SUDAH DI REVISI. SELAMAT MEMBACA, SEMOGA YANG INI LEBIH BAGUS DAN GAAMBURADUL KAYA SEBELUMNYA HEHE😅
----------------
Dylan beserta kedua temannya yang tidak lain dan tidak bukan adalah—Al dan Gilang, melompati tembok besar belakang gedung sekolah Nusa Bangsa, dengan sangat luwes dan gampang.
Bukan hal yang jarang bagi mereka melewati tembok besar itu. Jika ditanya mengapa tidak lewat gerbang depan—jawabannya adalah telat. Mereka telat. Padahal jam sudah menunjukan pukul 7 lebih 40 menit, tapi mereka masih santai saja tanpa takut ketahuan atau di marahi guru.
Setelah berhasil melewati gedung belakang sekolah, mereka berjalan sambil mengendap-endap seperti seorang maling takut ketahuan oleh masa—saat memasuki koridor sekolah. Langkah mereka menuju X-1 tiba tiba terhenti, saat seorang lelaki menghadang jalan mereka sambil berkacak pinggang. Lelaki itu adalah Faris— sang ketua OSIS di SMA Nusa Bangsa.
"Ngga rubah-rubah ya lo bertiga." Ucap Faris sambil mendecak sebal. "Terus saja cari sensasi."
"Siapa yang nyari sensasi sih? Ribet lo tai." Jawab Dylan sambil memutar bola matanya. "Minggir deh, gue mau masuk kelas." Dylan menyentuh pundak Faris agar menyamping.
"Yakin, guru kelas lo masih mau nerima murid bego kayak lo?" tanya Faris dengan nada mengejek. "Gue sih nggak yakin."
"Aduh kak, kalo lo ngomong terus, kita jadi makin telat ini." Ucap Al sambil menggaruk tekuknya. "Ntar lagi deh ya kalian berdua debatnya?" ucapan Al membuat Gilang melayangkan pukulan di kepala lelaki itu.
"Goblok lu Al." Lelaki bernama Al itu hanya menggaruk pelipisnya sambil menyengir lebar.
"Untung gue masih baik nggak laporin kalian ke guru piket." Ucap Faris pelan.
"Laporin aja gih sono. Gue nggak takut sama guru piket. Gue takutnya sama Allah." Timpal Dylan membuat Faris membelalakan matanya. Adik kelasnya yang satu ini, benar-benar menyebalkan.
"Udalah sono. Cape gue hadepin bocah kaya lo. Sana-sana." Faris mengibas-ngibaskan tangannya mengisyaratkan agar Dylan beserta ketiga temannya pergi.
Setelah Faris memutuskan untuk pergi dari hadapan mereka bertiga. Dylan beserta kedua sahabatnya itu melanjutkan langkah mereka ke lantai atas dimana kelas mereka berada. Sebenarnya Dylan takut pada guru piket, apalagi guru piket di sekolahnya ini sangar-sangar dan tidak berprikemanusiaan. Tapi—untuk menjaga wibawanya di depan Faris, ia harus terlihat cool.
"Dari mana saja kalian?!" bentak Bu Yeni saat melihat ketiga biang onar dikelas sepuluh itu—baru saja masuk ke dalam kelas yang sudah berlangsung setengah jam yang lalu.
"Dari rumah, Bu" jawab Gilang asal, dan mendapat banyak tawa dari teman sekelasnya.
"Kenapa telat?!" suara Bu Yeni semakin meninggi.
"Kenapa katanya? Tuh, lo di tanya Bu Yeni." Al menyenggol bahu Dylan yang berdiri di sampingnya. Seolah olah dia tidak bersalah disini.
"Lupa lagi bu jawabannya,"Dylan menggaruk tekuknya yang tidak gatal. "Belum belajar." tawa anak kelas semakin pecah.
"Kalian ini selalu membuat saya pusing. Sudahlah kalian duduk dan kalian saya hukum saat pulang sekolah nanti, temui saya di ruang guru!"tegas Bu Yeni, dan hanya di beri anggukan oleh ketiganya.
***
Saat bel istirahat berbunyi, Dylan, Al, dan Gilang langsung bergegas menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang demo saat sedari tadi pelajaran Bu Yeni—yang malah berujung menceramahi ketiganya.
Ketiga lelaki itu memilih bangku di pojok seperti biasanya. Dan jangan ditanya—walaupun mereka menempati tempat duduk di pojok belakang, tetapi tetap saja mengundang banyak perhatian dari pasang mata di kantin ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Milan [Completed] [Sudah Di Bukukan]
Teen FictionRank: #12 IN TEEN FICTION 10 Mei 2017 Dylan itu anak yang baik, tapi jahil. Dylan itu pinter, tapi suka di bego-begoin. Dylan itu cinta Milan, tapi di sia-sia in. Tau cinta pada pandangan pertama? Ya, mungkin Dylan mengalami itu, tapi tidak dengan M...