23. Will you be my girl?

77.9K 5.1K 247
                                    

PART INI SUDAH DI REVISI, SELAMAT MEMBACA;)

-----

"Dylan."

Ucap Milan saat melihat lelaki yang kemarin memberinya bunga itu sedang berdiri di depan kelasnya sambil memainkan ponsel. Milan berjalan menghampiri Dylan yang kini tengah menatapnya dengan satu alis terangkat keatas.

"Makasihh." ucapan Milan membuat Dylan tersenyum lembut pada gadis itu. "Kenapa lo nggak langsung ngasih ke gue?" pertanyaan Milan membuat Dylan melongo. Kenapa ya? Entahlah, ia juga tidak tahu mengapa.

"Soal nya g-gue kan nggak liat lo kemarin."

"Biasanya lo langsung masuk kamar gue."

"Kan ada nyokap lo, nggak sopan dong kalo gue langsung masuk gitu. Iya kan?" ucap Dylan meyakinkan. Alasan utama ia tidak memberikan langsung pada Milan adalah, malu. Catat, Dylan juga punya malu hey.

"Oh gitu?"

"I-iya gitu." Dylan menggaruk kepalanya asal, dan itu membuat rambutnya yang rapih kini kembali berantakan. "Em—kantin yu Mil."

"Ah? Oke yuk."

***

Seperti hari-hari biasanya, kini Dylan dan Milan pulang bersama menggunakan motor kesayangan Dylan tentunya. Mereka berjalan beriringan menyusuri koridor sekolah menuju tempat parkir siswa yang berada di pojok gedung, sambil sesekali tertawa meledeki guyonan Dylan yang selalu saja garing di mata Milan. Oke lah Dylan akui, selera humor Milan itu tinggi dan kalian tahu sendiri lah, humor Dylan itu receh sekali kaya uang kembalian di minimarket.

"Hai Lan." Sapa Mentari yang tiba tiba datang dari arah berlawanan sambil membawa beberapa buku paket di kedua tangannya. Milan menghembuskan nafasnya, firasatanya buruk lagi kali ini. Sepertinya, Dylan akan meninggalkannya dan langsung membantu Mentari membawakan buku-buku paket yang tebal itu. Hem, sudah ketebak.

"Hai Tar, mau kemana?" tanya Dylan sambil merangkul tubuh mungil Milan. Milan tersenyum kepada Mentari—karena lelaki itu hanya menyapa Dylan kan? Bukan menyapa Milan juga?

Mentari ikut tersenyum pada Milan, walaupun sedikit di paksakan. Cemburu, ia cemburu melihat keakraban Dylan dengan Milan. Setahunya, setelah Dylan putus darinya, Dylan tidak pernah berdekatan lagi dengan perempuan lain, tidak pernah kecuali Milan. Mentari cemburu? Tentu, karna hatinya masih berada di Dylan. Ia tidak bisa melupakan Dylan, ralat bukan tidak bisa tetapi mungkin belum. Mentari menghela nafasnya panjang-panjang, ia tidak boleh terus seperti ini.

"Keruang KIR" jawab Mentari sekenanya.

"Oh." Dylan hanya mengangguk-anggukan kepalanya. "Yauda, kalo gitu gue sama Milan duluan ya?" Milan yang berada di samping Dylan tentu kaget. Dugaannya salah! Ternyata Dylan tidak meninggalkannya, tetapi justru Dylan malah meninggalkan Mentari begitu saja. Hebat, Dylan selalu tidak tertebak.

Saat kembali melangkahkan kaki menuju parkiran, Dylan terlihat begitu santai berjalan sambil terus memeluk bahu Milan dengan satu tangan yang lainnya lelaki itu masukan ke saku celana. Milan bingung, tidak biasanya Dylan bersikap cuek pada Mentari seperti itu. Ini aneh, ini benar-benar aneh. Selama berjalan, pikiran Milan terus melayang memikirkan sikap Mentari pada Dylan. Tidak usah ditanya pun, Milan tahu betul jika Mentari masih menyimpan rasa pada Dylan. Milan tahu itu. Milan bisa melihat itu semua dari sorotan mata Mentari ketika gadis itu menatap Dylan. Ada pancaran rindu, dan kasih sayang yang menjalar dimata teduh Mentari.

Tapi entah lah, sikap Dylan akhir-akhir ini sedikit aneh dan terlampau biasa saja jika bertemu Mentari—seperti tadi. Dylan biasanya akan berinisiatif membantu Mentari jika gadis itu terlihat kesusahan. Dylan yang biasanya akan mencueki Milan jika ada Mentari, kini tidak lagi.

Milan [Completed] [Sudah Di Bukukan] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang