, mereka memiliki banyak perbedaan. Neta suka men...