10

1.3K 67 1
                                    


Aku masih mencatat beberapa hal yang menurutku penting di buku catatan saat bel tanda istirahat berbunyi. Sontak saja Nara, Fera, Mela dan Niken langsung heboh dan mengajakku untuk ikutan ke kantin.

"Ayo, Rin, kita ke kantin!" sahut Niken, gadis itu langsung menghampiri mejaku dan Nara.

"Iya, ayo ke kantin! Udah, tinggalin aja catetannya, bisa disambung nanti kok. Perut gue udah meronta nih!" Fera ikut-ikutan menyetujui perkataan Niken, dia menarik-narik tanganku sampai-sampai kegiatan mencatatku terganggu.

"Iya-iya, jangan narik-narik tangan gue kenapa!" balasku kesal. Untungnya aku sudah bisa menghafal nama-nama mereka dengan cepat. Kalau tidak, mungkin mereka akan curiga kalau aku itu bukan Rinna, tapi Neta.

Kami berlima langsung keluar dari kelas dan menuju kantin setelah aku menutup buku catatanku dengan terpaksa. Tadi kulihat Regan sudah tidak ada di kelas, mungkin anak itu sedang di kantin. Secara, cowok itu gampang sekali merasa lapar. Dikit-dikit lapar, dikit-dikit minta makan, dikit-dikit minta jajanin.

Eh, kok jadi bahas Regan?

Dulu, saat aku bersekolah di sini dan masih menjadi 'Neta', aku menghabiskan waktu istirahatku di kelas sambil memakan bekal yang dibuat sama Mbak Rika. Atau, terkadang saat Mbak Rika tidak sempat membuatkan aku sarapan, aku pergi ke perpustakaan untuk membaca buku. Temanku dari dulu ya memang hanya Rinna, Nara, dan Regan.

Eh, tapi Regan tidak bisa dihitung jadi teman, ya?

Aku memang suka membaca buku, tapi aku tidak memakai kacamata berframe besar kok. Malah, mataku normal seratus persen. Untuk masalah tidak pandai bersosialisasi, sebenarnya aku punya alasan tersendiri untuk itu. Aku punya alasan kenapa aku terkesan menutup diri, dan kenapa aku terkesan tidak mempunyai teman.

"RIN!" teriakan itu kontan saja membuatku terkejut dan langsung kembali sadar dari lamunan panjangku. Aku melihat ke arah teman-temanku –atau lebih tepatnya, teman Rinna- yang sedang menatapku dengan pandangan jengkel.

"Lo gak dengerin, ya, daritadi kita bahas apa?" ucap Fera sembari berkacak pinggang.

Aku tersenyum meminta maaf, lalu kepalaku menggeleng dua kali.

"Ck, mikirin apa sih?" balas Nara kesal sembari melihatku, lalu dia berdeham, "Kita lagi bahas latihan cheerleader tiga hari lagi."

"Latihan cheerleader? Gue nggak– ah, ya, latihan cheerleader. Emangnya kenapa sama latihan cheerleader?" tanyaku dengan bingung. Oh, bagus, mukaku pasti terlihat sangat bodoh sekarang.

"Ah, tau ah, kita cari tempat aja keburu penuh semua nanti," celetuk Niken sembari mengibaskan tangannya dengan kesal.

Aku hanya bisa meringis melihat tatapan kesal yang mereka lempar kepadaku. Kamipun duduk di salah satu bangku kantin yang berada di tengah-tengah. Oh, tidak, aku benci ini. Selain terlalu ramai, tempat ini terlalu terekspos dan kebanyakan orang-orang melihat ke arah meja ini.

Aku mengedarkan pandanganku, dan mataku menangkap sosok Regan yang sedang makan bersama teman-temannya. Mejanya tak jauh dari meja yang sedang aku duduki, hanya berjarak satu meja saja. Ya, Regan memang termasuk anak-anak populer di angkatanku.

Kau tau maksudnya anak-anak populer di sini, 'kan?

Yang playboy, yang banyak tingkah, yang ganteng, yang di-fans-in sama adik kelas, yang doyan godain teman-teman seangkatan yang seksi, dan hal-hal yang sudah sangat lumrah saat kita mendengar kata 'kumpulan anak cowok populer se-angkatan'

Kalian pasti bertanya-tanya kenapa Regan mau pacaran denganku. Kalau kalian memintaku untuk menjawabnya, aku juga tidak bisa. Aku tidak tau alasan dia menyukaiku, aku tidak tau alasan dia memacariku, dan aku tidak tau alasan dia memilihku. Hidupku benar-benar menakjubkan, bukan? Punya pacar seperti Regan padahal aku adalah seorang yang tidak begitu populer di angkatan sendiri.

180°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang