Ketika ada suatu hal yang berubah mengenai dirinya, sudah menjadi kewajiban bagi Jaka untuk menemui Lia, "Aku bertengkar dengan Vian."
Lia menghela napas. Setelah cukup lama pasiennya ini tidak datang untuk berkonsultasi, sekarang malah datang dengan mengatakan berita yang tidak begitu mengenakan, "Kalian akhirnya benar-benar bertengkar?"
Jaka mengangguk, "Tidak seperti dulu saat aku tidak menyukai kehadiran Vian kok. Aku hanya menerima tantangan Vian untuk menghadapi masalah sendiri."
"Jaka bisa melakukannya?" tanya Lia yang terlihat cukup terkejut.
Seharusnya memang tidak bisa. Karena Jaka melarikan diri saat mengatasi hal yang dianggap sebagai masalah, maka Vian hadir untuk menanganinya, "Karena bisa melakukannya jadi aku datang ke sini."
Lia mengangguk mengerti, pantas saja Jaka datang masih dengan mengenakan seragam sekolah, "Padahal aku sangat yakin Jaka mengalami kecemasan neurotik, tapi dugaanku terbukti salah karena Vian sekarang bisa tidak menggantikanmu."
"Memang aku mengalami ketakutan yang disebabkan oleh orang tua, tapi kan aku yang tidak ingin dekat dengan perempuan juga merupakan salah satu masalahku."
Tentu saja Lia tahu, tapi ketakutan Jaka untuk menyukai orang lain masih ada kaitannya dengan keluarga, "Walau selama ini aku sudah sering berbicara secara langsung dengan Vian, tapi bagaimana Jaka membuat personifikasi Vian?"
Jaka mengerutkan dahinya dengan bingung, "Maksud Ibu gambaran orang lain yang kuwujudkan sampai Vian hadir sebagai kepribadian gandaku?"
Selama ini Lia memang cukup sering menggunakan beberapa istilah yang terkadang cukup sulit dimengerti, tidak aneh Jaka lupa salah satunya, "Iya, siapa orang yang membuat Jaka sampai berpikir kalau dia pasti bisa mengatasi masalah?"
"Aku dulu juga pernah diberi pertanyaan yang sama kan? Dia bernama Vian. Karena iri padanya, aku pun membuat Vian yang ada di dalam tubuhku agar bisa seperti dia," jawab Jaka sambil menunjuk diri sendiri seolah sedang menunjuk Vian.
"Jaka memang beruntung ya dapat membangun kepribadian Vian dengan segala macam hal positif! Vian pasti saat ini senang bisa mengujimu."
Entah Jaka harus merasa beruntung atau sial dengan masalah kejiwaan yang dialaminya, "Aku harus bagaimana?"
"Tunggu saja sampai Vian mau keluar sendiri. Karena ini juga merupakan pembelajaran yang baik untuk Jaka, aku tidak dapat memberi saran lain."
Jaka menghela napas. Sepertinya sejak mengetahui kehadiran Vian di tubuhnya, Jaka tanpa sadar sudah menjadi terlalu ketergantungan pada Vian.
.
.
.
"Sekarang hari Jumat, Jaka, kenapa kamu malah memakai seragam batik?"
Jaka menatap kakeknya dengan raut bingung, "Bukannya sekarang hari Kamis?"
Wijaya menggeleng, "Ini hari Jumat. Bagaimana kamu bisa lupa padahal kemarin sudah memakai seragam yang sama?"
Yang Jaka ingat kemarin adalah hari Rabu, dan seragam batiknya ada di dekat meja belajar walau tidak dalam keadaan dilipat rapi. Apa dirinya membuat kesalahan lagi? "Maaf, aku akan menggantinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alter Ego
Teen FictionPutri Yuniata hanya ingin membuat pernyataan cinta yang dilakukannya sebagai langkah awal untuk bisa semakin dekat dengan seorang Jaka Mahardika. Tapi ternyata pernyataan cinta ini justru membawa Putri pada sebuah perjalanan cinta yang aneh dan juga...