17

1.2K 59 0
                                    

"Dasar gak tau malu! Emangnya lo kira diri lo cantik sampe-sampe berani nusuk gue dari belakang kayak gini?! Hah?!" ucap Aira sembari menjambak rambutku dengan keras, membuatku meringis kesakitan.

"GUE KIRA LO TEMEN GUE, TA! Nyatanya?! Lo sama aja kayak sampah!" dia lagi-lagi menatapku dengan murka, tangannyapun masih setia menjambak rambutku.

"Gue juga gak tau kenapa dia ngirim gue surat itu, Ra," balasku dengan air mata yang sudah berlinang di kedua pelupuk mata.

"GAK MUNGKIN! Pasti lo diem-diem suka ngobrol sama dia 'kan?! Ngaku!"

"Demi Tuhan, Ra! Gue gak ngelakuin itu!" rintihku dengan air mata yang mulai meluncur deras di kedua pipi.

Sumpah, jambakan Aira sangat kencang sampai rasanya rambutku akan tertarik semua!

"KENAPA LO JAHAT BANGET SAMA GUE?!" teriaknya tak terima sembari menghentakan tangannya dari rambutku.

Aku terjatuh dengan kedua tangan memeluk tubuhku sendiri. Aku terus-menerus menangis tanpa bisa membalas perkataan Aira. Jahat? Apakah aku jahat padahal aku tidak tau apa-apa tentang ini? Apakah aku jahat jika aku sama sekali tidak terlibat? Apakah aku jahat?

"GUE PUTUS KARNA ELO, TA!" teriakan Aira yang sangat pilu itu kembali terdengar di kedua telingaku, membuatku meringis.

"Gue gak tau apa-apa tentang ini, Ra ..." lirihku tanpa bisa mengeraskan suaraku agar bisa didengar oleh Aira.

Aira menatapku dengan penuh kebencian, lalu dia berdecih kesal. "Gak usah sok polos di depan gue! Gue nyesel sahabatan sama elo, Ta! Gue benci sama lo!"

Aku hanya bisa meremas rok biru donkerku tanpa berani menahan Aira untuk tidak pergi. Diriku semakin menangis kala kejadian tadi pagi melintas di otakku. Gara-gara surat sialan itu, persahabatanku dengan Aira benar-benar kandas tak tersisa!

Aku menggigit bibir bawahku, berusaha meredam suara tangisanku agar tidak banyak orang mendengarnya. Kembali kulihat sepucuk surat yang tadi Aira lempar tepat di wajahku. Aku mengambilnya, lalu membaca isinya.

Gue suka sama lo, Ta.

-Arzachel Ramadhan Adithya-

Aku meremas surat itu saking kesalnya, lalu kembali menangis sejadi-jadinya. Kenapa harus Radit yang mengirim surat ini? Kenapa harus dia? Kenapa harus Radit yang notabenenya adalah pacar Aira? Kenapa harus pacar sahabatku sendiri? Kenapa? Kenapa?!

Sumpah demi Tuhan, aku tidak pernah mengobrol atau bertukar sapa dengan Radit. Aku mengenalnya karna Aira sering bercerita tentang Radit, dan aku tidak pernah penasaran bagaimana wajahnya –walaupun aku sudah tau wajahnya karna beberapa kali dia menghampiri Aira di kelas-

"Dia bilang, dia pacaran sama gue hanya karna dia tau kalau gue sahabat lo! Dia pacaran sama gue biar bisa datengin kelas kita setiap hari tanpa ada yang curiga. Dia pacaran sama gue hanya karna pengen dapet informasi tentang lo dari gue! Kenapa harus Radit, Ta? Lo tau gue sayang sama dia dari awal kelas tujuh!"

Perkataan Aira beberapa menit yang lalu kembali melintas di otakku, membuatku tanpa sadar merobek kertas itu dengan penuh emosi. Kenapa persahabatanku dengan Aira hancur hanya karna seorang lelaki bernama Arzachel Ramadhan Adithya?!

"Maafin gue, Ra ..." lirihku dengan linangan air mata yang masih mengalir dengan deras.

Aku berdiri, lalu membasuh wajahku yang sudah kacau ini dengan air dari westafel. Setelah merasa agak baikan, aku berbalik kemudian berjalan menuju kelas. Selama kakiku melangkah menuju kelas, aku terus-menerus merapalkan doa agar amarah Aira meredam dan dia bisa memaafkanku.

180°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang