24. Bahagia

78.7K 4.6K 145
                                    

PART INI SUDAH DI REVISI 😁

----

Tidak seperti hari hari biasanya. Kali ini Dylan berjalan dari depan gerbang sampai ke dalam kelas dengan senyum yang terus merekah di bibir tipisnya.

Betapa senangnya ia hari ini. Diawali subuh tadi di bangunkan oleh sang kekasih melalui telepon, mendapat bekal nasi goreng dengantupperware warna pink dari sang kekasih. Betapa senangnya Dylan hari ini tidak bisa diungkapkan dengan kata kata.

Ia memang tidak berangkat bersama dengan Milan. Karena memang gadis yang resmi menjadi kekasihnya kemarin, diantar kesekolah oleh kedua orangtuanya yang kebetulan searah dan jam keberangkatan yang sama, dan Milan tidak mau menyia-nyiakan kesempatan pergi bersama orantuanya.

Pagi tadi, Milan hanya datang kerumahnya untuk menyerahkan nasi goreng buatannya, dan memberitahu Dylan bahwa gadis itu akan pergi bersama kedua orang tuanya.

Bima dan Dewy memang sangat jarang bahkan hampir tidak pernah mengantarkan putri sulungnya kesekolah. Dan kebetulan hari ini mereka berdua mempunyai waktu lebih awal untuk mengantarkan Milan terlebih dahulu. Sungguh hari ini adalah hari yang bahagia bagi Milan. Ia merasa senang dan terharu tentunya, dengan sikap kedua orang tuanya yang semakin hari semakin mencair dan hangat.

“Ada bau bau orang baru jadian nih.” goda Gilang saat Dylan memasuki kelas dengan senyuman yang terus terpampang jelas di wajah tampannya. Lelaki itu tidak menjawab nya ia malah menaik turun kan alis tebalnya. Berniat sombong. “Dih, giliran udah punya cewek, temennya di anggurin. Anjing emang ya.” cibirnya lagi.

“Sayang kalian!” teriak Dylan sambil merentangkan tangannya, langsung memeluk keduanya.

“Gue sesek woy!” Al memukul bahu Dylan pelan. Pelukannya benar benar erat, sangat erat.

“Jiji banget sih lo, awas!” Gilang mencoba melepaskan pelukan Dylan yang membuat keduanya sulit bernafas karena saking senang nya Dylan hari ini. “Gue tau lo seneng. Gue hapal, tapi jangan jadiin gue sama si Al korban dong elah.”

“Perjuangan gue ga sia-sia!” teriak Dylan tak kunjung melepaskan pelukannya.

“Iya. Yauda makanya lepas." Al menepuk-nepuk pelan bahu Dylan membuat Dylan melepaskan pelukan pada kedua sahabatnya itu.

"Gue nggak ngerti. Gue seneng banget." Ucap Dylan lagi sambil memamerkan deretan giginya. Lelaki itu sangat terlihat bahagia. Sepertinya, siapapun bisa melihat itu.

Sedangkan Al, lelaki itu tersenyum sambil menahan rasa sakit dihatinya. Ingin rasanya ia menumpahkan kesedihannya selama ini. Ternyata rasanya benar-benar sakit. Ini terlalu sakit, Tuhan. Rasanya hati Al sudah tidak berbentuk. Semuanya sudah hancur.

"Woy Al! Kok lo malah bengong." Ucapan Gilang membuat Al tersadar. Ia tidak boleh seperti ini. Ia harus kuat. Al tersenyum lalu menggeleng.

"Hm, gu-gue... gue ke wc dulu ya?" Ucap Al susah payah sambil menahan air yang sudah menggenang di pelupuknya. Ya, ia hampir saja menangis.

"Yaela, sejak kapan mau ke wc aja lo make ijin segala? Emang gue guru lo apa?" Jawab Gilang.

"Iya deh, lo aneh." Timpal Dylan, lagi-lagi Al hanya tersenyum.

"Ya.... yauda, gu-gue keluar dulu."

"Si Al kenapa dah?" Tanya Dylan saat Al sudah pergi melesat dari hadapan keduanya. Gilang mengangkat bahunya lalu beralih menatap Dylan penuh harap.

"Celebrating your relationship, now? In canteen?"

"Yowes lah, gue traktir lo sepuasnya. Mumpung gue lagi baik hati."

Milan [Completed] [Sudah Di Bukukan] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang