5. Dua kali sehari

129K 6.6K 143
                                    

BAB INI SUDAH DIREVISI, SELAMAT MEMBACA. DAN TERIMAKASIH BANYAK!😊😊😊😊

--------------

Pada saat jam menunjukan pukul 6 lebih 50 menit, Milan lari terburu-buru untuk memasuki gerbang sekolah yang sebentar lagi akan ditutup. Hari ini, lebih tepatnya tadi saat sarapan pagi, perut nya mendadak mules lagi seperti kemarin malam. Dan Milan pun terpaksa mundar-mandir di kamar mandi, untuk menyelesaikan panggilan alamnya sampai ia telat berangkat seperti ini. Kali ini, Milan memasuki gerbang dengan beberapa buku paket yang ia bawa di lengan kanan nya—karena ia akan menyimpan buku-bukunya itu di dalam loker sekolahnya. Tiba-tiba, tanpa ia sadari ia menabrak punggung lebar seseorang yang jauh lebih tinggi dari badannya.

"Aw—" Milan mengaduh sambil memegangi pelipisnya. Buku-buku yang ia bawa tadi, kini sudah jatuh bergeletakan diatas tanah. "So-sorry gue nggak liat." ucap Milan sambil mengambil buku-bukunya itu.

"Iya nggak pa-pa." ucap Faris sambil ikut berjongkok, dan membantu gadis itu untuk mengambilkan buku-buku yang bergeletakan didepannya.

Milan mengangkat kepalanya dan menatap lelaki yang tadi ia tabrak punggungnya itu. "Eh, ka Faris?" tanya Milan yang baru menyadari jika orang yang ia tabrak ini adalah ketua OSIS idolanya. Milan tersenyum kecil saat melihat Faris yang kini sibuk mengambilkan buku-bukunya. Ia mengidolakan Faris, semenjak MOS di sekolahnya ini. Ia menyukai Faris, karna sikap lelaki itu yang menurutnya sangat tegas dan berwibawa. Selain itu, Faris juga mempunyai wajah yang tampan, menarik, dan juga berkharismatik. Faris memiliki kepribadian yang cenderung kalem dan itu membuat aura yang Faris miliki semakin kuat.

"Ini, ini bukunya." Ucap Faris menyadarkan Milan dari lamunannya. Lelaki itu memberikan buku tersebut kepada pemiliknya. Dan Milan menerima buku-buku yang sudah di pungut oleh Faris dengan senang hati.

"Ma-makasih ya kak?" ucap Milan sambil tersenyum kearah Faris. Faris hanya mengangguk dan langsung berlalu pergi meninggalkan Milan yang masih berjongkok dengan buku-buku paket di lengannya.

Saat Milan hendak meneruskan langkahnya yang sempat terhenti yaitu menuju kelasnya X-2. Tiba-tiba ia mendengar ada seseorang yang meneriaki namanya dengan lantang dari arah belakang. Milan menoleh ke sumber suara, dan mendapati Dylan yang sedang berjalan kearah nya dengan tas ransel biru dongker yang ia jinjing di tangan kanan dan jaket abu yang disampirkan di bahu kirinya. Benar benar tidak mencerminkan siswa baik. Berbanding jauh terbalik dengan penampilan Faris tadi yang selalu terlihat rapih.

"Mau kemana?" tanya Dylan, sambil menunjukan deretan gigi rapihnya pada Milan.

"Ke kelas lah. Emang kemana lagi?" ucap Milan sambil terus berjalan. Kini, Dylan mempercepat gerak langkahnya dan mereka pun berjalan beriringan.

"Yauda, kelas kita kan tetanggaan, jadi kita juga jalannya harus tetanggaan." Ucap Dylan dengan senyum yang tidak pernah lepas dari bibirnya. Milan hanya menatap Dylan heran, lalu mengangguk dan meng iyakan saja ucapan lelaki itu. "Gue bantu ya." Dylan langsung menggambil alih buku paket yang berada di lengan Milan.

"Eh—nggak usah. Nggak pa-pa."

"Udah, nyantai aja." Lagi-lagi Milan hanya mengangguk, dan membiarkan Dylan mengambil alih buku paketnya.

Mereka berjalan beriringan menuju lantai dua, dengan saling diam. Dylan tidak membuka percakapan, begitu juga dengan Milan. Mereka masih saling diam dan hanya suara-suara sahutan dari banyaknya siswi yang melihat kearah mereka berdua, yang terdengar di telinga Milan.

Milan menarik nafasnya dalam-dalam. Ia tidak suka saat-saat seperti ini. Bagaimana tidak, kini semua tatapan siswi-siswi yang berlalu lalang di koridor kelas ini, menatap Milan dengan tatapan permusuhan dan juga tidak suka. Tidak usah ditanya penyebabnya apa pun, Milan sudah tau. Karena tidak lain dan tidak bukan, penyebabnya adalah, karena ia berjalan beriringan dengan pujaan para siswi itu. Siapa lagi jika bukan, Dylan?

Milan [Completed] [Sudah Di Bukukan] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang