11 - Sama -

2.7K 216 0
                                    

Karena Vian sudah memberi berbagai macam masalah, Putri ingin bercerita tentang semua hal yang sudah dialaminya pada seseorang. Tapi masalah yang dialami Jaka adalah sesuatu yang dirahasiakan. Jadi akhirnya Putri memilih untuk bercerita pada orang yang sudah tahu masalah Jaka sejak awal, "Aku lelah."

Lia, psikiater yang sudah merawat Jaka selama ini hanya bisa tersenyum. Dia memang sudah menduga perempuan yang pernah diajak Vian datang ke tempat praktiknya pasti suatu saat akan datang lagi sendirian.

Jadi Lia sama sekali tidak merasa terkejut melihat Putri tadi memasuki ruangannya, justru dia senang dapat mendengar masalah yang dialami Jaka dari sudut pandang berbeda, "Vian menjahilimu ya?"

"Hampir lebih dari seminggu dia melakukannya."

"Seminggu? Jaka sama sekali tidak menggantikan Vian?" tanya Lia dengan nada tidak percaya.

"Satu kali pun dalam seminggu, tidak."

Lia memegang keningnya sambil memperhatikan dengan seksama ekspresi gadis yang duduk di hadapannya. Pasti Jaka lebih merasa dipusingkan jika sudah kembali mengambil alih kesadaran ya? "Apa saja yang Vian lakukan padamu?"

"Dia menggodaku berkali-kali setiap harinya. Aku suka pada Jaka, jadi saat Vian melakukan itu aku tidak kuat menahan debaran jantungku."

"Anggap saja Jaka yang melakukannya."

Putri menggeleng dengan lemas, "Jaka tidak mungkin melakukannya."

Lia menghela napas, memang mustahil Jaka melakukan segala macam hal yang berbau romantis, "Tapi bagaimana pun memang Jaka yang melakukannya, hanya saja dengan kepribadian Vian."

"Mereka berbeda," protes Putri dengan nada tidak terima.

"Mereka sama," ucap Lia dengan nada serius, meminta secara tidak langsung agar Putri mau mendengarkan penjelasannya, "tubuh seorang Jaka Mahardika memang membagi dua kepribadian dengan sifat yang begitu berbeda. Tetapi Jaka dan Vian tetaplah satu orang yang sama."

Putri menunduk sambil memainkan jemari tangan yang berada di atas pangkuannya dengan gelisah, "Aku tahu, tapi tetap saja..."

"Apa selama ini Putri selalu membedakan antara Jaka dan Vian?"

"Iya."

Lia mengangguk puas, "Mereka memang harus dibedakan. Biar kuberi satu saran baru, saat mau membedakan siapa yang sedang mengambil alih kesadaran, coba perhatikan sorot mata dan ekspresi yang ditunjukkan. Dan jika Putri sudah tahu perbedaannya, kamu dapat membedakan Jaka dan Vian tanpa menunggunya bicara dulu."

Selama ini Putri memang membedakan berdasarkan interaksi yang diterimanya, karena lebih mudah dan lebih membuat yakin siapa yang sedang mengambil alih kesadaran, "Aku akan mencobanya."

Lia tersenyum mendengar respon ini, "Benar, jangan sampai kamu tertipu oleh Vian yang berpura-pura menjadi Jaka."

Ugh... Putri sudah mengalami hal itu sebelumnya. Tapi untuk ke depannya, tidak Putri biarkan kesalahan yang sama terulang kembali.

"Baiklah, kita lanjutkan lagi. Jaka ataupun Vian memang merasa senang saat seseorang membedakan mereka. Tapi tidak berarti kamu menganggap mereka sebagai dua orang yang berbeda."

"Apa tidak boleh? Mereka memang berbeda kan?" tanya Putri yang masih merasa bingung.

"Sifat mereka yang berbeda, tapi mereka tetap satu orang yang sama."

Putri menatap sang dokter dengan ekspresi yang bertambah tidak mengerti, "Apa karena mereka berbagi tubuh?"

Lia menggeleng, "Yang benar adalah tubuh yang membagi kepribadian mereka menjadi dua. Putri menyukai Jaka kan?"

Melihat anggukan diberikan oleh Putri, Lia kembali meneruskan ucapannya dengan nada lembut, "Kalau begitu terimalah Vian sebagai bagian dari Jaka."

Putri mengangguk, "Akan kucoba," walau sepertinya sulit.

"Jika Putri masih sulit berhadapan dengan Vian, kamu anggap saja dia sebagai Jaka. Dekati perlahan, tatap matanya, jika sudah tenang, kamu bisa kembali melihatnya sebagai Vian."

Setelah mengetahui keberadaan Vian, Putri memang tidak pernah menatapnya sebagai Jaka. Mungkin tidak masalah mencoba saran ini. Bagaimana pun Vian memang memakai tubuh Jaka kan? "Baiklah."

"Pagi~"

Tubuh Putri terlonjak kaget, belum terbiasa mendengar sapaan pagi yang diucapkan Vian dengan nada merayu, "Pa- pagi."

Vian menatap Putri sambil tersenyum senang, "Sepertinya mood-mu sedang bagus ya hari ini?"

Putri mencoba menenangkan debaran jantungnya yang terasa tidak terkendali. Setelah merasa siap, dia tatap mata coklat tua cowok ini secara langsung, "Apa terlihat begitu?"

"Putri senang ya karena kemarin aku menciummu?"

Kendalikan jantungmu, Putri! "Bukan karena hal itu kok."

Vian mengernyit, bingung mendapat respon yang cukup tenang dari perempuan yang berjalan di sampingnya, "Apa terjadi sesuatu?"

"Apa maksudmu?" tanya Putri yang sama sekali tidak mengerti dengan maksud pertanyaan Vian.

Vian menyentuh dagu menggunakan tangan kanannya, berpose berpikir sambil menatap Putri dengan seksama, "Kamu terlalu tenang. Rasanya aneh melihatmu terbiasa denganku."

Putri melirik ke arah lain, dia kan sedang berusaha untuk menghadapi Vian dengan tenang, "Aku hanya–"

"Ingin membuatku mengembalikan kesadaran pada Jaka?" potong Vian sebelum Putri menyelesaikan ucapannya. Pasti gadis ini lelah bersamanya dan lebih suka bersama dengan Jaka kan?

"Tidak, bukan. Aku hanya mencoba untuk bisa dekat dengan Vian saja kok."

Langkah Vian terhenti sambil membulatkan bola matanya dengan terkejut, "Ap... pa?"

Putri menarik kedua sudut bibirnya untuk menunjukkan senyum senatural mungkin, "Aku ingin mengenal Vian seperti aku mengenal Jaka."

Vian menaikkan salah satu alisnya kemudian bergumam pelan, tapi dia langsung berjalan pergi tanpa mengatakan apapun sebelum Putri sempat bertanya.

Melihat kepergian yang tidak diduganya, Putri bingung. Apa ada yang aneh dengan ucapannya? Atau ada yang salah dengan ucapannya? Kenapa Vian mendadak mengubah sifatnya seperti itu?

Putri tidak mengerti. Dia sungguh tidak mengerti. Kenapa Vian malah sengaja menghindar saat dia sudah siap menghadapinya? Jika yang menghindar adalah Jaka, Putri mengerti. Tapi jika Vian yang melakukannya, ini justru menjadi sangat aneh.

Setelah insiden sapaan pagi tadi, Vian tidak mencoba mendekatinya sedikit pun. Dan saat Putri mencoba mendekat duluan, Vian justru malah menjauh. Memang apa yang salah? Vian lebih senang jika dia menunjukkan rasa tidak suka saat mereka bersama?

"Tiara, aku mau curhat."

Tiara yang duduk di samping Putri terlihat bingung, "Apa Putri punya masalah?"

"Aku tidak tahu ini masalah atau bukan. Tapi jika seorang cowok yang awalnya mengatakan suka padamu, menggodamu, menunjukkan rasa sukanya secara berlebihan, lalu tiba-tiba menjauh saat kamu mengatakan ingin dekat dengannya. Menurut Tiara apa yang sebenarnya terjadi?"

"Dia hanya bercanda?"

Vian sama sekali tidak terlihat bercanda, buktinya dia sampai sekarang belum juga mengembalikan kesadaran pada Jaka. Jadi mungkin yang salah adalah Putri, "Apa tidak ada pendapat lain?"

Tiara menunjukkan wajah berpikir, "Apa ya? Mungkin cowok ini merasa penasaran pada Putri? Kan Putri tidak mudah dekat dengan laki-laki."

Putri terdiam sesaat. Jika diingat, dia memang tipe yang tidak mudah dekat dengan laki-laki. Dalam kasus Jaka, Putri mau mendekat karena menyukai cowok itu. Tapi ini kan Vian, kepribadian ganda Jaka. Apa masih ada rasa penasaran? "Aneh tidak sih kalau aku langsung bertanya padanya?"

"Tanyakan saja, Putri berhak marah jika kamu cuma dipermainkan."

Dipermainkan ya? Ada kemungkinan Vian hanya ingin menjahilinya saja. Kalau itu memang benar-benar terjadi, Putri pasti akan protes dan marah. Yang jelas nanti saat ada kesempatan, dia harus menanyakannya secara langsung. Putri ingin mengetahui sisi lain Vian yang sukses membuatnya penasaran begini.

▪▫To be continued ▫▪

Alter EgoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang