Jika Jaka ingin berangkat ke sekolah pasti berpenampilan rapi, entah dari segi memakai seragam, atau dari segi penampilan. Tapi hari ini Jaka tidak peduli walau penampilannya sedikit acak-acakkan.
Lagian Vian pasti sudah merusak image baik yang sudah susah payah Jaka buat. Jadi Jaka merasa tidak salah berangkat ke sekolah dengan mengabaikan penampilan juga, sama seperti yang dilakukan Vian.
"Kamu sepertinya kurang tidur."
Jaka menatap kakeknya dengan ekspresi kelelahan. Wijaya pasti melihat kantung mata yang sekarang Jaka miliki, "Vian memberiku banyak tugas sekolah, aku terpaksa begadang untuk menyelesaikannya."
"Tapi sepertinya Vian tidak terlalu membuat masalah. Kakek lihat kamu hanya kesal karena dia menghabiskan waktu selama seminggu."
"Kenapa Kakek terlihat senang? Tidak enak tahu kehilangan ingatan selama seminggu," protes Jaka dengan nada tidak terima melihat senyum yang ditunjukkan kakeknya.
Wijaya tetap mempertahankan senyum di wajahnya, "Kakek merasa seperti mempunyai dua cucu."
Jaka cemberut, "Aku dan Vian orang yang sama, Kakek."
"Kalian memang orang yang sama, tapi sifat kalian sungguh berbeda. Kakek sudah menganggap Vian sebagai saudara kembar Jaka, ini menarik."
Jika Vian memang saudara kembarnya, masalah Jaka tidak mungkin serumit ini, "Kakek tidak perlu menghiburku, aku baik-baik saja kok."
"Ya sudah sana kamu berangkat ke sekolah, nanti kalau terlalu lama bisa terlambat."
Setelah pamit pada Wijaya, Jaka berangkat ke sekolah dengan perasaan yang jauh lebih tenang dibanding kemarin. Tapi melihat langit yang mendung, semangat yang sudah Jaka dapat menjadi berkurang.
Setelah seminggu tidak melaksanakan aktivitas sekolah dan sekarang disambut oleh cuaca seperti ini, tentu membuat Jaka merasa malas. Apalagi saat melihat seorang perempuan yang terlihat familiar berjalan beberapa langkah di depannya, Jaka harap perempuan itu tidak menyadari keberadaannya.
"Jaka."
Jaka secara spontan berhenti melangkah mendengar seseorang memanggil namanya. Tapi begitu melihat yang baru saja memanggil adalah seorang perempuan, Jaka langsung berdoa agar Vian tidak mengambil alih kesadaran lagi.
Di hadapannya saat ini ada perempuan yang sama sekali tidak Jaka kenal sedang menunjukkan ekspresi gugup, "Maaf karena aku sempat memaksamu."
Jaka mengernyit bingung, memaksa?
"Ini sebagai permintaan maafku," perempuan itu memberikan sesuatu kepada Jaka kemudian bergegas pergi menjauh.
Jaka menatap apa yang diterimanya secara paksa, coklat berbentuk persegi panjang yang sering dilihatnya di supermarket. Kedua netra Jaka beralih pada Putri yang sedang menatap ke arahnya, "Siapa dia?"
"Perempuan yang ditolak Vian."
"Memang dia memaksa apa?" tanya Jaka sambil berjalan mendekati Putri.
Putri menatap ke arah coklat dengan pandangan iri, dia bahkan belum pernah memberikan sesuatu pada Jaka, "Vian menolak dan mengatakan sudah menyukai orang lain. Lalu perempuan itu mengatakan tidak masalah walau bukan menjadi pacar yang penting bisa dekat denganmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alter Ego
Teen FictionPutri Yuniata hanya ingin membuat pernyataan cinta yang dilakukannya sebagai langkah awal untuk bisa semakin dekat dengan seorang Jaka Mahardika. Tapi ternyata pernyataan cinta ini justru membawa Putri pada sebuah perjalanan cinta yang aneh dan juga...