8. Catatan Fisika

97.4K 5.8K 114
                                    

PART INI SUDAH SELESAI DI REVISI, SELAMAT MEMBACA.😊😊😊

-------------

"Gue sayang banget sama lo Lang, sumpah!" Dylan memeluk Gilang sangat erat, bahkan saking eratnya lelaki yang di peluk itu sudah hampir kehilangan separuh nafasnya.

"Udah jing, kasian tuh si onta arab." ucap Al sambil menyeruput Vanilla Latte dihadapannya.

"Lehrr, sahkt!" ucap Gilang terbata-bata saat Dylan tak kunjung juga melepaskan pelukannya. Seisi Cafe ini, kini sudah menatap kedua lelaki itu dengan pandangan, yah bisa kalian simpulkan sendiri lah bagaimana pandangan orang-orang saat melihat sepasang lelaki berpelukan, apalagi dengan pelukan erat. "Ah!" Gilang bernafas lega saat Dylan melepaskan pelukannya.

"Gue seneng banget anjing!" ucap Dylan histeris, tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sekelilingnya. "Gila. Mimpi apa gue bakalan ketemu Coldplay! Anjing sumpah gue seneng banget!" Dylan terus berucap kesenangannya, karena Om-nya Gilang yang berhasil mendapatkan tiket Coldplay seperti yang Dylan inginkan.

"Anjing aja terus yang lo bawa, anjing!" ucap Al sengit.

"Tapi masa iya gue nonton cuma sendirian. Jomblo banget anjir kesannya." ucap Dylan lagi, menghiraukan ucapan Al. Membuat Gilang menepuk bahu Al sambil tertawa kecil.

"Nggak pa-pa kok Lang, udah kebal." kata Al mendrama.

"Tapi gue seneng banget!" ucap Dylan lagi semakin membuat tawa Gilang pecah, sedangkan Al sudah menggeleng-gelengkan kepalanya. "Napa Lang?" tanya Dylan saat menyadari Gilang yang sedang tertawa di sampingnya, sambil memegang perut bawahnya.

"Bacot banget! Hahaha." kata Gilang disela-sela tawanya.

"Gue?"

"Ngaca aja deh mending." Timpal Al membuat Dylan mengerutkan dahinya.

"Apaan sih? Gimana maksudnya?" tanya Dylan masih tidak mengerti.

"Skip aja dah. Gue cabut dulu ya, bentar lagi ada tanding." ucap Al sambil bangkit dari duduk nya dan menyimpan uang selembaran bewarna merah muda diatas meja cafe.

"Tanding?" tanya Gilang yang kini sudah menghentikan tawanya.

"Balap, lawan geng nya Arnold." jawab Al santai sambil memakai jaket kulitnya.

"Masih?" tanya Dylan. "Kapan sih berhentinya?"

"Sampai Tuhan nyabut nyawa gue, mungkin?" jawab Al asal, disertai kekehan kecilnya. "Udalah kalo gue bacot terus disini, nggak berangkat-berangkat gue jadinya." ucap Al lalu pergi meninggalkan Dylan dan Gilang yang kini sudah saling bertukar pandangan sama-sama bingung dengan kelakuan Al yang semakin hari, semakin di liar saja.

Pasalnya yang dilakukan Al itu sangat bahaya. Jujur, Dylan dan Gilang sungguh sangat khawatir kepada Al akhir akhir ini. Balapan liar yang Al ikuti itu sangatlah berbahaya bagi keselamatan Al. Apalagi balapan itu terjadi hanya karena dendam antar geng yang hanya merujung dengan kelicikan dari salah satu pihak. Dylan yakin, pasti sampai kapan pun dendam antar geng itu tidak akan berakhir, sampai salah satu dari mereka mengalah. Tetapi Dylan yakin, Al—sahabatnya tidak akan mungkin mengalah segampang itu. Al keras kepala, dan Al adalah lelaki yang Perfectsionis.

"Cabut aja yu." Ajak Dylan pada Gilang yang kini tengah menyulut rokoknya. Gilang mengangguk lalu ikut bangkit mengikuti Dylan keluar dari Cafe.

***

Besok hari senin, hari yang sangat tidak disukai oleh semua murid, apa lagi bagi murid semacam Dylan, dan juga kawan-kawannya. Mungkin hari senin sudah menjadi musuh bubuyutan mereka. Apalagi ditambah pelajarannya yang sangat menguras tenaga, seperti pelajaran Fisika yang kebetulan berlangsung pada hari senin. Bayangkan saja, selesai upacara Bendera, mereka langsung di suguhkan pelajaran yang sangat amat menguras otak dan pikiran. Dan besok dengan sangat amat berat hati, Dylan harus mengikuti ulangan harian Fisika.

Milan [Completed] [Sudah Di Bukukan] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang